16 | dunia milik jiwa

645 105 243
                                    

heloww.

terima kasih banyak yaaa untuk komentar komentar di chapter sebelumnyaa

kalian kenapa lucu lucu sekaliiii

udah siapin popcorn?

target chap ini 240 komentar yaa

happy reading!!

***

Rencana awal Hani sebenarnya adalah datang untuk memberitahu Jiwa kabar baik tentang nama laki-laki itu yang sudah kembali bersih, lantas langsung kembali ke Jakarta—bersama Jiwa tentunya—tanpa harus bermalam di Galar.

Akan tetapi ketika melihat reaksi Jiwa yang sempat terdiam untuk sejenak ketika mendengar kabar baik tersebut, Hani langsung menyadari ada sesuatu yang salah.

Hani telah menemani Jiwa sejak awal karirnya, menyaksikan sendiri dengan mata kepalanya jatuh bangun seorang Jiwantara Lazuardi. Tidak peduli sudah berapa kali Jiwa menguji kesabarannya, Hani akan selalu menganggap Jiwa sebagai adik laki-lakinya. Oleh karena itu, Hani memutuskan untuk mengurungkan niatnya mengajak Jiwa kembali ke Jakarta malam ini dan justru memesan satu kamar untuknya beristirahat semalam di sini.

"Heh." Hani membuka pembicaraan tanpa basa-basi setelah keduanya masuk ke kamar Jiwa untuk mengobrol empat mata. "Gue dari tadi di sini ngecek sinyal ternyata bagus-bagus aja. Jadi lo tuh selama ini emang males aja kan bales chat gue? "

Cengiran muncul di wajah Jiwa. "Lo ngechat sehari bisa 5 kali, Mbak. Capek gue balesnya."

"Gue mau mastiin lo masih napas atau enggak! Bocah kayak lo gini hidup sendirian siapa yang nggak was-was?!" Hani membalas nyolot.

Jiwa meringis. "Ngomong-ngomong, gimana ceritanya nama gue udah bersih, Mbak? Gue nggak liat ada beritanya. Dari agensi juga nggak ada yang hubungin gue sama sekali."

"Emang belum ada berita resminya. Gue pun belum denger lebih lanjut dari agensi, gue cuma ditelpon aja tadi kalau mereka udah punya bukti kuat lo nggak bersalah dan siap menggugat orang yang udah nuduh lo. Gue ke sini pengen lo denger langsung aja berita itu." Hani bilang begitu. "Tapi, Wa. Lo kok nggak ada seneng-senengnya denger kalau nama lo udah bersih?"

Jiwa yang terduduk di tepi kasur menunduk. "Gue seneng, Mbak..."

Bahkan, Jiwa pun terdengar tidak yakin ketika mengatakannya.

Hani menyipitkan mata, menatap Jiwa yang dengan penuh selidik. "Heh, lo kenapa sih? Gue tau lo emang pengen break selama ini dari semuanya, tapi gue juga tau gimana lo berjuang dari bawah untuk bisa sampai di titik ini. Gue tau lo sebenernya juga khawatir sama karir lo, Wa. Sekarang setelah semuanya beres dan lo bisa pulang, kenapa lo malah loyo kayak gini? "

Jiwa menghela nafas, menyugar rambutnya dengan tangan sebelum kembali menatap Hani. "Mbak."

"Apa? "

"Gue nemuin seseorang yang bikin gue bahagia di sini. "

Respon pertama Hani adalah mendengus geli. Dengan track record Jiwa yang sudah ia hafal di luar kepala, kata-kata Jiwa barusan terdengar seperti sebuah lelucon konyol di telinga Hani. "Cewek mana lagi yang masuk ke perangkap lo, hah? Break jauh-jauh sampai di sini ternyata nggak bikin lo tobat, ya."

"Gue serius, Mbak. "

"Gue lebih percaya Ariana Grande tinggal di Depok daripada—"

"Sama dia, gue rasanya pulang ke rumah yang gue kira nggak akan pernah gue miliki. "

Temu JiwaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang