Assalamualaikum.. apa kabar kalian?
Next Reading ya!!
Sebelumnya, jangan lupa follow akun author, vote dan koment 🫶🌷
Makasih udah mampir ke cerita aku 😊🫶
🌷🌷🌷
"Saya hanya manusia biasa yang dapat melakukan dosa. Maka, izinkan saya mengucapkan 'Qobiltu'"
Muhammad Harits Al-Kahfi
"Pilihan ku hari ini, adalah masa depan ku esok hari. Ya Allah, jika dia yang terbaik dari-Mu, maka saya ikhlas menerimanya "
Naila Sahira
🌷🌷🌷
Waktu telah menunjukkan pukul 21:30 malam. Hasanah baru saja kembali dari ruang OSIS, setelah menyerahkan laporan pelanggaran santri pada Wildan. Kini ia berjalan menuju asrama, untuk istirahat.Tiba di kamar, ia melihat teman-temannya belum tidur, entah apa yang mereka kerjakan.
"Kalian kenapa belum tidur?" Tanya Hasanah bergabung bersama teman-teman nya yg duduk di lantai dengan beberapa kitab di sekitar mereka.
"Ngerjain tugas Has, kita lupa kalo ada tugas dari Ustad Harits" jawab salah satu temannya.
Hasanah mengernyit. Tugas? Ia tak ingat ada tugas yg Harits berikan.
"Tugas apa?" Tanyanya sedikit panik.
"Tugas Nahwu yang di suruh nge i'rob" jawab yang lain. Hasanah diam tak menjawab, ia segera menuju lemarinya dan mengambil kitab serta catatan Nahwu nya.
"Ya Allah, gue lupa... Mana banyak lagi" keluhnya.
"Udah buru kerjain, Ustad Harits kalo ngehukum gak main-main. Beliau kan copian nya Kak Arham"
Hasanah menghela nafas panjang. Bisa-bisa nya ia lupa tugas sepenting itu.
Harits memang mengabdikan dirinya selama 1 tahun di pesantren setelah lulus. Sebenarnya sih dia ingin kuliah, namun katanya ia mau menunggu Naila saja. Benar-benar idaman.
🌷🌷🌷
Sedang di belahan dunia lainnya, seorang pemuda kini sedang menghadap pada sang pencipta. Waktu yang menunjukkan pukul 02:30 Eropa Tenggara, membuatnya tak ingin menyia-nyiakan kesempatan untuk berdua bersama sang Pencipta. Meski di tengah kesibukannya menjadi seorang mahasiswa, ia tak pernah meninggalkan amalan Sunnah yang sudah menjadi kebiasaan nya.Lantunan ayat suci Al-Quran terdengar menggema pada bangunan bersejarah itu. Hagia Sophia. Bangunan bersejarah yang menjadi tujuan impian banyak umat Islam untuk beribadah di sana setelah Masjidil Haram, Masjid An-Nabawi, dan Masjidil Aqsha. Rasa syukur ia panjatkan pada Sang pencipta alam semesta, karena telah di izinkan untuk beribadah di tempat tersebut.
Akhir-akhir ini ketenangan pemuda itu sedikit terusik, hingga membuatnya mencari ketenangan pada malam hari. Desiran hangat nya ketenangan pada hatinya membuat ia sangat bersyukur.
Setelah menyelesaikan urusannya, ia beranjak dari duduknya saat sebuah dering telfon meminta untuk dijawab. Ia berjalan menuju pelataran Hagia agar tidak menggangu kekhusyukan orang lain.
"Wa'alaikumsalam, limadza? " Arham, pria itu to the point bertanya, seraya melirik arloji. Sudah pukul 03 waktu setempat, menandakan waktu di tempat sang penelepon sudah pukul 10 malam.
KAMU SEDANG MEMBACA
ARSA Story
Fiksi RemajaSejauh apapun mereka berpisah, selama apapun waktunya, sejahat apapun orang yg ingin memisahkan, jika Takdir ingin mereka bersatu, maka kita hanya bisa diam.