CHAPTER 15

32 10 0
                                    


Penasaran yang selalu menghantui benak Tosia seolah menjadi bayangan yang tak kunjung pergi. Suara rintihan yang mengundang simpati dan ketakutan, memaksanya untuk mengetahui sumbernya.

Langkahnya terhenti di depan pintu bertuliskan
"R. Kontrol".

Jejak darah diambang pintu membekas di matanya seperti pengingat akan bahaya yang mengintai.

Tosia meraba pintu itu perlahan, hatinya berdebar kencang. Seakan alam semesta pun merasakan kegelisahan dalam dirinya.

Saat pintu terbuka, dia dihadapkan pada pemandangan yang mengguncang hatinya. Seorang pria yang dia kenal, terkulai lemah dengan luka yang menganga di perutnya.

"Dokter..." desis Tosia, suaranya hampir tercekik oleh kejutan dan ketakutan.

"Tosia, c-cepat masuk dan.... tutup pintunya!" seru dokter Matt dengan suara yang terputus-putus oleh rasa sakit yang tak tertahankan.

Tosia tidak berpikir dua kali, dia segera menutup pintu rapat-rapat, mencoba menghalau bahaya yang mengintai dari luar.

Namun, ketenangan sesaat itu hancur saat Tosia menatap dokter Matt dengan penuh kecemasan. Luka-luka parah yang menghiasi tubuhnya mengingatkan Tosia pada betapa rapuhnya kehidupan.

"T-tosia..." suara dokter Matt terputus, namun matanya masih penuh dengan ketenangan yang menghantarkan kedamaian di tengah kekacauan.

Tosia merasa kemarahannya meluap saat melihat penderitaan yang dialaminya oleh seseorang yang dia anggap sebagai orang yang menyebabkan semua ini.

Dengan langkah tegar, dia mendekati dokter Matt, menodongkan pentungan dengan tegar ke arahnya.

"Apa yang terjadi di sini?!" bentaknya dengan suara penuh amarah.

Dokter Matt tersenyum pahit, wajahnya yang pucat memancarkan ketabahan yang tak tergoyahkan.
"Mereka... mereka adalah Mutant.... nak,* batuk, batuk*, " ucapnya di tengah-tengah rintihan sakit.

Tosia merasa hatinya hancur saat mendengar kata-kata itu. Muntant. Kata itu seakan menusuk jiwanya dengan penuh kebencian dan keputusasaan.

"Mereka adalah anak-anak yang kau ubah menjadi mahluk jelek itu, kan?" sergah Tosia, rasa amarah yang memuncak di dalam dirinya.

Dokter Matt terkekeh, namun sorot matanya masih penuh dengan penyesalan. "Ya, dan semua ini adalah salahku."

Tosia terdiam, bibirnya mengkerut dalam upaya menahan emosi yang memuncak di dalam dirinya.

"Siapa yang bertanggung jawab atas semua ini?" tanyanya dengan suara yang gemetar.

"Dia..." Dokter Matt terhenti sejenak, seolah merenungkan kata-kata terakhirnya. "... Dia adalah Albert."

Raut wajah Tosia menjadi semakin gelap, kekesalannya memuncak namun tidak ditujukan kepada sosok yang berada di hadapannya.

Orang yang dimaksud dokter Matt, yaitu Albert, mungkin saja orang yang memiliki luka sayatan di mata kirinya dan orang yang telah membunuh ayahnya, pikir tosia.

"Orang itu..." gumam Tosia, mencoba merangkai potongan-potongan ingatan yang menghantui pikirannya, mengarahkannya pada satu nama, Albert.

"Nak, apa yang terjadi pada mata kananmu?" tanya Dokter Matt dengan nada perhatian, mencoba memfokuskan perhatiannya pada keadaan Tosia.

Tosia tersentak, matanya menatap tajam ke arah dokter Matt. Dia meraba perban yang melilit lukanya, memikirkan bagaimana rasa sakit itu terasa nyata.

"Ini... mutant sialan itu..." desis Tosia dengan suara yang terkendali, namun di baliknya terdapat getaran kebencian yang tak terbendung.

THE MUTANT ( In the orphanage )Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang