11

84 18 2
                                    


˚‧。⋆🌻⋆。‧˚

Kebiasaan buruk Seno belakangan ini makin meresahkan. Selain mulai bergabung dengan gerombolan bapak-bapak kantor merokok di parkiran, ia juga jadi sering merokok sendirian. Sebenarnya tak masalah bagi Keira jika sahabatnya itu merokok, tapi semua yang berlebihan tentu tidak baik bukan?

Memang tak ada yang berkurang dari performa Renzo Arseno, junior arsitek penuh potensi kebanggaan Studio PGA. Tapi absennya Seno disertai surat serius dari HRD yang datang senin lalu, dan hilangnya ia dalam meeting sore ini merupakan masalah kedisiplinan serius. Sebagai sahabat yang baik, ia merasa bertanggung jawab untuk membimbing Seno agar kembali ke jalan yang lurus.

Keira semakin murka ketika mengetahui dari Latief bahwa Seno sebenarnya absen untuk melakukan medical check up di rumah sakit, lalu didiagnosis mengidap batuk perokok ringan.

"Oalah.... Sialan! Bisa-bisanya dia sembunyiin kayak gini dari gue!" kesal Keira. "Kemana tuh orang sekarang?"

Mbak Tira mengidikkan bahunya. "Kayaknya Mas Seno kalo ngerokok sendirian gak bakal jauh deh, mbak. Coba dicari aja di sekitar gedung." sarannya.

Dan disinilah akhirnya, sepatu vans old skool Keira menapak gusar di area parkir, setelah berputar-putar menelusuri spot-spot merokok favorit karyawan di areal perkantoran mereka. Namun Seno belum kelihatan juga batang hidungnya.

"Maaf mas, mas lihat cowok putih, rambut sama matanya coklat, lewat di sekitar sini?" tanya Seno pada seorang petugas housekeeping.

"Ohh, Mas Seno? Tadi dia ke atas mbak,"

"Oke, makasih ya, mas."

Keira menggerutu sendiri. Pergi ke rooftop gedung dari lantai parkir tertinggi, berarti ia harus menaiki lagi tangga darurat sampai benar-benar tiba di atapnya. Sebuah perjalanan yang merepotkan.

Benar saja, begitu sampai di rooftop ia menemukan Seno yang tengah bersantai di tepi railing, sambil menghembuskan asap dari bibirnya. Keira sudah naik pitam duluan melihat sebatang Marlboro merah tertanam di sela-sela jarinya.

"SENO! Lo kenapa gak ikutan evening meeting sama bu Emil tadi?! Malah ngerokok lagi!"

Seno tak menoleh. "Males, Kei. Evening meeting isinya cuma basa-basi doang,"

Keira berkacak pinggang sebal.
"Ya, meskipun gue akui meeting Jumat sore itu super pointless, tapi ikut buat formalitas aja, kenapa sih?"

Mendengar ocehan Keira, Seno hanya terkekeh. Tak lama kemudian, ia melambaikan tangannya, mengisyaratkan Keira untuk mendekat.

"Sini deh, cil."

"Hm?"

Jari lentik Seno menunjuk ke sebuah arah. Diantara hamparan kota Jakarta yang padat, gedung-gedung pencakar langit yang tinggi, terlihat sebuah gedung unik yang menjulang tinggi, dengan fasad cantik bak kuncup bunga mawar yang belum merekah.

"Masih inget gedung Emporium One yang itu, Kei?"

Keira mengangguk. "Yang baru selesai dibangun pas kita baru masuk kuliah, terus akhirnya jadi studi kasus Stupa 5 kita?"

Hey Stupid, I Love You! | Kim SunooTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang