1.2

494 92 46
                                    


Pagi hari di kantor Jinyoung sangat kacau, kabar jika Hyunjin digadang-gadang sebagai pelaku penganiayaan terhadap anak Tuan Lee sudah beredar. Banyak stasiun televisi yang menghubungi kantornya.

Memori Card kemarin pun tak cukup kuat untuk menimbun berita besar ini, dan di saat seperti ini pun Sekretaris Song menghilang tanpa bisa dihubungi. Ia mengajukan surat mengundurkan diri semalam dan membuat Jinyoung makin frustrasi.

"Tutup semua saluran telepon, jangan angkat satu pun. Berhati-hati dengan wartawan dan jangan mengatakan apapun, jika ada sesuatu yang bocor. Saya tidak akan tinggal diam saja." Perintah Jinyoung.

Jinyoung membenarkan dasinya kasar, ia keluar dari kantornya diikuti oleh beberapa orang-orangnya.

Tiba di luar sudah banyak wartawan yang berbaris sembari memotret.

"Pak mohon bicara sesuatu."

"Apakah benar putra anda dalang di balik putra Tuan Lee kritis?"

"Beberapa orang berkata jika anda tidak mempedulikan salah satu Putra anda, kemudian membuatnya menjadi pemberontak."

Jinyoung melempar tatapan tajam pada salah satu wartawan yang mengucapkan kalimat tadi.

"Apakah benar?"

Jinyoung menarik napas kasar, ia tetap berjalan menuju mobilnya tanpa mengatakan apapun.

<><><><><><><><><><><><><>

"Hyunjin? Di sini? Di sekolah?" Mark dan Karina saling menatap, kemudian segera berdiri.

"Di mana dia."

"Dia cuma bilang suruh nemuin di aula."

Mark mengangguk. "Lo bisa pergi."

"Mark, gua ikut." Ucap Karina.

"Ngga usah, entah apa yang di mau anak itu. Gua takut lo kenapa-napa." Setelah menepuk pundak Karina mencoba memberi tahu bahwa ia akan baik-baik saja akhirnya Mark pergi ke aula seorang diri.

Begitu ia memasuki aula, kegelapan langsung menyambutnya, Mark mencoba mencari sakelar lampu dan menyalakannya. Sosok pria mengenakan topi dan masker berdiri di tengah-tengah.

Mark menyipitkan matanya, sosok itu melepas topi dan maskernya membuat Mark terbelalak.

"Jeno? What's up bro? What happened to you?" Mark langsung menghampiri Jeno dan memeluknya.

"Ngga usah dramatis nj*ng."

"Gimana kagak khawatir gua cok? Gua pikir lo udah mati."

"Lo harus nolongin gua."

Mark menaikkan alisnya, menampakkan raut wajah bingung atas permintaan Jeno.

"Lo tau keadaan sekarang, Ayah gua ngepalsuin berita tentang gua, dan gua mau di kirim ke London buat belajar di sana. Gua ngga mau Mark kembali ke sana lagi, hidup di sini emang kayak neraka, tapi di sana gua menderita melebihi apapun."

"Lo itu ngapain sampe bisa kayak gini? Gimana sama si Hyunjin? Malem itu beneran dia—"

"Malem itu gua emang ketemu sama dia, tapi beneran gua bersumpah kagak ngelakuin apapun, dia tiba-tiba dateng terus nyari masalah sama gua. Kalo seandainya gua sendirian mungkin sekarang gua beneran koma, tapi malem itu gua udah bikin dia pingsan. Tapi ada orang lain yang datang."

"Apa ini ada kaitannya sama Jaemin?"

Jeno memasang ekspresi kikuk. "Gua ngga bisa lama-lama, gua sekarang ini kabur dari rumah—"

Dear HyunjinTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang