Happy reading
.
.
.Istana Frigus
Lorong menuju ruangan bawah tanah yang biasanya lenggang, kini terdengar suara langkah kaki. Sang Ratu, di temani oleh seorang murid kepercayaannya, serta tongkat kayu dengan kristal berwarna putih yang melayang di sampingnya menyusuri lorong itu. Tiba di ujung lorong, dua orang penjaga membukakan pintu untuk keduanya dan ikut masuk ke dalam ruangan. Di dalam ruangan yang hanya di terangi dua buah obor di dinding, tiga orang tampak tak sadarkan diri dengan kedua tangan yang terikat rantai di belakang tubuhnya. Salah satu dari mereka tampak memiliki luka yang lebih banyak dari dua lainnya.
"Apa yang kau lakukan? Aku hanya memintamu untuk menangkapnya saja, bukan memperlakukan mereka seperti hewan." Sang Ratu melotot ke arah muridnya.
"Maaf, Yang Mulia, tapi tidak mudah untuk menangkap mereka. Yang satu itu bahkan butuh tiga kali untuk membuatnya benar-benar diam." Muridnya menjawab sambil menunjuk Kai.
Sang Ratu lalu menoleh pada dua penjaga yang ada di depan pintu.
"Kalian berdua, lepaskan mereka. Lalu bawa semua barang mereka yang kalian bawa," titah Sang Ratu.
Kedua penjaga itu mengangguk. Satu orang maju untuk melepaskan ikatannya dan satu lagi pergi untuk mengambil semua barang milik tawanan mereka. Setelah terlepas, penjaga itu kembali ke posisinya. Sang Ratu maju selangkah, tongkat yang melayang di sisinya sudah berada di genggamannya. Dia merapalkan mantra dengan suara pelan, lalu kristal di ujung tongkat itu bersinar kecil. Setelah cahayanya meredup, tiga orang yang terduduk itu mulai sadar. Kai yang pertama membuka mata. Melihat orang asing di hadapannya, dia langsung bangkit dan melayangkan pukulannya. Sang Ratu menghindar, dia mundur dua langkah.
"Yang Mulia, waspada!" Penjaga di belakang sontak maju dan menghunuskan tombaknya begitu melihat Kai menyerang pemimpinnya.
"Diam dan jangan melawan!" Penjaga itu memperingatkan Kai yang sudah dalam posisi siaga.
"Kau tidak berhak mengaturku." Kai tidak menanggapi.
Mendengar jawaban lawannya, penjaga itu maju sambil mengarahkan tombaknya lurus ke arah Kai. Kai menggeser kaki kanannya ke belakang, kedua tangannya menangkap bagian tengah tombak dan menariknya ke belakang. Penjaga berusaha menarik kembali tombaknya dan Kai mendorongnya maju membuat ujung lainnya menusuk perut penjaga. Setelah pegangan penjaga pada tombaknya melemah, Kai menariknya kembali dan dengan ujung tumpulnya dia memukul punggung penjaga sampai tumbang. Selesai dengan masalah kecilnya dan mendapatkan senjata, Kai mengarahkannya pada Ratu yang masih diam memperhatikan.
"Yang Mulia, biarkan hamba–"
"Tetaplah di tempatmu."
Kai menerjang maju. Tombaknya lurus menghunus ke arah Ratu. Tiba-tiba, gerakannya terhenti. Seluruh tubuhnya kaku, dia tidak bisa mengerjakannya. Kai terkekeh kecil, dia tahu apa yang terjadi.
"Ternyata begitu. Kemampuanmu sama seperti wanita itu, hanya aja sudah berada di tingkat yang berbeda," ucap Kai sambil menatap wajah Ratu.
Ratu menggerakkan tangannya, bersamaan dengan Kai yang tiba-tiba melemparkan tombak penjaga. Ratu kembali menggerakkan tangannya ke bawah, begitu juga dengan Kai yang langsung jatuh berlutut. Kedua tangannya terpelintir ke belakang, pergerakannya terkunci, Kai benar-benar tidak bisa berkutik.
"Tehnik yang merepotkan." Kai mendongak untuk menatap wajah Ratu lagi, "Tapi itu hanya bagian kecil dari kekuatanmu, benar?"
Ratu kembali mengangkat tangannya, kini tombak yang terlempar kembali melesat dan tergenggam sempurna di tangannya. Dia mengarahkannya ke arah leher Kai, mengangkat dagunya dengan ujung tajam tombak.
"Kau memang butuh di tenangkan. Sepertinya aku menilaimu terlalu cepat." Ratu menggerakkan ujung tombak itu di sekitar leher dan pelipis Kai yang tidak bisa bergerak.
"Kai!"
Ratu menoleh, Garcia sudah sadar dan menatap terkejut ke arahnya.
"Kalian sudah sadar rupanya." Ratu menyerahkan tombaknya pada penjaga yang sudah kembali berdiri.
Tak lama kemudian, satu penjaga yang pergi untuk membawa peralatan mereka sudah kembali. Di temani satu orang lagi, keduanya meletakkan barang-barang itu di salah satu sudut.
"Terimakasih sudah membawanya. Sekarang kembali ke tugas kalian sebelumnya. Tugas kalian di sini sudah selesai," perintah Ratu yang langsung di laksanakan ketiga penjaga itu.
"Sudah, kan? Bisa kau melepaskan aku?" Tanya Kai yang mulai merasa pegal di posisinya.
"Dasar tidak sopan! Bisa-bisanya kau berbicara seperti itu pada pemimpin kerajaan!" Murid Ratu membentak Kai yang berbicara santai.
Ratu menatap Kai sejenak, lalu melepaskan belenggunya hanya dengan menggerakkan tangannya sekilas. Kai melemaskan dan menggerak-gerakkan kedua bahunya yang terasa pegal. Dia bangkit berdiri lalu mengambil segala peralatannya.
"Hei kau! Apa yang akan kau lakukan?" Murid Ratu kembali bertanya padanya.
"Apa lagi? Pergi dari sini tentu saja," jawab Kai acuh, dia juga menyerahkan perlengkapan Garcia dan Joshua.
"Kalian pikir kalian mau pergi kemana? Kalian—"
"Biar ku tebak, kau akan mengembalikan ku ke Calidum, benar? Itulah permintaan Arthur padamu, kan?" Kai tidak menanggapi murid Ratu.
"Benar, itu adalah permintaan Arthur padaku. Tapi tidak, aku tidak akan membawa kalian padanya," jawab Ratu.
"Apa?! Yang Mulia, apa maksudnya itu? Orang-orang ini adalah buronan dan gadis itu adalah Putri Raja, kita bisa dalam masalah jika tidak segera menyelesaikan masalah ini." Muridnya menentang keputusan Ratunya.
"Tenanglah, aku tidak berniat melepaskan mereka begitu saja.nJustru aku mau membantu mereka untuk menyelesaikan tujuannya datang ke kerajaan kita." Ratu menoleh pada Kai. "Lareen yang mengirim mu ke sini, bukan?"
"Kau mengenalnya?"
"Tentu saja. Dia dulu adalah penasihat kerajaan ini. Dari sejak ibuku memerintah sampai tahta itu turun padaku. Tapi, ada satu kejadian yang membuatnya harus meninggalkan kerajaan," ujar Sang Ratu menjelaskan.
"Sebelumnya, perkenalan, aku adalah Ratu di kerajaan Frigus, Bevolie, dan ini adalah murid kepercayaan ku, Arisa."
Arisa yang berdiri di belakang Ratu Bevolie membungkuk sekilas, meskipun dia enggan melakukannya.
"Jadi, dia adalah Ratu Penyihir?" Joshua berbisik pada Garcia di sebelahnya.
"Kau pasti Garcia, putri dari Arthur, benar?" Tanya Ratu Bevolie.
Garcia mengangguk.
"Lalu, bagaimana kau tahu Lareen yang meminta kami datang?" Kai bertanya lagi.
"Jaga sopan santun mu! Kau sedang berbicara dengan penguasa tertinggi di kerajaan ini, Ratu Bevolie, harusnya kau bertekuk lutut sambil menunduk jika berbicara padanya!" Bentak Arisa sambil menunjuk-nunjuk Kai.
"Jika kau tidak bisa memberikan jawaban, sebaiknya kau diam. Aku tidak berbicara pada petarung lemah sepertimu." Kai yang kesal mengejeknya tentang hasil pertarungan mereka tadi.
"Apa kau bilang?!"
"Arisa, tenanglah. Mereka adalah kiriman dari Lareen, seharusnya kau menghormati mereka sebagai tamu," ucap Ratu Bevolie menasehati muridnya itu.
"Sebaiknya kita keluar sekarang. Kalian datang untuk pergi ke perpustakaan istana, bukan? Mari akan ku antar kalian."
"Yang Mulia, biarkan hamba yang—"
"Tidak, Arisa, Lareen memintaku untuk mengantar mereka langsung. Kau juga ikut, ada banyak hal yang bisa kau pelajari."
To be continued...
KAMU SEDANG MEMBACA
Sang Manusia
Fantasy~story 1~ . . . . 15+ "Pejuang, petarung, atau apapun itu. Semuanya hidup hanya untuk satu tujuan, yaitu kekuatan. Mereka berusaha mati-matian mencari kekuatan itu, seperti mereka akan mati besok." Di dunia ini, siapa yang kuat dia yang berkuasa. Ka...