Berdebat

33 6 3
                                    

Assalamualaikum semua...

Alhamdulillah aku Update lagi 😊

Maaf ya baru update lagi soalnya kemarin aku sakit.😞

Ikutin terus cerita aku ya!😄

Tapi ingat!!! Jangan lupa vote ⭐ dan koment ya!!!

Wajib pokoknya. Aku maksa 😅

Vote ya teman-teman biar aku semangat nulisnya. Kalo kalian gk Vote sama koment aku jadi gk semangat.😞

Vote sama koment kalian yang buat aku semangat. 😊🫶

Jadi jangan lupa ya! Tekan bintang di pojok kiri! ⭐

Happy Reading....

🌷🌷🌷

"Lepa..sin.."

Zia meringis, kala nyeri terasa di tangannya akibat genggaman Hasanah yg kuat.

Hasanah tersenyum sinis melihat korbannya kesakitan. Beberapa santri bergidik melihat senyum Hasanah.

Hingga suara berat seseorang mengejutkan mereka.

"Ada apa ini?"

Deg.

Naila, Azizah, Zainab, dan A'la tersentak dengan kehadiran Arham dan kedua temannya. Harits dan Ibrahim.

Namun Hasanah terlihat tidak peduli. Ia bahkan semakin menguatkan genggamannya.

"Ka..Kak Arham" gugup A'la.

"Saya bertanya ada apa ini?" tegas Arham.

Hasanah berdecak. Ia memelintir tangan Zia. Lalu mendorong gadis itu hingga terjatuh, yg langsung di tolong oleh temannya.

Hasanah berbalik menatap Arham. Tidak ada rasa takut pada dirinya, meski ia tau pria di hadapannya adalah ketua OSIS.

"Santri itu mengatai saya Lonte. Apakah seperti ini adab yg Syaikh ajarkan?"

Sukses ucapan Hasanah mengejutkan para santri. Sebab Hasanah mengucapkannya dengan ringan dan tatapan datar.

"Hasanah!"

Tegur Naila. Ia merasa tak enak pada Arham. Selain ketua OSIS, Arham juga putra Syaikh.

Arham mengernyit mendengar ucapan gadis di hadapannya. Terlalu kasar untuk santri yg sudah lama nyantri di sana

"Kamu pasti santri baru yg Abah saya katakan. Jika kamu melihat kesalahan pada santri itu jangan kaitkan kesalahannya pada Syaikh. Karena yg gagal menerima ilmu adalah santri tersebut bukan Syaikh yg mengajarkan seperti itu"

Jelas Arham tegas dengan tatapan datarnya.

"Jaga ucapanmu meski santri baru, karena saya tidak akan mentolerirnya" sambung Arham tegas.

Hasanah tersenyum sinis.

"Saya tidak meminta untuk di tolerir, saya hanya minta untuk memerhatikan santri seperti dia"

Hasanah menunjuk Zia yg berdiri di bantu temannya.

"Akan saya perhatikan, dan kalian harus pergi ke ruang OSIS sepulang sekolah"

ARSA StoryTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang