CHAPTER 23|MENUJU TIMUR 2

20 3 0
                                    


Happy reading
.
.
.

Kai terbangun sebelum matahari terbit. Di lihatnya kedua temannya masih terlelap dengan bersandar pada batang pohon. Kai melompat turun, dia berjalan menuju sebuah aliran air yang sebelumnya dia temukan saat berjaga. Dia mengisi persediaan airnya, membasahi wajahnya dan membersihkan sedikit kotoran di pakaiannya. Saat kembali, Garcia sudah terbangun. Gadis itu masih duduk dengan wajah mengantuknya.

"Cuci dulu wajahmu, ada aliran air di sana," ucap Kai menunjuk ke belakangnya.

Garcia menoleh, rasa kantuknya masih belum hilang. Setelah beberapa saat, dia berdiri untuk membasuh wajahnya sesuai arahan Kai. Joshua menyusul setelah cipratan air dari Kai mengenai wajahnya.

Ketiganya melanjutkan perjalanan menuju bagian timur benua. Sepanjang perjalanan mereka beberapa kali melewati pemukiman penduduk, keluar masuk hutan, menyebrangi sungai dangkal dan deras, juga sesekali naik turun bukit. Berkali-kali juga ketiganya berhadapan dengan hewan-hewan buas penghuni hutan. Beberapa bisa mereka hadapi atau usir, tapi ada juga yang mengharuskan mereka untuk mencari jalan lain agar bisa lebih aman.

"Itu adalah Boitata, memang tidak terlalu berbahaya tapi lebih baik kita menjauhinya."

"Kenapa?"

"Sebaiknya kau tidak tahu alasannya."

Itu yang Kai katakan ketika mereka berhadapan dengan seekor ular besar berwarna kuning oranye, seperti nyala api.

Setengah hari mereka habiskan untuk menjelajahi area hutan yang luas itu. Kebanyakan daerah di sekitar wilayah Frigus dan Montes memang adalah hutan lebat, jadi tidak heran jika daerah itu sangat sunyi dan jarang ada pemukiman.

Setelah matahari mulai terbenam, ketiganya bermalam di sebuah tanah lapang kecil. Kai dan Joshua membuat perangkap di beberapa lokasi di sekitar tanah lapang itu. Sedangkan Garcia membuat api dan memasak makanan dari perbekalan mereka.

30 menit kemudian, semuanya selesai.

Joshua bersandar pada sebuah pohon sambil meluruskan kakinya yang terasa sangat pegal. Hampir enam jam penuh mereka berjalan tanpa henti dan hanya beristirahat beberapa saat saja. Untuk Garcia dan Kai mungkin sudah terbiasa karena mereka sering bepergian, tapi untuk orang awam sepertinya?

"Kau tidurlah lebih cepat, pasti kau lelah setelah berjalan seharian," ucap Garcia ketika melihat Joshua yang tampak sangat kelelahan.

"Terima kasih, kalau begitu selamat malam." Joshua lalu menggunakan tangannya sebagai bantalan dan menutupi sebagian wajahnya dengan tas bekalnya.

Setelah beberapa saat, dengkuran halus terdengar. Kai dan Garcia masih terjaga. Keduanya tidak mengatakan apapun.

"Hei," panggil Garcia.

Kai menoleh.

"Daripada hanya diam begini, bagaimana jika kita saling bercerita tentang kehidupan kita? Misalnya, bagaimana kau bisa menjadi seperti sekarang atau apa yang membuatmu bepergian jauh seperti ini, bagaimana?"

"Bilang saja jika kau ingin tahu masa laluku, begitu maksudmu?"

Garcia tertawa kecil. "Ya, anggap saja begitu. Aku penasaran saja, kenapa kau sampai jauh-jauh pergi dari tempat asalmu."

Kai kembali menatap perapian. Dia sejak awal tidak pernah menceritakan tentang asal-usulnya. Lagipula dia tidak mau orang-orang tahu latar belakangnya. Tapi mungkin dia bisa bercerita sedikit.

"Jika kau memang ingin tahu, akan ku ceritakan sedikit." Kai masih menatap perapian di depannya.

"Aku berasal dari salah satu daerah di wilayah Nusantara. Aku di besarkan di sebuah perguruan beladiri oleh seorang master. Tapi, aku hanya mengingat pagi di mana pertama kali aku terbangun di aana. Semua sebelum itu aku tidak tahu dan tidak pernah mengingatnya. Mereka bilang aku di temukan di depan gerbang, entah siapa yang menelantarkanku. Dan jika tentang tujuanku, mungkin kau sudah tahu."

"Jika kau tidak ingat sebelum kau terbangun di perguruan itu, apa kau pernah mencari tahu apa yang sebenarnya terjadi? Maksudku, selain dari apa yang kau dengar dari orang-orang di sana."

Kai menggeleng.

"Aku sudah mencari tahu ke banyak tempat. Itulah salah satu alasanku bepergian jauh. Setelah tidak menemukan apapun, aku kembali ke tujuan awal ku."

Kai menatap Garcia.

"Sekarang, ceritakan tentang dirimu."

Garcia menatap perapian di depannya. Mulai bercerita.

"Sejak kecil aku selalu penasaran tentang dunia luar. Melihat orang-orang dengan bebas bepergian, anak-anak bermain, aku selalu ingin merasakan itu semua."

"Tapi, dengan statusku sebagai putri kerajaan, hal itu mustahil dilakukan. Jangankan untuk pergi ke desa, keluar istana pun mereka akan langsung mencariku. Karena itulah, Rea sering kali membantuku untuk menyelinap keluar."

Raut wajahnya yang semula senang kini berubah muram.

"Tapi suatu hari, ada penjaga yang mengetahui tindakannya. Dia di bawa menghadap Raja dan di keluarkan dari istana. Meskipun aku menangis, memohon agar dia tidak pergi, tapi ayah tetap pada keputusannya. Sejak saat itulah aku memutuskan untuk ikut pada pasukan istana. Meskipun mendapatkan penolakan dari ayah dan kakakku, tapi aku tidak peduli. Sampai akhirnya aku berhasil mendapatkan posisiku sekarang, sebagai komandan pasukan pengintai."

Kai memperhatikan wajah Garcia yang bersinar karena nyala api. Gadis yang sebelumnya mati-matian ingin menangkapnya, kini mereka dengan tenang saling menceritakan tentang kehidupan masing-masing.

Kai tertawa kecil, membuat Garcia menoleh kearahnya.

"Apa yang lucu?"

"Kita memiliki sisi yang berbeda. Aku mencari tahu kemana-mana tentang asal-usul ku, berusaha menemukan tempat pulang yang sebenarnya. Sedangkan kau, yang sudah punya segalanya sejak awal justru ingin pergi. Lucu saja membayangkan jika kita berdebat untuk mempertahankan keinginan dan nasib masing-masing."

Garcia terdiam sebentar, lalu ikut tertawa. Apa yang Kai ucapkan ada benarnya.

"Kau tidurlah duluan. Aku akan berjaga." Kai berdiri dan meninggalkan Garcia yang menatapnya.

"Aku akan menunggu. Lagipula aku tidak mengantuk."

•••

Di saat yang bersamaan, di pantai laut bagian timur.

Setelah hampir 24 jam duduk di depan laut, kucing berbulu kelabu itu kembali berdiri. Dari dalam laut, muncul banyak sosok dengan kulit ikan yang membawa tombak dari batu karang. Di tengah-tengahnya muncul makhluk berkulit biru gelap yang sebelumnya menyelam. Kulitnya yang sebelumnya seperti kulit biasa, kini memiliki lapisan sisik dan berlendir seperti ikan. Wajahnya juga lebih mirip binatang laut, di tandai dengan tentakel kecil di kedua sisi mulutnya.

"Mereka akan segera sampai. Pergi semuanya!"

Makhluk-makhluk berkulit ikan itu serempak melolong sambil mengangkat tombaknya. Si kucing hanya menatap diam dengan mata bundarnya yang berwarna biru.

To be continued...

Sang ManusiaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang