[06-Rahasia Tiva-]

14 7 1
                                    

"Seperti kata pepatah, berkata peliharakan lidah. Hendaknya berhati hati mengeluarkan perkataan. Karena satu kata yang kita ucapkan, bisa saja menusuk hati orang lain tanpa kita ketahui."
-Vyera Elina Rafaila

○❃✾❃○

Hari seleksi tiba. Sekitar 15 orang termasuk Vyera dan Tiva bergelut dengan 40 soal matematika. Tiva memaksa ingin ikut meskipun sudah di larang pihak sekolah. Dia masih butuh istirahat. Dia kelelahan dan stress berat. Membuat kondisinya drop. Tapi itu tidak membuat dia berhenti. Dia memaksa ingin ikut ujian.

Satu menit... Dua menit... Tiga menit... Tidak terasa dua jam waktu ujian berlalu begitu saja.

Semua soal sudah dikerjakan Vyera. Meskipun dengan konsentrasi yang menguras tenaga. Semua sudah menyetor jawabannya.

Brukk...
"AKHHHH!" teriakan menggelegar di ruang aula.

"Tiva?" Tiva tersungkur di lantai aula dengan wajah pucat.

Beberapa saat kemudian beberapa anggota club kesehatan datang membawa tandu.

Tiva? Kenapa kau begini? Apa kemenangan ini begitu berarti bagimu? Sehingga kau menyampaikan kesehatanmu?

Vyera menatap sendu Tiva yang terbaring Lemas di atas tandu, wajahnya pucat sekali.

Semoga kau baik-baik saja.

○❃✾❃○

"VYERA!"

"Aduh, telingaku yah Allah!" rintih Vyera yang membuat Vivi menggaruk garuk kepalanya.

"Maaf, reflek! reflek," ungkap Vivi.

"Kenapa sih?"

"Selamat yah."

Vyeta menutup bukunya, "Maksudmu?"

"Eh? Kau belum melihat pengumuman?" ujarnya keheranan.

Vyera meraih ponselnya, sepertinya tadi ada notifikasi tapi belum aku buka.

Daftar perwakilan Olimpiade Sains Nasional Dream Middle School.

Vyera mengerutkan kening saat melihat notifikasi di layar ponselnya.

"Se-sebentar ini beneran?"

"Masa iya aplikasi sekolah nyebar hoax?!"

Vyera memeriksa daftar nilai yang di sebarkan kepada para peserta ujian.

"Tiva?" celetukku.

"Kenapa?" tanya Vivi penasaran.

"Tiva berada di peringkat ke 2."

Vivi menghela nafas, "Dia benar-benar gigih."

"Kau be--"

Klik...
Pintu terbuka,

"Tiva?" gumam Vyera lirih, Tiva masuk kedalam kelas dalam keadaan mata sembab. Sepertinya dia habis menangis.

"Kau kenapa?" Vivi memberanikan diri untuk bertanya.

Tiva mengusap kasar pipinya dan menatap Vivi dengan tatapan tajam, "Bukan urusanmu!"

"Aku hanya bertanya," gumam Vivi lirih. Dia tidak akan berani meninggikan suaranya.

"Sabar!" bisik Vyera pada Vivi.

"Udahlah, orang kek dia enggak usah di ladeni," balas Vivi.

"Ayo kita pergi," ajak Vyera, melihat Tiva dalam suasana hati yang buruk. Tidak baik berada di sekitarnya sekarang.

Dreamers [on-going + revisi]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang