13. Zizan yang Malang

816 43 15
                                    

Plak!

Satu tamparan keras mendarat di pipi Zizan. Lelaki yang terduduk di atas kursi roda, lebih tepatnya di dalam kamarnya itu hanya bisa pasrah dengan wajah memerah yang tertoleh ke samping. Saga benar-benar berapi-api.

"Pa udah pa, kasian Zizan lagi sakit." Mama Zizan berusaha menenangkan suaminya, tapi hasilnya nihil.

"Papa nggak peduli! Anak kamu ini benar-benar tidak tahu terima kasih! Sudah dibesarkan dan diberikan semua yang terbaik untuk dia! Tapi ini balasannya pada kita!" Bentak Saga, lelaki itu benar-benar murka.

"Maaf, saya kayak gitu karena didikan Papa juga kan? Papa yang selalu bilang kalau nggak bisa ngehancurin secara keseluruhan, hancurkan secara perlahan."

Plak!

Lagi, Pipi Zizan di tampar oleh Papanya. "Anak tidak berguna! Sudah cacat kamu masih bisa kurang ajar pada saya! Sekarang saya yang harus menanggung malu! Apa yang harus saya katakan pada media! Media akan tau kalau saya berbohong mengatakan bahwa kamu sekolah ke luar negeri! Dasar anak bodoh!" Saga benar-benar murka. Pria itu bahkan tidak lagi mentoleransi kondisi Zizan.

"Memang kenapa kalau media tau kebohongan Papa? Padahal hanya satu kebohongan kecil yang diketahui media Papa sudah se panik ini? Bagaimana kalau saya bongkar lebih jauh kebohongan Papa dan kekotoran Papa di dunia bisnis? Mungkin Papa bisa frustasi."

Plak!

Brak!

Saga benar-benar mencapai limit kesabarannya. Lelaki itu menampar Zizan dengan sangat keras sehingga lelaki buta itu terjatuh dari kursi rodanya. Sudut bibirnya sobek, hidung mancungnya kini perlahan mengeluarkan darah segar. Zizan terbatuk dengan kondisi terjatuh di lantai.

"Saya tidak akan banyak bicara, kamu tunggu saja konsekuensi dari saya." Saga tidak lagi mengeluarkan api amarahnya.

"Pak Rion, buang seluruh obat-obatan anak ini. Jangan biarkan dia keluar dari kamar." Perintah Saga pada Pak Rion. Pak Rion selaku asisten Sagapun melakukannya, tidak ada pilihan lain bagi pak Rion selain menurutinya karena itu pekerjaannya. Lelaki itu kini memilih untuk pergi dari kamar Zizan disusul oleh pak Rion yang telah mengambil alih segala macam obat-obatan Zizan. Meninggalkan anaknya yang jatuh di lantai dengan darah di area hidung serta mulutnya.

Zizan menahan darah yang terus keluar dari mulutnya dengan jari-jari tangannya. Lelaki itu merasakan perih di sudut bibirnya.

Selang beberapa menit, Nara datang ke kamar Zizan. Gadis itu membulatkan matanya saat melihat kondisi Zizan yang terduduk di lantai dengan darah di hidung dan sudut bibirnya.

Tadi saat Nara mendengar kabar kepulangan tuan Saga, gadis itu langsung mengantarkan Zizan ke kamarnya dan turun ke bawah untuk menyambut tuan Saga. Tapi sayangnya, tuan Saga malah memilih untuk langsung ke kamar Zizan setibanya di rumah dan tidak mengizinkan siapapun naik ke lantai lima hingga tuan Saga turun dari sana. Nara tentunya menurutinya.

"Zizan?!" Pekik Nara. Gadis itu segera berlari menuju Zizan yang terjatuh di lantai kamarnya.

"Zizan kamu kenapa?" Tanya Nara yang begitu khawatir.

"Nara?" Zizan menoleh perlahan dengan tatapan kosong menghadap sumber suara.

"Zizan kamu kenapa bisa kayak gini? Kita ke kasur dulu ya?"

Nara dengan tenaga yang dia miliki mencoba membantu Zizan naik ke kasurnya. Walaupun membutuhkan tenaga ekstra tapi Nara tetap berhasil melakukannya. Nara menduduki Zizan di atas kasur dan menyandarkan punggung cowok itu ke sandaran kasurnya. Narapun meluruskan kaki Zizan dan meraih tisu yang ada di laci nakas.

ETHEREALTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang