15. "Tuan."

392 28 6
                                    

"Mama?" Gumam Zizan yang peka.

"Iya sayang, ini Mama. Ternyata kamu cukup pintar dalam mengenali suara." Kata nyonya Meira. Sementara itu Nara hanya menunduk hormat di belakang nyonya Meira.

"Mama ngapain disini? Bukannya Mama ikut Papa ya? Kenapa masih di sini? Belum berangkat?" Tanya Zizan penasaran.

"Lhoh kenapa kamu nanya gitu? Kamu nggak suka Mama di rumah?"

"Bukan nggak suka, cuma nanya." Jawab datar cowok itu.

"Lagian, kamu kenapa nggak jawab telepon Mama tadi?"

"Nggak denger." Alasan Zizan.

"Awalnya Mama memang mau ikut Papa kamu, tapi setelah Mama pikir-pikir lagi, lebih baik Mama di rumah memantau kamu. Mama takut terjadi apa-apa sama kamu."

"Sama aku?" Zizan terkekeh kecil. "Bukan sama citra nama baik Mama dan Papa?" Sarkas Zizan yang tepat sekali pada sasaran.

"Zizan, Mama tidak sekasar Papa kamu jadi tolong jangan pancing-pancing emosi Mama karena Mama tidak suka dengan keributan. Paham?" Tegas Nyonya Meira. Wanita paruh baya yang masih jelita itupun berganti melirik pada Nara.

"Kamu ngapain masih di situ? Ayo bantu anak saya naik ke kursi roda, dan setelah itu antarkan dia makanan. Saya tau dia pasti belum makan siang." Ujar nyonya Meira lalu berlalu dari sana.

"Baik nyonya." Kata Nara. Gadis itu lalu segera membawa kursi roda Zizan menuju dalam kamar mandi pribadi milik Zizan.

"Permisi saya bantu tuan." Kata Nara berbicara formal selayaknya saat mereka pertama kali saling mengenal.

Nara memapah Zizan ke atas kursi rodanya. Gadis itu meletakkan kaki Zizan satu per satu di atas pijakan kursi roda lalu memperbaiki posisi duduk Zizan agar lebih nyaman. Narapun mendorong kursi roda Zizan menuju luar kamar mandi dan memberhentikannya tepat di samping kasur Zizan.

"Tuan mau di kursi roda saja atau mau saya bantu ke kasur?"

"Ke kasur aja."

Nara kembali memapah Zizan menuju kasurnya. Seperti biasa, Nara memperbaiki posisi kaki Zizan dan posisi duduk Zizan agar Zizan merasa lebih nyaman.

"Saya permisi ambil makanan dan obat untuk tuan." Nara pergi berlalu dari sana. Tapi baru beberapa langkah, gadis itu kembali terhenti karena pertanyaan dari Zizan.

"Masih ada Mama disini?"

"Tidak tuan, permisi." Nara keluar dari pintu kamar tersebut setelah menjawab pertanyaan Zizan.

Zizan yang mendapatkan jawaban 'tidak' dari Narapun menjadi keheranan. Kenapa Nara memanggilnya tuan kalau Mamanya tidak ada di sini. Bukankah setelah Zizan menyuruhnya memanggil nama Nara sudah tidak pernah lagi memanggilnya dengan sebutan 'tuan'? Ini aneh.

Apa Nara seperti ini karena Zizan membentaknya tadi? Tapi tidak mungkin, sebelum Mama Zizan datang Nara masih berbicara normal pada Zizan. Atau mungkin Mamanya berkata sesuatu pada Nara yang membuat Nara kembali berbicara formal seperti ini? Entah lah, saat Nara kembali Zizan harus menuntaskan rasa penasarannya.

Selang beberapa menit, Nara kembali ke kamar Zizan membawa sepiring makanan. Nara juga mengambil obat Zizan ditempat biasa dan membawanya ke dekat cowok itu. Nara menaruh obat-obatan dan minuman Zizan di atas nakas. Sedangkan piring makanan itu Nara pegang karena hendak menyuapi Zizan.

Nara menarik kursi besi yang ada di kamar itu lalu duduk di samping ranjang Zizan. "Ayo makan tuan." Lagi, Nara berbicara formal.

"Mama ngikutin lo ke sini?"

ETHEREALTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang