"Bagi rokoknya, sih,"
"Dih bangke, modal lah,"
Pagi hari yang cerah menyapa koridor kelas dengan sinar matahari yang lembut. Jingga duduk bersama teman-temannya di sudut koridor. Bukan hanya mereka, salah satu dosen yang dikenal cukup humble pun turut serta di sana, masing-masing dari mereka menghisap sebatang rokok. Asap tipis menari-nari melingkari kumpulan, menambah aroma pagi yang segar.
"Pak Anton, rokok pak?" tawar Rama, sembari menyodorkan sebungkus rokok di tangannya.
"Sogokan itu, pak, biar dapet nilai A," ucap Gewa, yang tak dihiraukan oleh Rama.
Di antara candaan dan obrolan ringan, dari kejauhan Jingga melihat Nesra dan Megumi sedang berjalan. Mereka hanya berjalan berdua saja, mendekat ke arah koridor kelas. Jingga memperhatikan gerak-gerik kedua gadis itu, Nesra dan Megumi, yang tampak sibuk berbicara tentang sesuatu. Ia merasa ada yang kurang, sosok yang biasanya hadir di pagi yang cerah seperti ini. Sosok Kalana belum terlihat sama sekali.
Jingga menghentikan langkah Nesra dan Megumi, menarik salah satu tangan mereka. Dengan hati yang agak resah, ia bertanya, "Kala mana?" tanyanya dengan nada cemas.
Nesra dan Megumi menggelengkan kepala, tampak sedikit bingung dengan pertanyaan Jingga. Mereka juga menyadari absennya Kalana dari kelas pagi yang biasanya selalu ia hadiri.
"Lah kan lo yang kemarin sama dia sampe malem," ucap megumi heran.
"Abis pulang, dia gak ngerespon chat sama sekali," lanjut Jingga, dengan ekspresi khawatir yang terpancar di wajahnya.
Terdengar decak heran dari kedua teman Kalana. Mereka berdua sama-sama merasa aneh dengan ketidakhadiran gadis itu. Bukankah semalam Kalana memberitahu mereka bahwa dia bahagia? kenapa dia menghilang setelah itu?
Nesra dan Megumi mencoba menghubungi temannya tersebut, harap-harap gadis itu meresponnya.
“Mungkin dia lagi gak enak badan atau ada sesuatu yang urgent,” gumam Nesra, mencoba menenangkan Jingga dan Megumi yang tengah berkutik dengan handphone mereka.
Jingga mengangguk pelan, namun kekhawatirannya tidak hilang begitu saja. Ia tetap merasa ada yang tidak beres dengan absennya Kalana pagi itu, dan hanya berharap bahwa gadis itu baik-baik saja.
Siang harinya, pada saat mata kuliah kedua dimulai, Kalana datang ke kampus. Gadis itu berpenampilan sangat sederhana, hanya mengenakan hoodie dan celana panjang. Kalana berjalan sambil memasang earphone di telinganya, berusaha menenggelamkan dirinya pada satu suara saja. Alunan irama lagu yang tak akan mengganggu isi pikirannya yang kacau.
Melihat keberadaan gadis yang ia cari sejak pagi tadi, tentu saja membuat Jingga menatapnya. Tapi tatapannya terhenti pada beberapa hal. Tangannya ditempeli banyak plester, dan matanya terlihat sembab.
Kalana duduk di bangku kosong, di pojok kelas. Duduk berseberangan dengan teman-temannya. Megumi mendekati Kala, "Gue kira lo gak akan masuk hari ini," ucapnya. Kala melirik ke arah Megumi, namun tak menjawab ucapannya sama sekali. Sementara itu, Nesra turut membuntuti Megumi, ia juga melangkahkan kakinya mendekat ke kursi Kalana.
God, kayaknya dia lagi berantakan, batin Nesra saat melihat keadaan Kalana.
Jingga menatap Kalana dari kejauhan, memikirkan apa yang tengah terjadi kepada gadisnya. Padahal semalam rasanya ia baik-baik saja, tak ada raut sedih ataupun luka di tubuh gadis itu.
Menit berlalu, dan jam pun mengarah pukul 4 sore. Suasana kelas mulai riuh, para mahasiswa mengemas buku-buku dan jurnal ke dalam tas masing-masing. Sementara itu, hanya ada satu orang yang belum merapikan peralatannya, dia meninggalkan barang-barangnya, dan membiarkannya berserakan di atas meja.
Jingga berjalan cepat menghampiri Kalana, mencegah gadis itu pergi dari bangkunya.
"Hey, you okay?" ucapnya lembut.
Kalana tidak menggubris. Persetan dengan pelukan dan usapan lembut di punggung tangannya semalam, semuanya kini hanya terbayang luka.
"So, my princess won't answer me? Okay.." Jingga mencoba bertanya tentang keadaan Kalana. Namun, nihil, tidak ada jawaban yang keluar.
Tanpa kehilangan akal, Jingga mencari pena di saku kemejanya, lalu ia meraih jemari gadis itu. Menggambarkan beberapa emotikon di sana.
"Lo tau ga? Gue kira hari ini bakal kiamat tau," ucap lelaki itu sambil menggambar emotikon di telunjuk Kalana. "Soalnya, matahari nya Jingga nggak muncul sama sekali dari pagi" lanjutnya, dengan nada suara yang semakin melembut.
Kalana tersenyum tipis, menanggapi ucapan lelaki di hadapannya.
"Nanti sore ke gramedia yuk? gue mau nyari komik favorit gue yang baru rilis beberapa hari lalu," ucap Jingga, yang sebenarnya tentang 'komik' itu hanya bualannya saja. Dia hanya mencari alasan untuk bersama Kalana.
Saat itu Kalana sangat malas keluar. Tapi akhirnya dia mengangguk, menyetujui perkataan lelaki itu sepenuhnya.
Di tengah romansa yang mereka ciptakan di kelas, kumpulan lelaki -Dito, Gewa, dan Rama, menghampiri mereka. Nesra dan Megumi pun turut berada di sana, menggoda Jingga dan Kalana dengan sebuah candaan.
"Ditooo, mau juga dong jarinya digambarin emotikon gituu," rengek Gewa pada Dito, dengan nada manja, yang dibalas tatapan jijik oleh semua orang di sana. Rama yang berada di samping Gewa hampir saja memukul temannya itu.
"Nesra, kayaknya nanti malem bakal ada yang heboh lagi deh," ucap Megumi dengan dengan nada bersemangat. Ditariknya baju lengan Nesra secara perlahan. "Perutnya bakal ada yang geli lagi pasti yaa," lanjutnya.
"Waduh, geli kenapa? Cacingan kah?" gumam Dito, yang berhasil membuat orang di sana juga merasa sebal mendengar candaan garingnya. "Jayus lo," jawab Megumi, sambil menatap kesal ke arah Dito.
"Sana, jangan ganggu kita kenapa sih," desis Jingga, lama-lama dia pun sebal mendengar omong kosong teman-temannya itu.
"Aku gapapa kok, makasih ya udah pada khawatir," ucap Kalana, yang tadinya hanya diam saja mulai membuka mulutnya, mengucapkan beberapa kata untuk menenangkan teman-teman, dan juga Jingga di sana. Setelah mengucapkan itu, Kala bergegas pergi meninggalkan semua orang di kelas.
Menyadari Kalana -yang bayangannya perlahan mulai menghilang dari balik pintu, Jingga juga segera mengemasi barang-barangnya yang berserakan di meja, memasukkan semuanya secara asal.
"Woy jangan lupa ntar malem PS di kosan Dito!" teriak Gewa ke arah Jingga.
"Skip, gue mau ngangkat jemuran ntar malem, disuruh mama!" jawab Jingga asal, dia turut berteriak, kemudian lelaki itu melambaikan tangannya, bergegas pergi meninggalkan kelas yang sangat berisik.
Sementara itu, malam harinya,
KAMU SEDANG MEMBACA
SWASTAMITA
FanfictionDalam perjalanan kisah "Kalana dan Jingga", kita dihadapkan pada dua jiwa yang saling berpaut, namun dipisahkan oleh luka masa lalu yang mendalam. Kalana, gadis yang terpukul oleh trauma yang tersembunyi di balik gemulai senyumnya, dan Jingga, lelak...