21

893 16 2
                                    

........

Setelah kalimat ignorance dia berhenti bicara.

Aku masih diam. Masih kutunggu kalimat-kalimat selanjutnya yang akan keluar dari bibir indahnya yang dulu selalu kurindukan. Tapi tidak ada.

Hatiku terasa dihantam keras. Ignorance? Ngga ada usaha buat bikin clear? Kerja, kerja kerja? Lukanya seperti dibuka lagi? Lantas lukaku?

Kuteguk kopi hitam yang tersisa sampai habis sebelum aku mulai berbicara. Aku butuh caffeine lebih banyak.

Dengan menghela nafas berat aku mulai berbicara "Saya udah boleh ngomong?" aku menatapnya lekat.

Dia mengangguk pelan. Nada bicaraku kuatur setenang mungkin.

"Ada yang salah didiri kamu Nid, kamu menyalahkan saya atas semua keputusan yang kamu buat sendiri, kamu yang mutusin buat kita pisah, saat itu saya tidak mau, saya berencana berjuang untuk memperbaiki tapi kamu tolak, lalu saya iyakan hal yang kamu inginkan yaitu berpisah kamu bilang saya ninggalin kamu, saya maju terus kedepan?"

Jeda. Hening.

"Kamu bilang saya ninggalin kamu, kamu luka, kamu ancur, kamu itu, cuma mikirin diri kamu sendiri. Kamu ancur, saya nggak? Kamu jatuh sejatuhnya, saya ngga? SAYA ANCUR! BABAK BELUR! KARENA KAMU, KARENA KEPUTUSAN KAMU, KARENA KE-EGOISAN KAMU! KARENA CARA BERFIKIR KAMU YANG ANGGAP SAYA INI NGGA PERNAH CUKUP"

Aku melanjutkan

"S2 saya lulus tepat waktu dengan nilai baik, pendidikan ranger saya memuaskan, kamu tau itu karena apa? Karena kamu! Karena kamu meragukan saya, kamu anggap semua yang saya perjuangkan dan usahakan nihil! Maka semampu saya, saya melanjutkan hidup untuk cita-cita saya! Lalu hasilnya memuaskan itu salah saya? Salah saya, Nid?"

Jeda. Hening.

"Keviralan saya, kehebohan tentang saya yang terjadi saat ini menurut kamu juga salah saya? Bukan saya yang mau Nidia. Saya hanya menjalankan TUGAS. Betul yang kamu bilang, otak saya isinya kerja, kerja, kerjaa memangnya apa selain kerja? Karena yang namanya KERJA inilah yang membuat kamu ngga ingin saya lagi, maka yaa cuma KERJA ini yang saya lakukan"

Tak ada kata yang keluar dari mulutnya.

"Akta cerai kita, foto nikah kita, semua masa lalu kita dipublish orang-orang yang ngga bertanggung jawab, itu salah saya juga? Menurutmu saya bisa untuk larang? Saya bisa cegah? Berapa banyak pengguna sosmed? Saya private semua sosmed setelah keviralan ini, justru bukan karena saya ignorance, saya membatasi, saya bukan public figure, bukan artis, saya ngga mau ini, saya cuma mengabdi kepada negara saya, kalau kamu anggap semua salah saya, saya harus gimana? SAYA CAPEK NIDIA, SAYA JUGA JATUH SEJATUH-JATUHNYA SAYA"

"Saya rasa cukup Nid, saya anter kamu pulang ya!" lanjutku

Dia mengangguk. Lalu tiba-tiba menghambur memelukku. Erat. Bahunya turun naik, tangisnya pecah tersedu-sedu. Aku menepuk-nepuk pundaknya pelan.

"Harusnya aku ngga ajak kamu ketemu untuk ngomongin kita lagi, Mas. Aku minta maaf untuk semua kesakitan kamu, kepahitan kamu..."

"Udah ya" potongku cepat, hanya itu yang bisa terucap dari mulutku.

Dia masih memelukku, aku masih menepuk-nepuk pundaknya.

Lalu tangisnya mulai reda. Kami pulang.

Sepanjang perjalanan hanya diam.

Aku lelah fisik dan mental tapi menjadi lega.
Sakitku telah kusampaikan.
Bebanku telah kulepaskan.

Untukku bukan hal yang sia-sia mengiyakan ajakan Nidia untuk bertemu lagi.

Ternyata memang aku perlu menyampaikan kesakitan ini langsung kepada si penyebab luka.
Saat ini telah kusampaikan semuanya.

Kami sudah selesai.

Selesai sebenar-benarnya selesai.

Selesai yang terakhir.

~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~

Ini Fiksi yaa gaess yaa.. 😎😎
Happy reading~~
Tulisan pertama saya.. mohon maaf masih banyak salah dalam penulisan yang jauh dari EYD ini. Mohon bimbingannya.

Semoga bisa dinikmati. Terima kasih 🤎♥️💚

Fill The Blank PageTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang