episode 30

863 95 4
                                    

Di kelas

Hari ini adalah hari terburuk bagi semua murid di kelas kami.

"Baiklah anak-anak madesu, hari ini kita ujian tematik" kata pak Eko, sembari membanting buku ke meja, meminta perhatian dari anak anak murid nya.

Yup! Hari ini adalah ujian tematik, pelajaran yang paling di benci oleh rata-rata siswa di kelas.

Bahkan beberapa siswa ada yang pasrah dengan ujian ini. termasuk Amu, dan Upi yang hanya bisa pasrah dengan keadaan karena tidak mempersiapkan diri.

Tak terkecuali M/n yang malah menganggap remeh ujian  ini, dan malah asik memainkan HP-nya tidak peduli dengan ujian.

M/n terdiam di bangkunya, pandangan nya berfokus pada layar handphone nya. Sampai ia melirik kearah Amu, dan Upi yang sudah sangat tertekan.

M/n menatap datar kedua gadis itu, lalu menyipitkan matanya.

"Wajah kalian bisa tolong di kondisikan ga" Ucap M/n datar, menatap Amu dan Upi yang sedang merenung di meja mereka.

M/n kemudian mengalihkan perhatian nya, pada pak Eko yang tengah berbicara.

"Saya kasih waktu 1 setengah jam buat persiapan, Kiki tolong bantu saya buat nge-print kertas ujiannya" ucap Pak Eko.

"Ya pa" sahut Kiki, langsung bangkit dari kursinya setelah mendengar perintah dari pak Eko.

Namun sebelum ia pergi, Kiki sempat menatap M/n yang tengah sibuk bermain Handphone nya, karena kebetulan bangku  M/n tepat di belakang nya.

"Hm?, Kamu gak belajar mau ku bantu?" Tanya Kiki, mencondongkan tubuhnya kearah M/n.

M/n sedikit terkejut karena pertanyaan Kiki yang tiba-tiba, namun pemuda itu segera menggeleng dan menjawab.

"Nggak ah, malas... lagipula aku dah pintar. Ngapain belajar? Buang-buang waktu aja" jawab M/n, dengan raut wajah sombong dan percaya diri, Itu memang faktanya.

Kiki terkekeh kecil mendengar pernyataan M/n.

"Udah sana buruan, ntar pak Eko nungguin lagi" usir M/n pada Kiki, masih fokus dengan ponselnya.

Kiki kemudian pergi sesuai permintaan M/n, namun ia malah berhenti di meja Amu lalu  mencoba merayu Amu.

M/n menatap datar pemandangan itu, kemudian memutuskan untuk tidak mempedulikannya, dan kembali fokus bermain game di handphone nya.

Setelah beberapa saat...

M/n bosen, dan kemudian ia melihat Amu tengah minta di ajarkan oleh qoqom, salah satu siswi di kelas mereka.

"Ceu qoqom, bisa ajarin aku gak?" Tanya Amu dengan wajah memelas.

"Boleh kok, mana yang gak kamu ngerti?" Tanya qoqom, Menatap Amu dengan wajah riangnya.

"Semuanya" jawab Amu, benar-benar pasrah dengan keadaan.

"Tadi di ajarin Kiki kok gak mau?" Tanya qoqom penasaran.

"Malu ah, nanti kelihatan begonya. Gak nyaman juga" jawab Amu.

Karena penasaran, M/n mencoba menghampiri  kedua gadis itu.

"Kalian ngapain?" Tanya M/n berdiri di samping mereka.

"Kami sedang belajar bersama, M/n mau ikut belajar juga?" Tanya qoqom menatap M/n dengan senyuman.

M/n nampak berpikir sebelum mengangguk, padahal niatan awalnya gak mau belajar. Namun nyatanya tetap belajar juga.

M/n kemudian mengambil bangkunya, dan duduk bersama mereka untuk belajar bersama. Namun M/n lebih banyak mengajari Amu, dari pada belajar.

"Eits..bukan kayak gini, kamu salah jumlahin bilangnya nya Amu, harusnya kek gini" ucap M/n mengajari Amu dengan penuh kesabaran, dan penekanan.

"Aaaah pusing!" Rengek Amu, mendengar penjelasan dari M/n.

"Kalo kayak gini kapan kamu bisanya?" Tanya M/n menghela nafas, ternyata ngajarin Amu lebih susah dari  pada ngajarin anak TK yang baru belajar berhitung.
.
.
.

Saat mereka bertiga tengah belajar bersama, tiba-tiba datang Upi yang menggangu mereka.

"Amu, kok kamu belajar sih?, Percuma, mending pasrah aja, biar aku ada temennya" tanya Upi yang menoleh kearah Amu, sembari memegang kepala gadis pendek itu.

"CK berisik, seenggaknya aku ada usaha" kata Amu kesal, mendengar perkataan Upi yang seperti meremehkannya.

"Upi ikut belajar yuk!" Ajak Qoqom yang tidak di dengar oleh Upi.

"Ngapain usaha kalau ujungnya gagal? Kamu gak sadar apa yang tiap kali kita usaha hasilnya nihil!, Kita di takdirkan gagal di ujian ini, jadi gak usah berusaha!. Belajar tidak perlu! Rebahan nomor satu! " Teriak Upi menunjuk pada Amu.

"Pala bapak kau! Tau apa kamu soal takdir? Emangnya kamu tuhan?!. Temen durhaka kalau mau gagal, gagal aja sendiri! Ga usah aja-ajak aku!" Teriak Amu, menunjuk balik pada  Upi.

"Biasa aja dong! Gak usah ngegas!"

"Aku bisa kok, situ aja yang ngegas!"

Sementara itu..

M/n terus menatap datar pertengkaran yang dilakukan oleh Amu dan Upi, Tanpa di sadari raut wajahnya menunjukkan wajah kesal.

Krakk!

M/n mencengkram pulpennya dengan erat hingga mematahkannya, hal ini langsung membuat Amu dan Upi menoleh kearahnya.

'oh sial!' Batin Amu dan Upi panik, melihat M/n yang memasuki mode kemarahan nya.

Ingat M/n akan menjadi sangat Emosional dengan hal-hal yang berhubungan dengan yang namanya belajar.

"Berisik" gumam M/n menatap tajam Amu dan Upi.

Toro yang melihat kejadian itu langsung datang menghampiri mereka, dan segera menghentikan perdebatan itu, sekaligus menenangkan M/n yang hendak mengamuk.

"Udah jangan berteman, kasian yang Lain pada mau belajar" kata Toro menghentikan mereka, sembari memukul wajah Upi dengan buku yang ia pegang.

Sementara itu Toro tengah membiarkan M/n mengigit-gigit tangan kanannya, sebagai pelampiasan rasa kesalnya. (Jadi mirip kek kucing yang suka gigit kalo sedang kesal (⁠・⁠∀⁠・⁠))
.
.
.

Pada akhirnya mereka pada belajar juga.
.
.
.
.

'tumben kelas sepi' Batin Sho menatap kelas yang hening, Baru datang soalnya.
.
.
.
.

"Itu kenapa M/n gigit tin tangan mu?" Tanya Sho menatap Toro.

"Biar gak jadi kucing garong " jawab Toro tenang.

"Hisss!" Desis M/n kesal.

TBC

Kalo gaje atau ada typo sorry, karena gak gampang buat mikir alur biar sesuai dengan cerita aslinya.

Ehe author sengaja buat sifat M/n mirip kucing, soalnya lucu.

Kucing oyen semua orang, hehe

Jangan lupa vote nya (⁠ ⁠ꈍ⁠ᴗ⁠ꈍ⁠)


WEE x Male Reader Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang