AC - Prolog

840 446 77
                                    

🄰🄻🅃🄷🄴🄰

───────────────

𝙶𝚛𝚊𝚍𝚞𝚊𝚝𝚒𝚘𝚗 𝙳𝚊𝚢

Di aula hotel yang dipersiapkan untuk acara wisuda kelas dua belas, panggung yang megah dan indah terlihat memikat perhatian. Panggung tersebut terletak di bagian depan aula, dikelilingi hiasan bunga yang cantik dan lampu-lampu berkilauan, menciptakan atmosfer penuh semangat.

Suasana di aula hotel terasa penuh antusiasme dan harap-harap cemas menjelang acara wisuda. Tempat ini menjadi saksi bisu dari momen bersejarah dalam kehidupan para siswa kelas dua belas yang akan melangkah menuju masa depan.

"PERINGKAT SATU, NILAI UJIAN SEKOLAH SMA BUMANTARA!" suara Master of Ceremony mengumumkan dengan lantang di atas panggung.

"NATHA BAYANAKA!" seluruh orang di tempat tersebut bersorak dan bertepuk tangan.

Natha berdiri dari kursinya yang paling depan, kursi khusus untuk peringkat sepuluh besar. Dengan bangga berjalan menuju panggung dengan desain yang sangat menggairahkan mata dan anggun untuk memperoleh penghargaan yang akan diberikan langsung oleh kepala sekolah.

Setelahnya, dipanggil juga kesembilan peserta didik dengan Nilai Ujian Nasional di bawah Natha. Raut wajah mereka sangat bahagia, tersenyum senang menghadap peserta didik lain yang masih duduk di kursi.

Mencari-cari dimana orangtua mereka dari atas podium.

Fotografer memberi aba-aba isyarat kepada mereka, setelah mengatur posisi sedemikian rupa.

Terdengar suara jepretan kamera berkali-kali dari segala arah. Sementara mereka tetap tersenyum dan berpose sebanyak-banyaknya.

***

Ada suatu hal yang mengusik pikiran Natha. Teman terdekatnya yang berbeda kelas, Nawaar, tak termasuk di antara sepuluh siswa tersebut.

Setelah seluruh rangkaian acara selesai, Natha langsung menghampiri Nawaar. Dia tak lupa dengan temannya itu yang selama ini berbagi canda tawa bersama.

Natha berjalan cepat menghampiri dan langsung memeluknya tanda rindu. Nawaar membalas pelukan dari teman dekatnya itu, yang sudah lama tak berjumpa secara langsung, akibat libur panjang setelah Ujian Sekolah.

"Selamat Tha, aku bangga banget sama kamu." Nawaar memeluk Natha semakin erat.

Natha justru sangat sedih, karena Nawaar tak duduk disampingnya, tak dapat menikmati kursi peringkat sepuluh besar. Sampai meneteskan air mata dan tak mengindahkan rasa malunya lagi, karena setelah pertemuan yang singkat ini, mungkin saja mereka kesulitan untuk betemu, mengejar impiannya masing-masing.

Nawaar menasihati untuk tetap semangat, dirinya tidak apa-apa tak menikmati kursi sepuluh besar, sudah menerima dan bersyukur atas hasil yang telah ada serta percaya bahwa itulah yang terbaik untuknya.

"Makasih ya War, makasih banget kamu selalu ada. Tolong maafin aku yang sering egois, lalai, dan acuh ini."

"Santai aja, aku ngerti Tha. Kamu sangat berjasa bagi orang-orang di sekitar. Lihat, banyak orang yang sayang dan peduli sama kamu. Jadi, ngga usah khawatir ya." Tangannya mengelus-elus punggung sahabatnya menenangkan.

***

Natha tampak tampan dan berwibawa dalam balutan jas hitam yang dipadukan dengan kemeja putih bersih di dalamnya, yang memberikan kesan formal dan elegan. Jas tersebut dipotong dengan presisi, mengikuti kontur tubuhnya.

Celana panjang hitam yang ia kenakan senada dengan jasnya, memperpanjang garis tubuhnya dan memberikan kesan tinggi dan ramping. Celana tersebut dirancang dengan potongan yang pas, tidak terlalu ketat namun juga tidak terlalu longgar, menciptakan keseimbangan yang tepat antara kenyamanan dan gaya.

"Thea, ini." Laki-laki tersebut menjulurkan paper bag, kepala boneka beruang coklat berukuran kecil nampak dari atas. Di dalamnya terdapat paper box yang berisi jajanan ringan. Mulai dari cokelat, biskuit, hingga minuman kemasan kesukaan si penerima.

Wanita itu tampak anggun dan memesona dalam balutan kebaya warna green sage dan hijab yang senada. Kebaya yang ia kenakan terbuat dari kain yang lembut dan berkualitas tinggi, dengan warna hijau sage yang menenangkan dan elegan.

"Eh, ngga usah Tha," tolak perempuan itu, seakan-akan tak memedulikan laki-laki di hadapannya yang menahan rasa malu akibat penolakan.

Pada awalnya, perempuan tersebut menolak pemberian dari sang laki-laki. Namun setelah dibujuk beberapa kali, akhirnya ia menerimanya.

Tak lupa sang lelaki mengajak berfoto bersama, untuk mengobati rasa rindu di kemudian hari, jikalau mereka jarang bertemu, atau bahkan tak sama sekali.

"Foto bareng ya, boleh?" pinta sang lelaki dengan hati-hati sambil menatap sang puan dengan tulus.

Natha meminta tolong kepada Anira, yang ada jauh di seberang sana dengan isyarat mulut. Anira yang memahami maksud tersebut dengan tergesa menghampiri mereka.

"Cie cie!" Goda Anira saat tiba di hadapan mereka. Ia sudah berbaikan dengan Natha.

Laki-laki dan perempuan itu berdiri berdampingan dengan senyum yang sedikit canggung terpancar di wajah mereka. Netra mereka saling bertemu sejenak, mencerminkan rasa keterkejutan dan kegugupan setelah beberapa hari tak berjumpa.

Mereka berdua mencoba untuk menemukan posisi yang nyaman, namun gerakan tubuh mereka sedikit kaku dan tidak terlalu alami. Tangan mereka tergantung di samping tubuh tidak tahu harus diletakkan di mana.

"Makasih banyak ya, Anira," ucap sang laki-laki kepadanya yang telah peka.

Kayanya ngga ada harapan lagi, apa ini waktunya buat nyerah ya.

Kayanya ngga ada harapan lagi, apa ini waktunya buat nyerah ya

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.
𝐀𝐥𝐭𝐡𝐞𝐚'𝐬 𝐂𝐡𝐚𝐫𝐦 ✔️Where stories live. Discover now