"Zizan kenapa?" Tanpa permisi, Nara langsung mendobrak masuk ke kamar cowok yang berstatus sebagai tuannya itu. Nara berlari kecil menuju ranjang Zizan. Dan duduk di pinggiran ranjang cowok itu.
"Ra, udah dateng?" Tanya Zizan dengan suara yang masih sedikit bergetar. Cowok itu meraba-raba sekitarnya dan mendapati tangan mungil gadis itu berada di dekatnya, dengan cepat Zizan menggenggam erat tangan Nara.
"Iya, aku udah di sini. Zizan kenapa? Kok chat aku kayak gitu?" Tanya Nara, membiarkan tangannya di genggam oleh Zizan sambil berbicara dengan nada yang begitu lembut pada Zizan. Bahkan Nara mengubah logat bicaranya dari 'Kamu' menjadi 'Zizan'. Ya, seusai perkataan dokter Kusuma tadi, Zizan stres. Nara harus memberikannya perhatian lebih untuk saat ini.
"Temenin gue di sini, ya? Gue takut."
"Zizan takut kenapa? Nggak ada apa-apa kok."
"Gue..gue trauma sama suara petir dan hujan deras kayak gini. Gue jadi inget kejadian di rumah sakit."
"Gapapa, aku di sini nemenin kamu. Zizan tidur aja, aku bakal duduk di sini kok jagain Zizan."
"Beneran ya?"
"Iya, Zizan minum obat dulu, ya? Bentar." Nara mengambil obat-obatan dari dokter tadi dan segelas air putih. Gadis itu lalu menyerahkannya pada Zizan dan diteguk oleh cowok itu.
"Gimana? Zizan masih pusing?"
"Dikit, cuma gue nggak bisa tidur."
"Kenapa? Zizan masih takut? Kan ada aku di sini."
"Kalau sekarang, udah nggak takut. Cuma.."
"Cuma?"
"Cuma gue kepikiran lo, Ra."
What did he say?
Nara mendadak canggung, gadis itu merasa pipinya panas saat mendengar kalimat barusan dari bibir Zizan.
"Kepikiran aku?"
"Iya, gue kepikiran. Maaf ya gara-gara gue ketahuan sama Intan tadi, lo jadi ikut kepikiran."
"E-enggak, enggak kok. Zizan nggak usah mikir gitu, nggak baik buat kesehatan."
"Jangan bohong Ra, gue tau dari perubahan sikap lo. Walaupun gue nggak bisa ngeliat tapi gue masih bisa merasakan. Sorry buat yang tadi."
"Gapapa, Zizan nggak perlu bilang maaf. Itu salah aku."
"Enggak Ra, itu salah gue. Kalau sampai banyak orang yang tau soal ini semua, bisa-bisa papa nyalahin Lo." Ucapan Zizan yang berhasil membuat Nara terdiam, benar apa kata Zizan. Bahkan saat ini Nara tidak tau bagaimana nasibnya untuk kedepannya.
"Biarin aja, Zizan nggak usah mikirin itu semua. Itu resikonya aku kerja di sini, lagian salah aku karena nggak becus jagain kamu."
"Ra, ini bukan salah lo." Zizan kini menggenggam tangan Nara dengan kedua tangannya yang berhasil membuat Nara kembali merasa canggung.
"Tenang aja. Tadi gue udah mikirin solusinya kok. Seandainya kondisi gue terekspos, gue yang bakal belain Lo ke Papa. Gue bakal bilang kalau ini memang rencana gue."
"Zizan, nggak usah. Aku-"
"Udah gapapa Ra, lagian ini juga salah gue. Dan seandainya gue bohong kayak gitu pun Papa pasti bakal percaya karena papa tau gue orang yang suka bikin onar dan nggak pernah diam. Jadi, lo fokus sama sekolah lo dan tugas lo buat jagain gue aja. Jangan fokus ke yang lain." Jujur, ada perasaan tenang rasanya saat Nara mendengar itu dari Zizan. Nara merasa dirinya benar-benar aman. Sebenarnya Nara memang takut jika tuan Saga akan marah padanya. Karena selama ini keluarga Louiser terutama tuan Saga terkenal akan kekejamannya kepada orang yang berbuat salah padanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
ETHEREAL
Teen FictionArzizan Sagara Louiser. Terlahir sebagai pewaris tunggal dari keluarga serba berkecukupan yang dikenal banyak orang, wajah tampan dengan kapasitas otak yang bisa dibilang cukup pintar. Friendly, mudah bergaul, memiliki banyak teman disisinya dan dig...