CHAPTER 13|MENCARI PETUNJUK

14 3 0
                                    


Happy reading
.
.
.

Kai kembali membuka petanya. Jalur-jalur rumit yang saling menyilang satu dengan lainnya terlihat membingungkan bagi Joshua dan Garcia yang ikut memperhatikan.

"Sebenarnya apa yang kau lihat dari peta ini? Ini lebih terlihat seperti coretan anak-anak," ujar Garcia yang sejak tadi kebingungan.

"Ini peta kuno, sudah di gambar sejak ratusan bahkan ribuan tahun lalu. Tidak banyak yang bisa membacanya sekarang, mungkin hanya seseorang dengan usia ratusan tahun yang bisa mengerti, itupun jika ada orang seperti itu," jawab Kai tanpa menoleh.

"Lalu bagaimana kau bisa membacanya? Mustahil usiamu sudah setua itu, kan?"

"Aku sudah mempelajari hal-hal seperti ini sejak kecil. Peta kuno sudah jadi seperti sarapan bagiku."

Setelah memperhatikan beberapa jalur dan menengok ke atas—menentukan arah berdasarkan posisi matahari—Kai mengajak keduanya melanjutkan perjalanan. Mereka saling membantu melewati berbagai medan. Lebih sering Joshua yang kesusahan, karena dia hanya orang biasa dengan tongkat berisi pedang. Kai berkali-kali membuka peta untuk menentukan mereka di jalur yang benar.

Setelah sekitar tiga jam, Garcia meminta mereka untuk istirahat sejenak. Selain dia yang mulai lelah, Joshua sejak tadi sudah tertinggal beberapa meter dari mereka. Ketiganya duduk di pinggir sungai kecil. Kai mengisi wadah dengan air dan memberikannya bergantian pada Garcia dan Joshua. Dia membasuh wajahnya, membasahi rambutnya yang berantakan dan panjang seleher.

"Kita akan kemana sekarang? Tidak mungkin kita terus berjalan tanpa arah, kan?" Tanya Joshua.

"Aku sedang mencari perkampungan di tengah hutan. Menurut informasi yang ku tahu seseorang di sana ada yang tahu jejak berikutnya tentang sesuatu yang ku cari," jawab Kai.

"Apa? Kukira kau bisa menemukannya langsung dengan peta itu. Kenapa masih harus mencari petunjuk?" Tanya Garcia.

"Jika memang semudah itu, aku tidak perlu repot-repot mengambil peta ini dari galeri istana. Aku bisa langsung mencarinya tanpa harus membuat keributan." Kai membuka kembali petanya.

Sekitar 20 menit beristirahat, mereka kembali berjalan. Tiga jam kemudian, mereka yang berjalan di tengah hutan melihat sesuatu seperti pagar di kejauhan. Kai yakin itu perkampungan yang dia cari. Mereka bergegas memasuki perkampungan itu dan mendatangi sebuah toko di pinggir gerbang.

"Permisi."

Seorang wanita tua yang menunduk langsung berdiri mendengar seseorang datang.

"Selamat datang, apa yang kau butuhkan?" Tanyanya ramah.

Kai memperhatikan dagangan wanita itu. Dia menjual barang-barang untuk bepergian seperti botol kaca, kantung kain, pisau berburu dan barang-barang lainnya. Tapi Kai datang bukan untuk berbelanja, dia datang untuk mencari informasi.

"Aku mau bertanya, apa di sini ada seseorang bernama Lareen?" Tanya Kai.

Wanita itu tampak terkejut. Dia menengok ke kanan-kiri seperti memastikan tidak ada siapapun.

"Kenapa kau menanyakan wanita tua itu?"

"Aku ingin menanyakan sesuatu padanya. Apa kau tahu dimana dia tinggal?" Kai senang tempat yang dia datangi benar.

"Aku tidak mau memberitahumu, kecuali kau mau membayar," jawab wanita itu sedikit ketakutan.

"Berapa yang kau mau? 10? 20?" Garcia maju setelah mendengar wanita itu menginginkan sesuatu.

"Ah, bukan membayar dengan itu. Kau cukup membeli barang dagangan ku saja, itu sudah cukup bagiku."

Mereka bertiga bertatapan, apa bedanya dengan membayar jika harus membeli? Baiklah, mereka tidak mau berlama-lama. Kai mengambil sebuah botol berukuran sedang, Garcia mengambil pisau, dan Joshua ikut mengambil sebuah sabuk dengan pegangan pedang di pinggirnya. Semua dibayar Garcia dengan 25 koin perak. Setelah membayar, wanita itu memberitahukan tentang wanita bernama Lareen.

"Dia tinggal di sudut kampung. Tidak ada yang berani mencari tahu lebih dalam tentangnya. Rumor mengatakan dia seorang penyihir yang di usir dari istana Frigus*, langsung oleh Ratu Bevolie." Wanita itu menjelaskan dengan suara pelan.

"Baiklah, apa dia masih ada di sini?"

"Dia tidak pernah keluar dari rumahnya, temui saja dia jika kalian berani."

Ketiganya saling tatap. "Bagaimana? Kita datangi dia?" Tanya Joshua.

"Hanya dia orang yang tahu petunjuk apa yang ku cari," jawab Kai.

"Kau yakin dia orangnya? Bagaimana jika dia hanya orang gila yang di usir dari istana?" Garcia menimpali.

"Setidaknya kita sudah mencoba."

Kai menatap wanita tua yang sejak tadi pura-pura sibuk sambil menguping mereka.

"Baiklah, terima kasih informasinya. Kami pergi dulu." Wanita tua itu hanya mengangguk dan menatap kepergian mereka bertiga.

Sepanjang perjalanan mereka melihat-lihat perkampungan itu. Suasananya cukup ramai, mengingat hari masih siang. Para pejalan kaki, orang tua dan anak-anak, penjaga toko yang sibuk menjajakan dagangannya, situasi yang damai sejauh ini.

Beberapa menit berjalan, mereka belum menemukan rumah yang di maksud. Joshua berinisiatif untuk menanyakan lagi tentang wanita bernama Lareen itu, tapi seperti sebelumnya jika mereka mau informasi maka harus membeli dagangannya. Alhasil, kini sambil berjalan Joshua memakan makanan yang mirip serangga goreng itu.

"Pria tadi bilang kita sudah dekat, tapi tidak ada rumah yang sesuai dengan kata-katanya," ucap Joshua sambil mengunyah. "Rasanya sedikit aneh."

"Siapa suruh kau bertindak sembarangan, tidak semua orang mau memberikan informasi dengan gratis." Garcia mencomot sedikit makanan di tangan Joshua dan ikut mengunyah. "Gurih."

Kai sejak tadi hanya diam, menengok ke segala arah berharap menemukan rumah yang di maksud. Matanya tak sengaja melihat seorang gadis kecil yang kesusahan membawa barang-barang di tangannya. Beberapa kali bawaannya jatuh dan dia selalu membereskannya, sendirian. Kai mendekati gadis itu, berniat membantunya.

"Hei, mau ku bantu?" Tanya Kai.

Gadis itu menatap Kai, lalu menatap barang di tangannya. Tak lama dia mengangguk. Kai mengambil buntalan kain besar di punggungnya dan membawanya dengan satu tangan.

"Dimana rumahmu? Biar ku bawakan."

Gadis kecil itu menunjuk ke depan, ke belakang sebuah bangunan. Kai mengangguk dan mengikuti langkah gadis itu. Di belakang bangunan itu ada hanya semak-semak yang cukup tinggi. Namun gadis kecil itu masuk ke dalam semak-semak. Kai mengikutinya, di baliknya dia melihat sebuah rumah tua. Satu-satunya di sana.

Gadis kecil itu menarik tangan Kai, memintanya untuk ikut. Kai melangkah sambil membawa buntalan kain milik gadis kecil itu di tangan kanannya dan tangan kirinya yang di tarik. Sesampainya di rumah tua itu, seseorang keluar dan sedikit terkejut melihat Kai.

"Lola, siapa dia? Kenapa kau membawanya kemari?" Tanya wanita itu.

Gadis kecil yang di panggil Lola itu menunjuk buntalan kain besar di tangan Kai. Memberi isyarat jika dia tidak bisa membawanya sendiri.

"Maaf, aku melihat dia kesulitan membawanya. Jadi ku bantu saja," ucap Kai menurunkan buntalan kain itu.

"Kenapa kau membantunya? Tidak ada penduduk yang mau berurusan dengan kami, khususnya aku." Wanita tua itu menatap Kai.

"Aku hanya pendatang, aku sedang mencari seseorang di sini," jawab Kai.

"Siapa yang kau cari?"

"Seseorang bernama Lareen, apa kau tahu dimana dia?"

Wanita tua itu mendengus. Dia mengambil buntalan kainnya dan memasukannya ke dalam rumah.

"Maaf, kau belum menjawab pertanyaan ku."

"Kenapa kau mencari ku? Apa yang kau inginkan?"

Kai terkejut. "Apa kau Lareen?"

To be continued...

Sang ManusiaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang