hai haii.
bertemu lagi dengan jiwa-jingga
happy reading!
***
Tidak jauh berbeda seperti tadi malam, udara di pagi hari ini juga masih cukup menusuk tulang. Setelah membersihkan dirinya yang bersimbah keringat seusai jogging di sekitar Galar tadi, Jiwa melangkah ke restoran kecil yang menjadi salah satu fasilitas di guest house ini.
Sebenarnya bisa saja Jiwa memesan sarapan dari kamarnya, namun pemuda itu ingin sekalian menelusuri sudut-sudut Galar yang belum sempat ia jamah kemarin. Itu, juga karena satu alasan lain yang cukup mengganggunya sejak semalam.
Jiwa melangkah menuju meja paling sudut usai mengambil sarapannya, melewati sepasang suami-istri bule paruh baya yang tersenyum hangat kepadanya ketika Jiwa melewati meja mereka. Mengingat kapasitas guest house ini tidak besar, hanya ada beberapa tamu yang menginap selain Jiwa di sini. Dan tampaknya, tidak semua tamu berniat untuk untuk menghabiskan waktu sarapan mereka di restoran, sehingga pagi ini tidak banyak orang yang berada di sana.
Ketika sarapannya hampir tandas, mata Jiwa menangkap seorang perempuan yang melangkah masuk ke dalam restoran. Perempuan yang merupakan alasan lain mengapa Jiwa tidak memesan sarapannya untuk diantarkan ke kamar dan memilih untuk langsung datang ke restoran.
Perempuan itu tampak berbicara dengan salah satu pegawai, lalu masuk ke bagian dapur, membuat sosoknya menghilang sejenak dari pandangan Jiwa, kemudian kembali keluar masih dengan pegawai yang sama yang tadi berbicara dengannya.
Bertepatan dengan itu, Jaka lewat di hadapan Jiwa, membuat Jiwa langsung menahannya. "Jaka."
Jaka berhenti. "Iya, twin?"
"That girl." Jiwa menunjuk perempuan itu dengan dagu. "Tamu di sini juga?"
Jaka menoleh ke arah yang ditunjuk oleh Jiwa. "Bukan, twin. Itu mah bosnya Jaka, pemilik Galar. Mbak Jingga namanya."
Jiwa mengangkat alis. Pemuda itu menyandarkan punggungnya dengan mata yang belum lepas dari sosok di ujung sana. Jingga.
"Emangnya kenapa, twin?"
Jiwa menggeleng dan tersenyum. "Nothing. Thanks, Jak."
Jaka mengangguk dengan cengiran di wajahnya sebelum kemudian meneruskan langkahnya. Sejenak setelahnya, Jingga tampak akan keluar dari restoran, yang bikin Jiwa jadi ikut berdiri menyusul wanita itu yang entah akan pergi ke mana.
Jingga yang semula akan melangkah ke ruangannya melirik dari ekor mata ketika ia merasa diikuti. Pasalnya, lorong yang sekarang sedang ia jejaki tidak mengarah ke kamar tamu manapun, hanya mengarah ke ruangannya saja yang memang terletak di sisi lain Galar.
Seraya menarik nafas panjang, Jingga menghentikan langkah, lalu berbalik hanya untuk menemukan Jiwa berdiri kurang dari satu meter di hadapannya.
"Kamu ngikutin saya?"
Jawaban Jiwa jauh di luar dugaan Jingga. "Iya."
"Mau ngapain?"
"Mau kenalan."
Jingga mengernyit, mulai merasa ada yang salah dengan otak laki-laki ini.
Melihat Jingga yang tampaknya tidak ingin menjawab bikin Jiwa kembali jadi pihak yang bersuara. Kali ini, pemuda itu bertanya, "Masih malu semalem ketangkep basah googling nama gue?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Temu Jiwa
RomanceBebas bertemu belenggu. Ribut bertemu sunyi. Ramai bertemu sepi. Banyak yang bilang bahwa dua sosok bertolak-belakang justru akan saling tarik-menarik layaknya magnet. Namun dalam realita, Jiwa dan Jingga adalah sepasang manusia yang punya kemampuan...