[10-Sahabat masa kecil-]

11 6 2
                                    

"Vyera."

Vyera berbalik. "Ninda? Ada apa?"

"Boleh aku gabung sebentar?" tanyanya ragu-ragu. Ucapannya seakan meminta izin kepada Vyera namun matanya mengarah kearah Tiva.

Vyera menatap Tiva sekilas dia tidak keberatan sama sekali, hanya saja Tiva. Tidak perlu dikatakan semua orang juga pasti mengerti.

"Duduklah," ucap Vyera begitu Tiva mengangguk pelan.

Vyera menahan nafas. Merasa canggung di antara dua orang tersebut.

"Katakan yang ingin kamu katakan," ucap Vyera.

Ninda terlihat canggung dan mengatur nafas. "Vyera."

"Terima kasih yah untuk waktu itu. Kalau aja kamu enggak ada mungkin..." Ninda menatap Vyera intens. "Kau tau sendiri lah yah," sambungnya.

"Maaf waktu itu aku kalut. Aku tidak bisa berfikir jernih. Aku terlalu... sedih."

Aku mencoba menahan gejolak hati. Mengingat pilunya keadaannya waktu itu.

"Sudahlah Ninda jika kejadian itu hanya melukaimu sebaiknya jangan terlalu larut. Jadikan pelajaran agar kedepannya tidak terulang. Semua orang pasti akan merasakan posisi terendah dalam hidupnya. Dan semua orang punya titik lelahnya masing masing.  Mungkin saat itu kau sedang berada di titik itu. Tidak ada yang tau selain dirimu. Cobalah cari kegiatan atau apalah itu untuk meredakan rasa tidak nyamanmu. Lalu selesaikan masalahmu. Pastikan hal ini tidak terulang, kau beruntung aku kebetulan menemukanmu waktu itu."

Ninda mengangguk pelan sambil menunduk.

"Kau tidak sendiri," ungkap Tiva tiba-tiba yang sukses membuat Vyera dan Ninda terkejut. Mereka tidak menyangka bahwa Tiva akan ikut bicara.

"Apa? Hubungan kita memang tidaklah baik, kita memang sering bertengkar dan bersaing. Saling menyalahkan dan saling menghakimi. Namun perlu kau ingat, kita bukan saling mengenal kemarin sore. Kita sudah saling mengungkapkan rahasia di waktu kita belum bersekolah dan itu bukan waktu yang sebentar Ninda. Aku tau dirimu, orang terdekatmu, orang yang kau benci. Siapa yang selalu membuatmu menangis dan siapa yang selalu ada saat kau menangis. Aku tau itu Ninda. Dan ku harap kau juga tau."

"Tiva," Ninda menatap Tiva dengan tatapan penuh arti. Matanya berkaca-kaca tidak menyangka hal itu akan di ucapkan oleh Tiva.

"Aku tidak tau kenapa kau berubah hari itu Ninda. Dari orang yang selalu mendukungku menjadi orang yang menjatuhkanku. Kau berubah Ninda! Kau berubah banyak! Aku tidak tau lagi tentang dirimu namun yang aku ketahui. Kau tidak pernah sendiri. Sesulit apapun masalahmu. Kau tidak akan pernah tinggal sendiri. Ada Haru, dan aunty Zifanya. Ada bibi dan paman yang aku tau mereka selalu ada untukmu. Jadi jangan pernah merasa sendiri."

"Terima kasih Tiva."

"Sebenarnya..."

"Aku ingin menceritakan sesuatu kepada kalian. Apa boleh?"

Aku dan Tiva saling lirik sebentar. Lalu Tiva mengangguk.

"Ceritakanlah, keluarkan semua yang mengganggu dirimu," kata Vyera.

"Ini tentang kejadian 4 tahun lalu, kamu ingat? Menjelang penampilan terakhirmu di kontes menyanyi?"

Tiva mengangguk wajahnya terlihat sangat sedih.

"Waktu itu, kau tiba-tiba pingsan lalu di larikan ke rumah sakit. Dan aku menggantikanmu menyanyi."

"Waktu itu, aku benar-benar berniat untuk menolongmu. Sayangnya aku tidak melakukannya dengan benar. Aku mengambil keputusan yang salah yang membuat dirimu kehilangan kesempatan. Maafkan aku Tiva maaf atas tindakan konyol ku waktu itu..." Ninda mendesah pelan. "Maaf karena baru berani meminta maaf hari ini."

Dreamers [on-going + revisi]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang