O.5

548 83 15
                                    


Ruang veritas kini terisi oleh Mark yang sibuk mengajari Karina bermain gitar. Jaemin yang asik membaca buku di tangannya, dan Jeno yang duduk di sofa single tengah merokok.

Oh iya, mengenai Mark. Tahun ini ia tinggal kelas karena nilainya kurang dan jarang masuk sekolah, dan juga perundungan yang di lakukannya namun berhasil di tutupi pihak sekolah.

"Uhuk-uhuk! Asep rokok lo nih! Kalo ngerokok jangan di sini napa?" ucap Karina merasa terganggu.

"Kalo ngga suka mending keluar."

"Jangan gitu dong, ini kan ruang bersama." bela Mark, sementara Jeno hanya merotasikan bola matanya malas.

"Ck, dia ngga berangkat lagi?" tanya Jeno.

"Siapa? Hyunjin? Habis lo bikin babak belur kemarin masih nyariin si Hyunjin lo?" Mark terkekeh.

"Ada apa?" Karina menatap Mark bertanya-tanya.

"Dua hari lalu gua sama Jeno ketemu tuh anak, yang mengagetkan lagi dia kerja jadi kurir makanan lo tau? Habis itu langsung di sikat sama Jeno."

"Kurir makanan? yang bener aja kalo ngomong, buat apa dia kerja? Bukannya Ayahnya politisi ya?" tanya Karina yang di balas gelengan oleh Mark.

"Nyokapnya udah mati ngga sih? Lo inget pas pengambilan rapor kenaikan kelas tahun lalu? Si Hyunjin ngambil rapornya sendiri ngga ada yang ngewakilin."

"Pfft, apa mungkin dia diusir dari rumah terus ngga diakui makanya dia kerja kayak gitu?" Karina menutup mulutnya sembari tertawa kecil bersama Mark.

Jaemin diam-diam menyimak, ia menurunkan buku di tangannya kemudian mengubah posisi duduknya dan menatap Jeno yang sama sekali tak menanggapi obrolan Karina dan Mark.

"Dua minggu lagi pemilihan kan?" Jeno melirik Jaemin dengan lirikan tajamnya. "Bokap lo, dua minggu lagi pemilihan. Sebaiknya lo jangan banyak tingkah dulu kalo ngga mau kena masalah."

"Sejak kapan lo suka ikut campur urusan orang?"

"Gua bilang gini karena gua peduli, lo tau seberapa keras bokap lo berusaha sama pemilihan kali ini."

"Lo khawatir sama bokap gua?"

Jaemin menghela napas pelan. "Terserah," ia berdiri dan berjalan keluar meninggalkan ruang veritas.

"Apa yang dibilang Jaemin ada benernya Jen, untuk sementara ini jangan macem-macem dulu. Apalagi lawan bokap lo itu, bokap si Hyunjin."

Jeno mengeraskan rahangnya, ia menjatuhkan puntung rokoknya yang tak habis sepenuhnya dan menginjaknya.

<><><><><><><><>

Hari ini Minho dan Hyunjin sedang berkemas akan pulang, sebenarnya masih harus rawat inap tapi Hyunjin terus saja merengek ingin pulang.

"Kak Minho langsung berangkat kuliah aja, Hyunjin bakal pulang sendiri."

"Lo yakin bakal baik-baik aja kalo pulang tanpa gua?"

"Hyunjin udah ngga apa-apa, Kak Minho bisa percaya sama Hyunjin."

Setelah berpikir beberapa saat, akhirnya Minho mengangguk mengiyakan. Ia menutup pelan pintu taksi yang sudah ia pesan untuk mengantar Hyunjin pulang.

"Inget ya, sampe rumah langsung istirahat. Di rumah kosong karena Felix ada jadwal kontrol, nanti langsung ke kamar kunci aja sekalian, jangan lupa minum obatnya juga!" Hyunjin tersenyum dan mengangguk. Minho sendiri masih tak tenang, Jinyoung benar-benar menunjukkan bahwa ia tak peduli, buktinya ia tidak datang sama sekali ke rumah sakit atau bahkan sekadar bertanya keadaan Hyunjin.

Dear HyunjinTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang