Dua hari berlalu sejak mereka bertengkar di dalam kamar yang menyimpan kengerian tak terbayangkan. Tosia, dengan rasa frustasi yang meluap-luap, mencoba untuk mendobrak pintu dengan kerasnya."Ayolah pintu bodoh!!!" Teriaknya sambil menendang pintu, mengeluarkan seluruh kekesalannya.
Para mutant yang sebelumnya berkeliaran di luar kamar mereka sudah lenyap entah ke mana, meninggalkan kesan bahwa mungkin saja pintu keluar dari panti asuhan ini kini terbuka.
"Aku harus keluar dari sini sebelum aku mati, dan aku harus mencari ibuku!" Batin Tosia dengan tekad yang membara di dalam hatinya.
Neena, yang berada di belakang Tosia, hanya bisa memperhatikan temannya yang terus berusaha menaklukkan pintu dengan emosi yang tak terkendali.
Tosia menghela nafas dengan cepat, mencoba untuk meredakan amarahnya yang memuncak. Namun, ketika dia menoleh dan melihat tatapan Neena yang penuh dengan pertanyaan, kemarahannya kembali memuncak.
"Jangan melihatku seperti itu!" bentak Tosia, mematahkan keheningan yang menyelimuti kamar mereka.
Neena memiringkan kepalanya dengan ekspresi bingung.
Tosia menghirup nafasnya dengan kencang, berusaha untuk menenangkan dirinya sendiri. Dengan langkah gontai, dia berjalan menuju ranjangnya dan duduk di pinggiran dengan gelisah.
Neena masih memperhatikan Tosia dengan rasa heran. Bagaimana bisa temannya yang selalu kuat dan tegar seperti ini menjadi begitu rapuh?
"Bagaimana caranya dia bisa seperti itu?" gumam Neena dalam hati, mencoba untuk memahami perubahan drastis yang terjadi pada Tosia.
Tosia yang kini tengah merenung di pinggir ranjangnya, membuat Neena merasa kebingungan. Namun, tiba-tiba Neena teringat pada sesuatu. Dengan langkah mantap, dia berjalan ke arah pintu dan mengintip melalui jendela kecil di pintunya, mencoba untuk melihat apa yang terjadi di luar.
Suasana kini begitu sunyi, berbeda dari hari-hari sebelumnya yang dipenuhi dengan teriakan dan jeritan anak-anak yang terjebak di dalam kamar. Namun, keheningan itu menyimpan rasa ketakutan yang lebih dalam.
Dengan pandangan yang tajam, Neena melihat kunci yang terletak sekitar lima meter dari mayat Suster Ama di depan pintu mereka, kunci yang mungkin bisa menjadi kunci kebebasan mereka.
Dengan cepat, Neena menyusun rencana dalam benaknya. Dengan langkah mantap, dia mendekati Tosia yang masih terdiam di pinggir ranjang.
"Tosia!! Aku melihat kunci itu berada di sana!!" ucap Neena dengan semangat, berharap agar rencananya bisa membawa sedikit kelegaan bagi mereka.
Tosia hanya menoleh dengan tatapan menyipit, tidak terlalu tertarik dengan kabar yang dibawa Neena.
"Mulutmu bau kecoak!" Sindir Tosia, membuat Neena merasa tersinggung namun berusaha untuk tetap tenang.
"Lupakan masalah itu, Tosia. Kita bicarakan hal lain. Hal yang kau inginkan!" Ucap Neena dengan penuh kesabaran, mencoba untuk membawa Tosia kembali ke arah yang lebih produktif dan positif.
"Hmmm?, lalu apa?" Tosia bertanya dengan malas, meskipun berusaha untuk terlihat ramah.
"Kau tahu, aku menemukan ide seperti ini sejak kemarin malam. Sebelum tidur, aku selalu membuat rencana untuk membebaskanmu dari sini. Sejujurnya, aku begitu terharu padamu, mencintai keluargamu begitu besar. Berusaha menemukan ibumu meskipun sudah begitu lama. Tapi, hal itulah yang membuat diriku merasakan bahwa kau adalah orang yang benar-benar kuat, Tosia," Neena mengatakan dengan tulus.
Tosia menatap Neena dengan ekspresi yang penuh dengan kejengkelan. "Ohhh.. ayolah!! Katakan saja apa rencananya?" dia kesal, kesabaran telah habis di ujung tanduk.
KAMU SEDANG MEMBACA
THE MUTANT ( In the orphanage )
Mystery / Thriller( completed) Di kedalaman panti asuhan yang tersembunyi di bawah tanah, Tosia, seorang gadis berusia 14 tahun, berbagi takdir gelap dengan anak-anak seusianya. Dikelilingi oleh dinding-dinding yang menahan rahasia mengerikan. Para suster yang merawa...