[15-kesempatan ketiga-]

18 7 18
                                    

Vyera menggigit ujung jarinya begitu frustasi. Dadanya sesak dan matanya mulai perih. Kali ini terasa lebih mencekam di banding semester lalu. Dia hampir menangis begitu ayahnya lagi-lagi harus masuk kedalam ruang kepala sekolah bersama wali kelasnya. Dia berusaha berfikir positif walau kemungkinannya sangat kecil untuk terjadi.

Dia begitu gelisah. Seperti dia hendak pinsan setiap memikirkannya.

"Vyera." Haira duduk di sampingnya sambil memegangi raportnya.

"Sudah?" Tanya Vyera. Haira mengangguk kecil.

"Bagaimana? Aman?" Tanya Vyera lagi. Dan lagi-lagi Haira hanya mengangguk.

"Bagaimana... denganmu?" Tanya Haira dengan penuh kehati-hatian takut Vyera tersinggung.

"Aku... tidak tau Haira. Rasanya.... aku akan gagal. Aku... aku... aku tidak sanggup Haira!" Air mata yang ditahan sedari tadi akhirnya jatuh juga. Dikeluarkannya di pelukan Haira.

"Bagaimana... jika aku gagal lagi Haira?"

"Kau sudah berusaha Vyera."

"Aku... aku... aku takut sekali!"

"Tidak, tidak akan terjadi apa-apa Vyera."

"Haira! Aku... aku-"

"Syutt... jangan bicara yang tidak-tidak!"

Cukup lama dia menangis sampai airmatanya bahkan sudah tidak bisa keluar lagi. Matanya terasa berat dan kepalanya mukai pusing. Rasa kantuk sudah menyerangnya diwaktu yang tidak tepat.

"Vyera?"

"Aku ingin tidur sejenak Haira."

"Tapi, ayahmu sudah keluar Vyera."

Vyera membuka matanya yang terasa perih. Ditatapnya sosok pemilik senyuman hangat itu dengan teduh.

"A-yah?"

Dia tersenyum hangat. "Kau habis menangis?"

"A-ayah? Bagaimana? Apa yang kepala sekolah katakan?! Bagaimana? Apa semuanya baik-baik saja?"

"Tenanglah Vyera! Hari ini kita tidak langsung pulang yah. Ayah sudah mengabari ibumu kalau kita pulang terlambat. Ayo! Kita pergi makan bakso!" Ucap Ayah mendahuluiku menuju ke luar gedung utama.

"Sepertinya ini kabar baik Vyera. Jika di lihat dari reaksi Ayahmu. Rasanya semua baik-baik saja Vyera." Haira merangkul dan berbisik pada Vyera.

"Benarkah?"

"Sepertinya, pergilah! Jangan buat ayahmu menunggu terlalu lama!"

Vyera berlari menyusul ayahnya. "HAIRA! AKU DULUAN YAH!"

"BAIKLAH!"

○❃✾❃○

"Ayah?"

"Iya Vy?"

"Itu, bagaimana hasilnya?" Vyera memberanikan diri bertanya pada ayahnya setelah selesai makan.

"Ah ayolah Vyera! Kita belum sampai rumah! Kita bicara di rumah yah, sama ibu juga."

"Tapi kan, aku-"

"Ahh tuan putrinya ayah cerewet banget sih!"

"Ayo, kita pulang baru bicara di rumah. Setuju?" Tanya Ayah.

Vyera merasa ada yang tidak beres. Karena jika itu adalah kabar baik ayahnya pasti sudah memberi taunya.

○❃✾❃○

"Ayah?"

"Vyera, kau ini tidak sabaran sekali yah." Ayah menggeleng kepalanya kesal saat vyera kembali merecokinya.

Dreamers [on-going + revisi]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang