Amanda gila, bisa-bisanya ia mengajak Indira ke kota Timur tengah malam seperti ini naik motor mendiang ayah Bu Sisca yang memang dipinjamkan untuk anak-anak kos seperti sepeda waktu itu.
Gadis itu memaksa untuk pergi ke tempat Indira menemui saksi hari itu karena dengan begitu ia bisa bertemu dengan sang Nenek. Tapi ini tetap terlalu ekstrem untuk Indira yang tidak pernah keluar malam.
"Pegangan, Dir," ucap Amanda sambil menarik tangan Indira agar memeluk perutnya lebih erat. Ia tidak tanggung-tanggung juga memacu motor tua tersebut, suaranya sampai berdengung dan sepertinya mesinnya tersiksa karena dibawa dengan kecepatan secepat ini.
"Pelan-pelan aja, Manda!" Yah, teriakan Indira berhasil membuat Amanda menurut, ia menurunkan kecepatannya sedikit.
Ternyata perjalanan ke kota Timur lebih cepat jika menggunakan motor, meski tidak terlalu besar perbedaannya tapi Indira cukup terkejut karena hanya butuh satu setengah jam untuk sampai. Kemarin dengan Ci Lia dua jam lebih. Ah, atau mungkin karena Ci Lia saja yang lama mengemudikan mobilnya.
"Ini tempatnya?" tanya Amanda. Ia melihat ke sekeliling dimana semua toko dan tempat disana sudah tutup. Ia memarkirkan motor di depan sebuah kafe dan meninggalkan helmnya disana, sementara Indira berdiri di bawah pohon dimana ia kemarin duduk bersama Ci Lia yang sedang mengangkat telepon dari Lyn.
"Aku ketemu nenek itu disini, Man."
Amanda paham, ia melihat ke sekitar tapi tidak menemukan rumah yang kemungkinan menjadi rumah sang nenek.
"Terus aku ketemu Ella di kafe itu," Indira menunjuk ke kafe yang sudah tutup, "itu kafe kucing, Man. Aku baru inget kamu dulu katanya abis dateng ke kafe kucing kan sebelum jadi kucing? Apa mungkin itu kafenya?"
Gadis itu menatap ke arah yang ditunjuk Indira, "mungkin. Tapi kok udah tutup?"
"Ya dikira-kira aja Man, ngapain kafe kucing buka jam segini?" Indira memutar bola matanya malas.
Indira benar, tidak ada gunanya datang kesini tengah malam seperti ini. Tidak ada siapapun untuk ditanya, dan tidak ada apapun untuk dilihat. Ia dengan lemas duduk di bangku yang ada di bawah pohon dan melepas topinya, memperlihatkan telinga kucing yang menghadap ke samping karena gelisah. Indira tahu jika gadis itu tengah tidak nyaman dengan keadaan ini, ia kemudian mengusap-usap kepala Amanda dan berusaha memberinya ketenangan.
Aneh sekali, Amanda merasa nyaman dengan usapan itu. Ia mendekatkan kepalanya ke depan tubuh Indira agar gadis itu semakin mengusap-usapnya.
"Feel better, hm?" tanya Indira lembut. Amanda mengangguk, telinganya yang tadi menghadap ke bawah kini menjadi netral lagi dan menandakan ia sudah kembali di mood bahagianya.
"Jangan sedih, kita cari jalan keluarnya sampe ketemu, ya?"
"Kenapa kamu mau bantu aku sih, Dir? Aku kan cewek ga jelas, siluman kucing begini, kamu ga takut apa?" tanya Amanda yang tanpa sadar memeluk pinggang Indira karena keenakan dengan usapan di kepala dan punggungnya itu.
"Ya mau gimana pun kamu itu tetep Ndut aku. Aku bakal jagain kamu sebisa aku, Ndut." Ah kalimat Indira benar-benar membuatnya merasa tenang. Amanda menggeram pelan dan mendusel-dusel perut gadis itu seperti yang selalu dilakukan Ndut.
Indira tersenyum melihat tingkah gadis ini, jika saja ia manusia seutuhnya, mungkin Indira akan jatuh cinta padanya.
* * *
Semalam sudah terlalu larut untuk mereka kembali ke kota, dan akhirnya Indira memutuskan untuk mencari penginapan di dekat tempat itu. Dan kebetulan banyak sekali motel di dekat pelabuhan yang sengaja disewakan untuk orang-orang yang datang atau hendak pergi melalui jalur laut disana.
KAMU SEDANG MEMBACA
Crescent Moon [Amanda - Indira]
FanfictionKucing aku kucing jadi-jadian! Another mandira fanfic ©Heroeslegacy_