CHAPTER 3

58 9 0
                                    

Waktu demi waktu berjalan. Hubungan antara tosia - neena dan Alex semakin erat. Meskipun terpisah oleh selembar kertas, komunikasi mereka terus mengalir, membangun ikatan di antara mereka.

Setiap malam, ritual gelap mereka berlangsung di dalam kamar-kamar yang remang-remang. Selembar kertas menjadi medium bagi mereka untuk bertukar saran dan ide, membangun rencana yang mungkin akan mengubah takdir mereka.

Saran dari Alex tentang meminta barang kepada suster Ama sukses dilakukan oleh tosia dan neena. Note book, pulpen, sendok sudah berada di kamarnya.

Suasana malam yang sunyi dipenuhi oleh ketegangan dan antisipasi saat jam menunjukkan pukul 12 malam. Mereka telah merencanakan sesuatu sebelumnya, dan saat untuk melaksanakannya telah tiba.

Dalam kegelapan kamar, Alex berusaha mengutak-atik lubang kunci pintu kamarnya dengan cermat. Setelah beberapa saat tegang, pintu pun terbuka dengan lembut, mengungkapkan sosok Alex yang siap untuk melanjutkan rencana mereka.

Dengan hati-hati, Alex mengendap-endap menuju kamar temannya. Mengutak ngatik lubang kunci dengan kawat dan pintu terbuka tanpa kesulitan, memperlihatkan sorot mata Neena yang terkejut melihat penampakan Alex untuk pertama kalinya, sementara Tosia menatapnya dengan tajam, menunjukkan betapa seriusnya rencana mereka.

Alex terlihat lebih tinggi dari mereka meskipun usianya sama, rambut berwarna coklat serta kulit sawo matang menjadi suatu pencirian bagi tosia dan neena.

Ketiga bocah itu melangkah dengan hati hati dilorong gelap panti asuhan, tanpa memperdulikan anak anak yang terkurung didalam kamar mereka.

Dalam kegelapan yang menyelimuti setiap sudut, mereka mencari jalan keluar dengan tekad yang bulat

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Dalam kegelapan yang menyelimuti setiap sudut, mereka mencari jalan keluar dengan tekad yang bulat. Langkah demi langkah, mereka menjelajahi ruangan demi ruangan dengan harapan menemukan pintu kebebasan.

Tanpa mereka sadari, CCTV telah mengintai pergerakan mereka.

" Tersisa satu ruangan lagi yang belum kita periksa," ujar Alex, matanya terfokus pada nomor "000" yang terpampang jelas dipintu.

Dengan pelan, mereka membuka pintunya. Cahaya remang-remang memenuhi ruangan, menerangi tumpukan berkas yang tersebar di atas meja dan dalam lemari.

" ouhh sial!!, ini bukan pintu keluar!!" Keluh Alex dengan kecewa.

Tosia, yang penuh dengan rasa ingin tahu, melangkah masuk kedalam ruangan tersebut tanpa ragu.

" Tosia...., apa yang kau lakukan!!, jangan buang-buang waktu!!" Pekik neena dengan suara agak pelan, khawatir Akan kemungkinan ada orang lain yang memperhatikan mereka.

Tosia tak mendengar, dia tenggelam dalam pencariannya diantara berkas-berkas yang berserakan.

Diantara tumpukan berkas, dia mulai menyelidiki satu persatu berkas itu, lalu menemukan sebuah berkas bertuliskan " Joshua " lengkap dengan fotonya.

" Ayah?" Gumamnya dengan ekspresi penasaran dicampur dengan kerinduan yang tiba tiba muncul dibenak hatinya.

Ketika tosia membuka lembaran selanjutnya, ia menemukan namanya tertera disana " Tosia" beserta fotonya ketika ia masih berusia 10 tahun. Dan ketika dia membuka lembaran selanjutnya, dia menemukan nama ibunya, " Emma", akan tetapi tidak tertera foto diatasnya.

" Apa maksud mereka mengumpulkan berkas keluargaku?" Gumam tosia, wajahnya sedikit kesal.

Alex juga sibuk menyelidiki berkas-berkas lainnya, melihat hal serupa tentang beberapa berkas anak beserta keluarganya.

Sementara itu, Neena hanya berdiam didepan pintu, dengan perasaan gelisah semakin memuncak.

" Aku pernah bertemu dengan anak ini sebelumnya, saat 7 tahun yang lalu," kata Alex, menunjuk salah satu berkas yang dipegangnya, yang berisi foto seorang bocah laki-laki berusia 9 tahun kepada tosia.

Tosia mengernyitkan alisnya, " Memangnya kau pernah melihat atau bahkan bertemu anak-anak lain sebelumnya?, bukankah kita semua dikurung didalam kamar tanpa diperbolehkan keluar?, " Tanya tosia heran kepada Alex.

" Ya... kau benar. Tapi aku sudah berada disini sejak usiaku 6 tahun, pada masa dimana anak-anak seperti kita diperbolehkan untuk keluar dari kamar mereka ."

Tosia tertarik dengan penjelasan Alex, " benarkah?" Tanyanya dengan penuh penasaran.

"Hmmm... Seperti sebuah taman kanak-kanak yang aku ingat saat aku masih sekolah dulu. Bermain bersama anak-anak yang lain, belajar bersama para suster di sebuah kelas, dan makan malam bersama. Tapi, ada sesuatu yang terjadi..." ucap Alex, sambil merenung sejenak, mencoba mengingat kembali kejadian masa lalu yang telah mengubah segalanya.

" AHHH!!! SIAL!!, aku lupa apa yang terjadi setelahnya, tapi sejak saat itu... Anak ini sudah tidak terlihat lagi, dan tak lama kami semua tidak diperbolehkan untuk keluar lagi dari kamar, sampai sekarang, " jelas Alex menutup pembicaraan mereka.

Tosia terdiam, matanya berbinar setelah mendengar penjelasan dari Alex. Ternyata panti asuhan ini memiliki rahasia yang lebih dalam dari yang dia duga.

Ditengah kesibukan mereka yang sedang memungut informasi, neena sedari tadi mengetuk kakinya karena cemas dan ketakutan yang berlebihan.

Tiba tiba...

" Neena.. sedang apa kau disini?" Suara halus dan lembut terdengar dari arah samping neena. Menampakkan seorang suster memakai kacamata dengan lipstik berwarna ungu.

" SUSTER AMA?!"

***


Maaf ya temen-temen, sebelumnya ada beberapa kata yang typo, dan sudah saya perbaiki, so... Happy reading~

THE MUTANT ( In the orphanage )Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang