[18] Alasan

47 13 0
                                    

Di tengah perjalanan cinta mereka, Jingga dan Kalana kini berada di fase yang sering diibaratkan sebagai kupu-kupu, di mana setiap momen terasa seperti petualangan penuh warna dan keindahan. Bersama, mereka sering berjalan di taman-taman yang dipenuhi bunga mekar, di mana angin berbisik lembut dan membawa aroma kebahagiaan. Setiap tawa yang mereka bagi, setiap tatapan penuh arti, menjadi butiran permata yang menghiasi hari-hari mereka.

"Besok kamu ada acara gak?" tanya Jingga, suaranya lembut dengan nada penuh harap.

Kalana terdiam sejenak, berusaha mengingat schedule-nya yang sering kali penuh dengan tugas dan kegiatan kampus. "Nggak sih kayaknya, kenapa?" jawabnya, dengan nada penasaran.

Jingga tersenyum, genggamannya pada jemari Kalana semakin erat. "Besok mama ke sini," ucapnya pelan, matanya menatap lurus ke dalam mata Kalana yang indah.

"Terus?" Kalana menatap balik, kebingungan namun dengan rasa penasaran yang perlahan tumbuh.

"Yaa.. mau ketemu kamu lah dodol," jawab Jingga sambil terkekeh, mencoba meredakan ketegangan kecil yang muncul di antara mereka.

Kalana tersipu, pipinya merona merah muda, menciptakan pemandangan yang sangat manis di bawah sinar matahari sore yang lembut. "Oh... jadi kamu serius nih?"

"Mau sekalian ke rumah aku gak? temuin keluarga kita" goda Kalana, dengan suara yang sedikit bergetar, antara cemas dan bersemangat.

Jingga salah tingkah, dia mengusap tengkuk lehernya yang tak terasa gatal.

"Ayo deh, mau adat apa?" godanya balik, yang membuat Kalana refleks memeluk lelaki dihadapannya kini. Dia malu.

"Ih.. siapa yang mulai siapa yang salting?" ucap Jingga, berusaha melepas pelukan Kalana untuk melihat wajah gadisnya. Gadis itu menutupi wajahnya.

"Besok aku jemput ya, sayang"

Hari yang mereka tunggu pun tiba. Jingga menjemput Kalana di kosnya, membawa buket bunga yang ia tahu pasti akan disukai oleh ibunya. Kalana, yang mengenakan dress sederhana namun anggun, tampak begitu cantik dan penuh percaya diri.

Di kosan Jingga, suasana penuh kehangatan menyelimuti ruangan. Ibu Jingga telah mempersiapkan makanan kesukaan anaknya dengan penuh cinta, menunggu momen indah untuk menyambut mereka.

"Ma.." panggil Jingga lembut, saat membuka pintu kamar. "Ini Kalana."

"Halo, Tante," sapa Kalana dengan senyum manis saat melihat sosok ibu dari kekasihnya. Ibu Jingga menyambutnya dengan pelukan hangat.

"Ya ampun... cantik sekali," puji Ibu Jingga, membuat Kalana tersipu malu.

"Jingga suka cerita tentang kamu, ternyata kamu memang secantik itu ya," tambahnya.

"Terima-" Kalana baru akan berterima kasih, namun Jingga segera memotong ucapannya.

"Kan udah Jingga bilang, Ma. Kalana lebih cantik aslinya," katanya sambil mengunyah potongan pempek ㅡmakanan kesukaannya.

"Kamu tuh, ditelen dulu makanannya," omel Kalana, saat melihat kekasihnya berbicara sambil makan.

"Gapapa sayang, jangan terlalu khawatir gitu," sahut Jingga dengan senyum jahil.

Sepertinya, romansa anak muda ini membuat Ibu Jingga merasa seperti nyamuk yang hanya bisa memperhatikan.

Tak lama, Jingga tersedak kuah cuko dari pempek yang ia makan. Kedua wanita di hadapannya hanya memelototinya, seakan berkata, "kan... sudah dibilang".

Jingga terkekeh dan segera berlari ke dapur mencari air untuk meredakan pedas di tenggorokannya.

"Kamu sudah lama sama Jingga, nak?" tanya Ibu Jingga, mengalihkan perhatian mereka.

SWASTAMITATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang