[16-plagiat karya sendiri]

25 5 17
                                    

Vyera mengerutkan kening dan memandang penuh keheranan pada seseorang yang sedang membaca di bangku taman favoritnya.

"Kau sedang apa?"

Yang di tanya hanya menoleh sejenak lalu kembali fokus pada bukunya tanpa menjawab ataupun merespon.

Vyera berdecak kesal, merasa tidak akan mendapat jawaban. Vyera berjalan pergi meninggalkan Haru. Anak yang sibuk dengan bukunya itu adalah Haru. Hal itu membuat Vyera sedikit heran karena biasanya Haru hanya sibuk dengan ponselnya ketimbang buku.

"Vyera." Satu kata yang membuat Vyera berhenti. Dia berbalik mengangkat sebelah alisnya sebagai balasan. 

"Tidak jadi," ungkap Haru sambil memutuskan kontak mata dengan Vyera.

Merasa di permainkan Vyera menjadi sangat kesal. Dia hendak menegur Haru. Namun air muka Haru yang tampak sendu membuatnya mengurungkan niat. 

Vyera mulai dilema, dia merasa jika perasaan Haru bukan urusannya dan tidak seharusnya dia ikut campur. Namun di sisi lain dia berada kasihan.

Vyera menatap intens Haru untuk menentukan pilihan namun yang di dapatnya hanya sorot penuh sedih yang terpancar dari kedua matanya.

"Apa yang..." Haru menggantung ucapannya, hendak menegur Vyera yang mengagrtkannya dengan tiba-tiba duduk di sampingnya.

"Aku suka tempat ini, disini danaunya terlihat indah." Vyera memotong ucapan Haru dengan mengungkapkan alasan yang... logis?

Haru tidak ingin ambil pusing dan kembali menatap bukunya walau sebenarnya tidak dia perhatikan sama sekali.

Hening... tidak ada yang mulai percakapan. Dua orang yang sama-sama menunggu satu sama lain untuk membuka suara. Vyera yang meskipun cerewet minta ampun itu paling tidak tau cara membuka obrolan. Menurutnya mending diam daripada memulai obrolan yang berujung canggung. Sementara Haru, memang dasarnya tidak tau cara berbasa-basi hingga tidak dapat di harapkan untuk memulai pembicaraan.

"Kenapa kau ada disini? Maksudku rumahmu jauh dari sini bukan? Ninda pernah bilang kalau rumahnya jauh. Kalian serumah jika rumah Ninda jauh berarti rumahmu jauh juga kan?" Vyera memberanikan diri untuk memulai pembicaraan walau begitu kikuk. Menurutnya, meskipun akan canggung setidaknya sedikit obrolan akan memecah keheningan yang juga sama canggungnya.

"Karena..." gumaman Haru membuat Vyera yang tadinya menyesal telah bicara menjadi sedikit lega.

"Karena?"

"Aku rindu bundaku," jawabnya singkat tanpa penjelasan lebih lanjut.

Vyera menatap tidak puas dengan jawaban singkat tersebut. "Hah? Maksudku, apa hubungannya antara taman ini dengan... bundamu?"

Haru hanya diam seribu bahasa. Membuat Vyera merasa tidak enak dan berniat berhenti bertanya lagi. Tapi bibir yang bergerak mengucapkan sesuatu, membuat Vyera merasa senang.

"Terakhir kali aku melihanya disini. Sebelum dia mengalami kecelakaan bersama ayahku. Kami bermain disini, untuk terakhir kalinya."

Bola mata Vyera membesar kemudian mengedipkan berkali-kali dengan cepat karena merasa tidak percaya.  "Maaf," ungkapbya penuh penyesalan. Dia tidak bermaksud menambah kesedihannya.

"Tidak masalah," Kata Haru lirih. "Hari ini hari kematiannya. Tepat 6 tahun lalu."

"Aku... aku turut berduka. Pasti berat untukmu."

Haru terdiam, membiarkan Vyera sibuk dengan pikirannya yang membayangkan bagaimana jadinya jika dia berada di posisi tersebut. Harus kehilangan kedua orang tua disaat masih sangat kecil.

Dreamers [on-going + revisi]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang