[08-Hasil kerja Keras-]

16 6 4
                                    

Vyera menghela nafas berat. Berlari dari perpustakaan di lantai dua ke ruang guru di lantai pertama ternyata tidak semudah yang Vyera kira. Nafasnya tersenggal-senggal seakan sudah lama tidak mendapatkan oksigen.

Ketika nafas sudah terasa lebih baik, dia memberanikan diri membuka pintu ruang guru dimana ibu Asih berada.

"Vyera Elina? Kau sudah datang? Kemarilah!" ungkapnya ketika Vyera menghampirinya.

"Kau terlihat lelah? Kau dari mana?"

"Saya dari perpustakaan bu." balas Vyera sembari tersenyum tipis.

"Perpustakaan? Perasaan tadi ibu..." Bu Asih menoleh mencari ponselnya. "Tidak sampai 2 menit Vyera Elina, kau berlari dari perpustakaan ke sini setelah menerima pesanku bukan? Kalau tidak, tidak mungkin kau tiba disini secepat ini," celetuknya.

Vyera hanya menggaruk-garuk tengkuk. Tidak tau harus bicara apa.

"Nah bukan begitu Vyera Elina?"

"I-iya bu, tadi saya berlari kesini." Vyera tersenyum kecut. Dia menggigit sedikit bibir bawahnya.

Bu Asih menghembuakan nafas dan menggeleng-gelengkan kepala, "Huh, kau ini. Kenapa kau terburu-buru sekali? Nilaimu tidak akan ibu potong jika kau tiba lima menit lagi. Kau panik seakan ibu tidak akan duduk disini jika kau terlambat datang. Tenanglah, ibu punya jadwal mengajar yang tidak padat sehingga bisa duduk manis disini menunggumu tiba."

Vyera hanya tertawa kecil mendengar candaannya. Dia tetap merasa canggung.

"Duduklah, kau mau berdiri disitu selama kita bicara?"

Vyera terhentak, lalu menggeser kursi di untuk duduk.

"Kau tau kenapa ibu memanggilmu kemari?"

Vyera menggelengkan kepala sebagai balasan. Memang ibu Asih tidak memberi tahukan apa apa tadi. Beliau hanya mengirim pesan untuk menemuinya di ruang guru.

"Vyera," ujarnya begitu serius. Ekspresi santainya menegang. Bagaimana mungkin dia tidak tegang sekarang, sementara bu Asih memandangnya begitu serius.

"I-iya bu?"

"Kamu... ibu ingin memberi tahu sesuatu kepadamu. Ini sangat penting."

Vyera menelan ludah dengan kasar. Keringat dingin mulai bercucuran. Hal penting apa itu?

"Kamu... kamu... KAMU LOLOS KE TINGKAT NASIONAL!"

Vyera terpaku, oksigen rasanya sangat berat. Dia benar-benar tidak percaya dengan hal itu. 

"Iya! Bukankah ibu sudah bilang kau itu mampu. Vyera itu salah satu pencapaian besar. Kau tau kenapa? Sekolah kita sudah terbisa dengan juara internasional itu sudah menjadi hal biasa karena materi Olimpiade nya sama dengan materi belajar kita. Sedangkan Olimpiade nasional? Materinya tidak sama dengan materi belajar kita. Beda kurikulum Vyera. Kamu bisa melangkah jauh di Olimpiade Nasional itu luar biasa karena yakin dan percaya kamu tidak terbiasa dengan soal-soalnya bukan?"

Vyera mengangguk. Memang benar jika kurikulum yang Dms gunakan berbeda dengan kurikulum sekolah negeri. Hal itu membuat siswa DMS agak kesulitan untuk mengerjakan bentuk-bentuk soal Olimpiade-olimpiade yang di selenggarakan secara nasional.

Perlahan air mata Vyera mulai turun. Dia benar-benar tidak menyangka akan berada di titik ini.

"Vyera?" Bu Asih dengan lembut menghapus jejak air matanya. Namun bukannya berhenti air mata Vyeta malah semakin keluar. Yah, begitulah Vyera. Terlalu sensitif dan emosional sehingga perlakukan perlakukan seperti ini membuatnya terharu dan meneteskan air mata.

Dreamers [on-going + revisi]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang