Part 3

1K 84 0
                                    

Vina mengelus rambut suaminya yang sudah 5 bulan terbaring koma di rumah sakit. Fadil, laki-laki yang sejak SMA diam-diam menyukainya. Namun perasaan Fadil tidak berbalas karena Vina lebih mencintai Prasetya yang cerdas dan ambisius.

Hubungan cinta yang terjalin sejak SMA itu sayangnya pupus karena pengkhianatan Prasetya. Sejak lulus Akmil dan menjadi tentara, Prasetya yang sibuk bertugas jadi sering mengabaikan Vina. Pria itu jarang memberi kabar dan semakin sibuk dengan pekerjaannya. Puncaknya, pria itu naik pangkat dan setelahnya menikah dengan Putri atasannya.

Vina murka tentu saja. Hubungan mereka bukan hubungan seumur jagung. Mereka sudah sepakat akan menikah setelah Prasetya punya pekerjaan mapan. Ternyata, pria itu lebih memilih karirnya daripada hubungan mereka. Meskipun sangat kecewa, Vina tidak mau bersedih terlalu lama dan memutuskan untuk melupakan Prasetya meskipun pria itu tidak terima.

Prasetya terus membujuk Vina agar menunggunya. Apa Prasetya pikir Vina perempuan murahan yang bersedia menunggu pria yang menjual harga dirinya. Tentu saja Vina bukan wanita seperti itu. Ia bukan perempuan gatal yang hobi mengganggu suami orang.

Sejak Prasetya menikah dan berdinas, Fadil semakin intens mendekatinya dan membuat hati Vina sedikit menghangat. Pria pendiam itu bekerja keras dan memberikan kejutan-kejutan kecil untuk Vina. Semula Vina tidak punya perasaan apapun pada pria itu. Namun, lambat laut hatinya terketuk melihat ketulusan Fadil mencintainya. Mereka akhirnya menikah meskipun hati Vina masih terbelah untuk Prasetya.

Pernikahan mereka tidak menemui kendala yang berarti. Vina menjadi ibu rumah tangga, dan Fadil bekerja sebagai mandor pembangunan pemerintah. Gajinya lumayan besar dan mereka hidup berkecukupan. Kebahagiaan mereka semakin lengkap dengan kehadiran Darren di tengah-tengah mereka.

Namun, ternyata kebahagiaan itu tidak berlangsung lama. Di usia Darren yang menginjak enam tahun, Fadil di vonis terkena tumor otak yang mengharuskannya untuk istirahat. Vina terpaksa harus bekerja di restoran untuk menopang ekonomi mereka.

Puncaknya lima bulan yang lalu Fadil dinyatakan koma. Vina kebingungan untuk biaya pengobatan maupun kebutuhan mereka sehari-hari karena gajinya sebagai karyawan restoran tidak bisa mencukupi. Saat itulah Prasetya datang menawarkan bantuan. Semula Vina menolaknya mentah-mentah. Tapi karena kebutuhan ia akhirnya menerima bantuan dari Prasetya dan berakhir seperti sekarang.

"Bu, kapan ayah sadar? Darren kangen."

Vina yang tengah duduk sambil mengelus suaminya menoleh menatap Darren yang duduk di sampingnya. Ia tersenyum hangat kemudian mengelus rambut Darren dengan lembut.

"Darren yang sabar. Kita harus rajin berdoa agar Ayah bisa segera sadar. Ibu juga kangen sama ayah."

Darren memegangi tangan ayahnya yang kini terlihat lebih pucat. Sejujurnya Darren sangat merindukan sang ayah yang begitu menyayanginya. Sejak lima bulan yang lalu ayahnya tidak sadarkan diri dan Darren jadi sendirian di rumah karena siang ibunya harus bekerja meskipun tidak setiap hari.

"Mas Fadil, Mas dengar kita berdua kan. Aku sama Darren kangen sama Mas. Mas cepat sadar ya. Kita nanti jalan-jalan ke taman bertiga lagi seperti biasanya."

Darren duduk di pangkuan ibunya kemudian mengelus tangan ayahnya. Keduanya tampak sedih menatap orang tercinta yang kini terbaring tak berdaya. Hingga beberapa menit kemudian, tiba-tiba monitor berbunyi. Napas Fadil jadi terlihat sesak dan membuat Vina maupun Darren jadi panik.

Para dokter dan tenaga medis lainnya segera masuk dan memeriksa kondisi Fadil. Dokter segera memberikan CPR dan Darren serta Vina disarankan menjauh karena keduanya terus menangis sedari tadi. Kondisi Fadil terlihat memburuk dan Vina sangat ketakutan sekarang.

Lima menit kemudian, tampak garis memanjang pada alat monitor yang ada di samping Fadil. Pria itu sudah tidak bergerak dan dokter sudah berhenti memberikan CPR. Dokter mengangguk pada para perawat dan alat-alat medis mulai di lepaskan. Dokter yang menangani Fadil menghembuskan napas berat kemudian berjalan menuju Vina.

"Maaf Bu Vina, kami sudah berusaha sebaik mungkin, namun nyawa Tuan Fadil sudah tidak dapat diselamatkan lagi."

"Dokter, bagaimana bisa begitu. Tadi suami saya tidak apa-apa. Hanya tidak sadarkan diri. Kata dokter kemungkinan suami saya hidup masih lima puluh persen. Kenapa sekarang tiba-tiba suami saya meninggal." Vina terlihat syok dan tidak terima. Pasalnya selama ini kondisi Fadil cukup stabil. Kenapa tiba-tiba meninggal.

"Komplikasi yang di derita suami ibu sudah akut. Kami sudah berusaha semaksimal mungkin dengan memberikan perawatan dan obat-obatan terbaik. Nyatanya semua takdir Tuhan yang menentukan. Semoga Bu Vina bisa tabah menghadapinya."

Dokter muda itu mengangguk kemudian berlalu, meninggalkan Vina yang menangis pilu sambil berpelukan dengan Darren. Sementara jasad Fadil mulai di urus oleh pihak rumah sakit untuk segera di makamkan.

**

Vina menangis tersedu-sedu di depan makam suaminya. Ia dan Darren terus menangis dan di tenangkan oleh beberapa tetangga dan kerabat yang masih menemani Darren dan Vina. Mereka tidak tega melihat anak sekecil Darren menjadi yatim.

Tanah kuburan yang basah membuat Vina tidak kuat berdiri dan nyaris pingsan sedari tadi. Ia benar-benar tidak menyangka Fadil akan meninggalkannya secepat ini. Sekarang bagaimana nasibnya dan Darren. Vina benar-benar tidak bisa membayangkan masa depan Darren tanpa ayahnya.

"Vin, sudah. Ayo pulang. Ini sudah sore. Kasihan Darren sedari tadi terus menangis. Jaga kesehatanmu. Darren masih membutuhkanmu." Nisa, Salah satu ibu teman Darren sekaligus tetangga mereka berusaha menenangkan Vina. Perempuan itu terlihat sangat menyedihkan karena menangis sedari tadi. Vina dan Darren terlihat belum makan dan kelelahan.

"Mbaaak, bagaimana nasib Darren setelah ini. Kami sangat membutuhkan Mas Fadil. Kenapa Mas Fadil tega meninggalkan kami seperti sekarang." Vina menggugu, ia tidak kuasa menahan rasa sedih dan kehilangan yang membuncah di dadanya.

"Darren masih memilikimu. Kau ibunya. Kau harus kuat Vin. Jika kau seperti ini, Darren bagaimana. Dia pasti sedih melihatmu seperti ini."

Kata-kata Nisa sedikit bisa meredam tangis Vina. Wanita itu menatap Darren yang lemas di gendongan salah satu kerabatnya. Benar kata Nisa, Darren hanya memiliki dirinya sekarang. Jika ia seperti ini, siapa yang akan mengurus putranya nanti.

Vina mengusap air matanya yang terus mengalir. Ia berdiri kemudian meraih Darren dan menggedongnya. Setelah di bujuk para kerabat dan tetangga, Vina dan Darren akhirnya mau pulang ke rumah mereka.

Tanpa Vina sadari, sedari tadi ada pria berkacamata hitam yang berdiri sambil bersandar di mobil yang berada agak jauh dari pemakaman. Pria itu tersenyum miring melihat makam Fadil. Akhirnya laki-laki tidak berguna itu sekarang mati juga. Kini, ia bebas menemui Vina kapan saja. Kalau perlu, Prasetya akan menikahi Vina meskipun secara siri. Wanita itu tidak boleh lepas lagi darinya. Vina akan tetap berada di genggamannya, meskipun harus menggunakan ancaman agar wanita itu senantiasa berada di sisinya sesuai dengan keinginan Prasetya.

Kidnapping ( On Going )Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang