[1] PROLOG; Senja Kalana

139 12 2
                                    

Di sebuah kelas yang terletak di sudut gedung tertua di kampus, cahaya sore menyelinap lembut melalui jendela kaca yang sudah sedikit pudar warnanya, menari-nari di atas meja kayu dan lantai yang menampung riwayat ribuan langkah. Sisa-sisa suara gaduh mahasiswa perlahan mereda. Di antara bangku-bangku yang sudah kosong, satu demi satu mahasiswa mulai meninggalkan ruangan. Namun, ada sekelompok kecil yang masih tertinggal, duduk melingkar, tenggelam dalam diskusi yang penuh gelak tawa.

Jingga, dengan antusiasmenya yang khas, memecah keheningan. "Kala, lo kan asli sunda, ya? Bisa nggak ajarin kita bahasa sunda? Ajarin yang dasar-dasar aja"

Kala, terkejut namun tersenyum, menanggapi, "Serius nih? Yakin mau belajar?"

Seorang teman, yang tampak penasaran, menambahkan, "Iya dong, Kala. Kan selain bisa jadi skill baru, seru juga kalau kita bisa ngobrol pake bahasa sunda. Apalagi kalau ada yang nggak ngerti, bisa jadi kode rahasia kita," ujarnya sambil tertawa kecil.

"Setuju!" ucap mereka mengompori Kala saat itu.

Kala, yang mulai terbawa suasana, mulai menjelaskan dengan sabar, "Oke, oke, kita mulai dari yang paling dasar ya. 'Terimakasih' dalam bahasa Sunda itu 'Hatur Nuhun'."

Satu per satu, mereka mencoba mengucapkan dengan berbagai nada yang membuat ruangan dipenuhi tawa.

Salah satu temannya di sana -Dito, dengan mata berbinar, berkata, "Ini seru banget, Kala. Lo guru yang baik, tahu nggak?"

Kala hanya tersenyum. "Kalau kalian senang, aku juga ikut senang."

"Kal, gue tau satu kata bahasa sunda" ucap Jingga, yang mengambil atensi teman-temannya, juga Kala di sana.

"Anyinggg" ucapnya.

plak.

Pada saat itu juga satu pukulan mendarat di kepala Jingga. Bukan, bukan Kala yang memukul Jingga melainkan Gewa, salah satu teman dekat Jingga.

"Tolol tau-tauan bahasa sunda begitu anying." Jingga menatap sinis Gewa sambil meringis kesakitan. Sedangkan teman-temannya yang lain tertawa terbahak-bahak melihat pertengkaran kecil itu.

Sore itu, di kelas yang sudah mulai dipenuhi bayang-bayang senja, sebuah perjalanan baru akan dimulai. Kisah tentang persahabatan, kerja keras, dan pencarian makna di balik setiap pelajaran yang akan datang. Dan sembari matahari perlahan terbenam, memberikan langit senja yang indah sebagai latar belakang, kelas itu tidak hanya menjadi tempat belajar, namun juga menjadi saksi bisu lahirnya ikatan dan kenangan yang akan bertahan lama di kemudian hari.

Di sinilah awal cerita mereka dimulai, di sebuah sore yang hangat, di kelas yang sunyi, saat senja mulai menyapa. Cerita tentang mereka, dan semua yang akan mereka lalui bersama, baru saja dimulai.

SWASTAMITATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang