Setelah berpisah dengan Rayhan, pikiranku menjadi tidak tenang. Semua pembicaran kami terus terngiang hingga membuatku rasanya sakit kepala. Pengakuan-pengakuannya pun membuatku was-was, takut dan gelisah karena kemungkinan yang akan terjadi di masa depan. Dia bisa saja langsung bergerak saat yakin dengan perasaannya, lalu menjadi saingan beratku yang selama ini sudah berusaha mati-matian.
Aku berbicara seperti ini bukan karena kehilangan kepercyaan diri. Tentu aku tetap merasa percaya diri dengan kelebihan-kelebihan yang aku punya selama ini. Namun aku juga tidak denial bahwa Rayhan memiliki beberapa kelebihan sebagai seorang laki-laki. Dia cukup pintar, dan juga tampan. Meski tak setampan aku, setidaknya dia tidak punya riwayat hubungan yang buruk dengan Lala. Dalam tahap ini dia satu tingkat lebih unggul dariku, dan itu cukup menjadi rambu-rambu peringatan bagi diriku.
Apalagi setelah aku mencoba mencari tahu lebih dalam, ternyata dia cukup friendly sehingga memiliki banyak teman. Dia mudah bergaul dan menyesuaiakan diri, jadi aku takut bahwa dia akan dengan mudah membuat Lala merasa nyaman di dekatnya.
"Gar, galau gue!" Dengan sisa-sisa tenaga, aku mengungkapkan perasaanku pada Gara. Aku sudah tak mampu menahannya sendiri, sebab semua tentang Lala selalu bisa membuatku seperti orang lain. Aku butuh advise darinya supaya tau apa yang harus lakukan untuk mengantisipasi calon bencana ini.
Gara yang sedang bermain game di ponselnya mendongak, lalu kembali fokus ke layar yang ada di hadapannya. "Kenapa lagi?" tanyanya acuh tak acuh. Pasti tidak menganggap serius perkataanku karena dia tidak menunjukkan perhatian sama sekali. Justru kembali sibuk dengan permainannya, meski aku sudah mengatakan perasaanku dengan gamblang.
Melihat respon darinya, aku menghela napas lelah. Namun begitu, aku memilih untuk berjalan semakin masuk ke dalam kamarnya. Aku yang tadinya hanya akan berdiri di pintu, memutuskan untuk memasuki kamarnya dan merebahkan diri, lalu menatap langit-langit kamar. "Gue kayaknya punya saingan." Kembali aku teringat dengan percakapanku dan Rayhan. Dia yang terlihat salah tingkah ketika kami membicarakan Kalana, dia yang mengatakan ingin memastikan perasaannya padanya, juga dia yang dengan yakin mengatakan ingin berjuang jika dia sadar bahwa dia benar-benar menyukai perempuan itu kembali memenuhi otakku seperti tadi.
"Saingan apaan?" dia benar-benar tidak mencerminkan sahabat sejati. Aku yang sedang galau brutal bahkan tak dipedulikannya, dan dia justru terus fokus dengan permainan yang bahkan telah dimainkannya setiap hari itu.
"Saingan buat dapetin Lala." Jawabku. Memberikan kesan serius pada nada suara yang aku tunjukkan agar dia paham bahwa kali ini aku sedang mengalami masalah yang tidak sepele.
"Lo tau Ray gak?" melihat dia menoleh dan memerhatikanku, aku langsung melanjutkan omongan. Sepertinya dia sudah paham, jadi aku sekalian memulai cerita dengan menyebutkan sosok Rayhan.
Gara menghentikan permainan. Sepertinya cara bicaraku terbukti membuatnya sadar, lalu penasaran dengan kelanjutan kisah cintaku yang selalu dirasanya itu cukup menarik. "Ray bawahnya kita itu kan?" tanyanya. Dia sempat diam beberapa saat, sepertinya untuk mengingat sosok yang aku sebutkan sebelumnya.
"Hm," jawabku singkat. Mendengar namanya saja rasanya sudah kesal, padahal aku sendiri yang menyebut namanya lebih dulu.
"Kata siapa dia suka Lala?" tanyanya. Selama ini mereka memang tidak terlihat dekat, jadi sangat wajar kenapa dia bertanya seperti itu. Saat pertama kali mendengarnya pun aku sendiri kaget, sebab aku tak pernah melihat mereka berinteraksi secara intens. Bahkan aku jarang melihat mereka berdua berbicara saat sama-sama sedang duduk bersebelahan di ruang sekretariat.
"Gue kemarin nemenin dia ngurus proposal buat acara capture kan? terus pas baliknya kita sempet ngobrol." Gara-gara obrolanku dan Ray itu, seharian mood ku menjadi jelek. Aku malas berinteraksi dengan orang, padahal sebelumnya sudah ada janji nongkrong.
KAMU SEDANG MEMBACA
Senior
Roman pour Adolescents"I have crush on you, La!" Aku mengernyit heran. "Maksudnya?" Bukannya tidak faham dengan arti kalimat yang barusan di dilontarkannya, melainkan aku menolak untuk percaya jika apa yang dikatakannya barusan berarti sama dengan arti kalimat yang di ut...