CHAPTER 30|ILUSI

11 3 0
                                    


Happy reading
.
.
.

Joshua melabuhkan perahu mereka di sisi batu besar dan mengikatkan tali pada batu yang lebih kecil. Kai sudah melompat lebih dulu dan berjalan ke depan sambil memperhatikan sekeliling. Mereka berjalan melewati sebuah gua kecil yang terus memanjang ke dalam pulau. Gua itu tampaknya terbentuk secara alami, karena setiap sisi dan langit-langitnya terbuat dari bebatuan kasar dan tidak beraturan.

Tiba di ujung gua, mereka di hadapkan dengan hutan dan lembah yang cukup lebat. Udara di sana terasa berbeda, Garcia beberapa kali menarik napas panjang karena merasa tidak nyaman. Apa yang mereka pijak juga bukan tanah, tapi bebatuan keras yang di tumbuhi rerumputan liar.

"Aku masih tidak percaya jika tempat ini memang tempurung kura-kura raksasa. Maksudku, bagaimana bisa ada hutan sebesar ini tumbuh di punggung makhluk hidup?" Garcia bertanya, memecah keheningan.

"Aku juga tidak mengerti. Tempurung kura-kura adalah bagian tubuh langsung dari kura-kura itu sendiri. Kecuali jika apa yang kita pijak ini adalah bebatuan asli, bukan bagian tempurung," jawab Kai.

"Kau terdengar seperti seseorang yang pintar, bagaimana kau tahu hal seperti itu?" Garcia menoleh ke arah Kai dengan alis terangkat.

Kai mengangkat bahunya. "Sebagai putri kerajaan harusnya kau lebih tahu tentang hal itu, bukan?"


Garcia mendengus. "Maksudku, bagaimana kau bisa mengetahuinya? Bukankah selama ini kau hanya berkelana untuk mencari informasi apapun tentang pulau ini?" Tanya Garcia lebih jelas.

"Aku mencari informasi bukan hanya pada orang-orang atau tempat-tempat tak tersentuh, tapi juga perpustakaan. Aku sudah pernah datang ke lima kerajaan besar, mengunjungi perpustakaan mereka—termasuk perpustakaan istana penyihir kemarin untuk pertama kalinya—jadi aku mendapat lebih banyak informasi dari yang dibutuhkan," jawab Kai.

"Itu artinya, kau sudah pernah mengunjungi seluruh benua? Termasuk kerajaan Elf yang katanya tersembunyi itu?" Kini Joshua yang bertanya.

"Begitulah. Tidak mudah masuk ke tempat itu. Aku butuh waktu beberapa hari untuk mencari cara agar bisa masuk dengan aman."

Joshua dan Garcia mengangguk. Pasti menyenangkan bisa bepergian kemanapun yang kita suka, pikir mereka. Ketiganya terus menyusuri 'hutan' itu. Keadaan sangat sunyi, hampir tidak terdengar apapun—bahkan angin pun tidak berhembus sama sekali. Satu jam berjalan, mereka mulai merasa ada sesuatu yang salah. Kai yang pertama menyadari keanehan itu. Sebelumnya dia sempat menjatuhkan pisaunya di suatu tempat. Dan sudah tiga kali dia melihat pisau itu di tempat sama.

Kini, dia kembali lagi melihat pisau itu untuk keempat kalinya. Kai berhenti, membuat Joshua dan Garcia ikut berhenti di belakangnya.

"Ada apa?"

Kai membungkuk untuk mengambil pisaunya dan menunjukkannya pada Garcia dan Joshua.

"Kita hanya berputar di tempat yang sama."

"Tunggu, apa maksudmu? Sejak tadi kita hanya berputar-putar saja?"

Kai mengangguk. Dia memperhatikan sekeliling dan baru menyadari sesuatu. Kai berjalan ke salah satu pohon, lalu menancapkan pisaunya dengan tangan kirinya yang tidak terluka. Terdengar suara seperti air yang menetes, sekaligus dengan keadaan sekitar yang berubah. Bukan lagi hutan dengan pohon lebat, tempat itu berubah menjadi tanah lapang yang gersang dengan tanah keras di bawah mereka yang retak dan bebatuan yang menjulang di beberapa titik. Pisau juga menancap di batu, bukan pohon.

Sang ManusiaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang