B^b-12 √Si Keras Kepala

8.9K 64 3
                                    

🍑🍑🍑

"Lian memerlukan waktu untuk beristirahat, Nona. Jangan biarkan dia terus bekerja, nanti kesehatannya memburuk," ujar Cana, seorang dokter yang ternyata temannya Lian.

"Iya, terima kasih dokter Cana," kata Hanna yang sedari tadi duduk di pinggir ranjang Lian.

"Ini obatnya sudah saya siapkan, tinggal vitamin. Nanti setelah pulang bekerja saya akan berkunjung lagi ke sini."

"Baik, dokter."

"Ya sudah, kalau begitu saya permisi dulu. Kebetulan saya ada jadwal operasi pagi ini."

"Maaf ya dokter Cana, saya jadi mengganggu waktu Anda."

"Tidak masalah. Lian teman saya, kalau perlu apapun jangan sungkan untuk menelpon."

"Iya, dokter. Terimakasih."

Setelah kepergian Cana, pembantu datang membawakan semangkuk bubur yang tadi sempat dipesan Hanna.

"Nona Hanna, ini buburnya," kata bibi sambil menyimpan nampan di atas nakas.

"Iya Bi, makasih ya."

"Iya Non, gimana keadaan Tuan Lian?"

"Dia butuh istirahat, terlalu cape kerja bi."

"Oh, ya sudah. Mau saya buatkan apa lagi, Non?"

"Engga ada bi, nanti klo aku butuh sesuatu, aku panggil deh."

"Siap, Non."

Pembantu pergi dari kamar Lian, meninggalkan Hanna yang beranjak mengambil bubur.

"Lian, makan dulu, habis itu minum obat." Hanna membangunkan Lian, menggoyang-goyangkan tangannya.

"Nanti ...."

"Sekarang! Ayo," Hanna kembali menyimpan mangkuk, "sini, aku bantu."

Hanna membantu Lian duduk, lebih tepatnya memaksa laki-laki itu. Tidak lupa untuk memberikan bantal pada punggung Lian.

Hanna bersiap lagi, membawa mangkuk bubur di tangannya hendak menyuapi Lian.

"A'!" ujar Hanna melayangkan satu sendok bubur.

"Saya demam, bukan lumpuh! Jadi gak usah disuapin!" tolak Lian sambil mengambil bubur di tangan Hanna.

"Ih! Orang baik bantuin ngurus yang lagi sakit, ini malah ngeyel!" gemas Hanna sambil duduk di pangkuan Lian.

"Apa-apaan sih kamu, Han!" pekik Lian. "Saya lagi sakit, berat!"

"Ih, emang lagi sakit gak bisa nampung beban se-uprit gini?" Hanna kembali mengambil bubur di tangan Lian, berusaha menyuapi laki-laki itu lagi.

"A'?"

"Gak!"

"A'! Kalo engga ya udah, gini aja terus."

"Astaga, Han!"

"Cepet!"

Lian akhirnya pasrah, dia menerima suapan dari Hanna sampai bubur itu habis.

Lian mengambil mangkuk kosong dari tangan Hanna, menyimpannya di atas nakas, berganti mengambil air minum untuknya.

Hanna mengulurkan tangan untuk membantu, namun lagi-lagi ditolak. "Udah saya bilang, saya demam. Bukan lumpuh!"

"Ih! Aku tuh mau ngurusin kamu, Lian! Nyebelin banget si orang lagi sakit juga."

"Terserah. Gih pergi! Jangan deket-deket saya, nanti ketularan."

Hanna mendengus sebal, dia menempelkan bantalan khusus demam di dahi Lian, kemudian membuka menyiapkan obat dan menyodorkannya pada Lian.

"Biarin."

Lian menerima obat itu, meneguknya dengan sekali minum.

"Ya udah, Istirahat. Tapi jangan dulu tidur, baru makan loh. Duduk dulu, tunggu 10-15 menit."

Hanna memperingati sambil menyimpan obat di samping bantal, masih duduk di pangkuan Lian.

Lian yang sudah menyimpan gelas pun lantas bersandar ke sanggahan dipan, merasakan rasa tak karuan dan pusing.

Hanna menghela napas gusar, dia khawatir dengan Lian. Wajah tampan laki-laki itu pucat pasi dengan hidung dan mata merah, badannya panas dan sedikit bergetar. Dia pun menggerakkan tubuhnya hendak beranjak dari pangkuan Lian.

Namun, Lian membuka mulutnya.

"Kembaliin baju saya," kata Lian membuat Hanna langsung melirik badannya.

Memang benar, Hanna sedang menggunakan kemeja Lian. Bukan apa-apa, tadi sebelum dokter Cana datang Hanna bergegas mengambil kemeja yang menggantung di kamar Lian karena baju tidurnya agak menerawang. Takut-takut malah Hanna yang diperiksa dokter.

"Ih, pelit banget! Pinjem sebentar juga, emang mau aku diliat dokter Cana kaya gini, nih, nih?!" omel Hanna sambil membuka kancing kemeja itu dan memperlihatkan pundaknya yang terbuka.

Lian melirik sedikit, remang-remang melihat Hanna. Dengan gerakan tangan yang lemah, dia menutup lagi pundak Hanna dengan kemeja putihnya.

Lalu tanpa diduga, Lian menyandarkan kepalanya pada pundak itu.

Hanna terkesiap, bisa-bisanya jantung Hanna berdetak dengan cepat saat Lian melakukan itu. Tapi dia juga senang dan hendak memeluk Lian.

"Jangan peluk saya."

Lian berujar sambil menutup matanya, seakan tahu apa yang akan dilakukan Hanna. "Nyebelin banget."

Tapi itu tidak membuat Hanna menyerah, gadis itu tersenyum simpul.

"Kaya gini gak enak posisinya, gini aja," kata Hanna sambil membawa kedua tangan Lian untuk memeluk pinggangnya, kepala Lian dia pindahkan dari yang semula di pundak jadi ke ceruk lehernya yang jenjang. Memeluk dan mengusap-usap rambut juga pundak Lian bergantian.

Lian terdiam, masih menutup mata. Membiarkan Hanna berbuat sesukanya.

Cukup hangat, pelukan yang sangat menenangkan. Lian belum pernah dipeluk seperti ini, sangat intens dan agresif dengan Hanna yang masih setia di pangkuannya.

Tangan Hanna mengelus pipi Lian yang hambar, dia merasa sangat bertanggung jawab atas laki-laki yang dipeluknya ini.

"Jangan terlalu diforsir kerjanya, kalo udah sakit kan gak enak. Waktunya libur ya harus libur, jangan maksain. Apalagi kemarin hujan-hujanan," ujar Hanna beralih memainkan rambut Lian.

Lian memberi reaksi, dia mengeratkan pelukannya pada Hanna. Membuat gadis itu semakin menempel saja padanya, perlahan dengan tenaga yang tersisa Lian membawa Hanna untuk berbaring tidur di ranjangnya.

Lian tertidur sambil memeluk Hanna, mendusel di ceruk leher gadis itu.

Hanna yang semula agak kaget mulai berdamai dengan keadaan, dia perlahan menarik selimut untuk menutupi tubuhnya dan tubuh Lian. Menemani laki-laki tidur sambil sesekali mengusap punggungnya.

"Istirahat ...."

Hanna mencium kening Lian sekilas, mengusap pipi mulusnya dan kemudian menerawang langit-langit kamar.

Dia baru menyadari, sebagian besar kamar Lian hanya terhias warna abu-abu dan hitam, keakan tidak ada warna lain.

"Kamu udah lama sendirian ya? Aku juga gitu, Lian. Sendirian, kesepian. Di kehidupan selanjutnya jangan sendirian lagi, Ya."

💋💋💋

🔞🍑KUPU-KUPU🍑🔞Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang