Part 01

1.6K 108 9
                                    


Seorang pemuda berjalan santai sepanjang koridor kelas 12 di sekolahnya. Tangannya dimasukan ke saku, disertai senyuman manis yang selalu terukir di bibirnya, juga kerlingan mata yang seringkali menggoda setiap siswi.

"Halo, Kak Sam."

Pemuda yang disapa Sam itu tersenyum dan mengangguk. Gadis yang menyapanya kemudian melanjutkan langkah berlawanan arah. Sementara itu tiba-tiba Samudra mendadak terdiam di tempat, dengan tatapan lurus. Lalu bibirnya bergerak menggumamkan hitungan.

"Satu ...."

Ia berbalik badan.

"Dua ...."

Fokus memperhatikan gadis tadi.

"Tiga."

BRUGH

"Aduh!!!"

Tepat sesuai hitungan. Gadis tadi terjatuh di depan kelasnya.

Sam tersenyum geli sambil geleng-geleng kepala, bisa-bisanya ada yang jatuh karena kesandung kaki sendiri. Ia lalu melanjutkan langkahnya lagi dengan santai. Berhenti di kelas 12 IPA 2, kelas sederhana yang dipenuhi dengan manusia-manusia banyak tingkah.

"Selamat pagi kawan-kawan!"

Ralat, sebenarnya... hanya Sam yang banyak tingkah.

Pemuda bernama lengkap Samudra Lengkara itu memasuki kelas sambil berteriak dan berputar-putar seperti penari balet. Image kalem diluar kelas mendadak sirna begitu saja saat memasuki sarangnya. Sam yang dikagumi dan dipuja-puja siswi di sekolahnya, berubah signifikan jadi Samudra anak pecicilan yang sering dihujat teman sekelasnya.

Tolong selalu ingat pepatah; Don't judge a books by it's cover, karena memang yang terlihat seringkali hanya kamuflase semata.

"Oy, gue nyapa kalian, dijawab dong, atau gue harus menghibur kalian dulu biar lebih bersemangat?" tawarnya dengan ceria.

Namun, bukannya mendapat persetujuan, Sam malah langsung di serang dengan lemparan buntalan kertas.

"Jangan ngerusak pagi gue yang indah ini, Sam!"

"Awas kalo lo nyanyi!"

"Sam, kalo lo ngedance kayak kemarin, gue janji bakal iket lo di tiang bendera!"

Penolakan sudah jelas diserukan teman-temannya. Tapi, namanya juga Samudra, tiada hari tanpa membuat teman-temannya kesal. Entahlah, Sam selalu senang jika membuat mereka naik darah.

"Kalo gitu gue mau nari balet, gimana?"

Teman-temannya serempak melotot saat Sam merentangkan tangan. Mereka langsung menunduk atau menutupi wajah dengan buku. Walau, untung Aksa dengan cepat menempeleng kepala Sam dengan buku catatan.

"Gak usah banyak tingkah. Mending sini bagi jawaban PR kemarin," ucap pemuda berwajah tegas yang merupakan sahabat Sam dari SMP, Aksa namanya.

"Yaelah, Sa, ganggu aja luh."

"Elu yang ganggu pe'a! Ayo, cepet, keburu Bu Nisa datang!" kata Aksa, segera mengapit leher Sam dan menariknya ke kursi mereka.

Sebenarnya bukan hanya untuk menyalin PR Sam, tujuan aslinya tentu saja karena ia pun tak mau melihat tingkah random sahabatnya tersebut. Seperti biasa, dia selalu menjadi pahlawan untuk kelasnya.

"Nih!" Sam melempar buku PR matematikanya pada Aksa. "Nyontek mulu kerjaan lo."

Untung saja, dibalik sifat random Sam, pemuda itu mempunyai kelebihan yang lebih banyak. Bukan hanya muka ganteng yang membuat banyak cewek kesemsem, tapi juga punya otak encer yang menciptakan segudang prestasi.

"Hukum timbal-balik, Sa. Kita kan saling melengkapi, saling memahami, dan saling mencintai."

"Geli anying!"

Samudra tertawa lebar. Tak sadar membuat teman-teman perempuan di kelas jadi kesemsem karenanya.

Sementara Zayyen dan Argha yang merupakan sahabat Sam dan Aksa hanya menggelengkan kepalanya, melihat tingkah kedua sahabatnya yang menurutnya memalukan.

Samudra merupakan laki-laki yang sangat ceria, tak heran banyak wanita yang menyukainya. Selain itu, ia juga pintar dan sangat perhatian kepada seluruh gadis yang ada disana. Berbanding terbalik dengan Argha yang sangat cuek dan jarang berbicara.

"Udah cukup sama kerandoman kalian, jangan sampai kalian gay juga!"

"Mulut lo makin lemes aja, Gha!" Aksa protes.

"Jangan cemburu, Gha. Tenang aja, gue cuma istri keduanya Aksa kok. Lo tetep nomor satu."

Tak!

Dengan tanpa perasaan Argha menjitak keras kepala Samudra. "Sam, kalo gak mau gue geprek mending diem!"

"Iya, Gha. Bagi gue istri pertama yang utama." Zayyen ikut menggoda, membuat Argha melayangkan tangan hendak menjitak juga, tapi segera Zayyen tahan sambil terkekeh geli.

"Kalem, Pak. Canda doang! Lo mah galak mulu dah sama kita."

Argha menghela napas panjang, berusaha bersabar. Menghadapi dua anak itu benar-benar membutuhkan energi ekstra.

Sementara itu, seorang gadis menaruh buku kas ke meja, lalu menengadahkan tangannya pada kedua pemuda tersebut.

"Cepet bayar uang kas! Kalian nunggak dua minggu!"

"Yah-"

"Gak usah banyak alesan! Bayar atau gue sita rumah kalian!"

Baru saja ingin mengeluarkan alasan mereka langsung diancam dengan kejam oleh sang bendahara. Terpaksa kedua pemuda itu harus menyisihkan uang jajan mereka untuk membayar kas.

"Kasih semuanya dong! Masih belum cukup." Aurora menghitung uang mereka hanya cukup untuk menutupi hutang selama seminggu.

"Ra, nanti kita jajannya gimana?" Wajah Aksa dibuat memelas.

"Kagak peduli. Siapa suruh nunggak mulu?"

"Ra, besok, ya." Sam mengerjap, biasanya cara tersebut ampuh untuk meluluhkan seorang gadis. Namun, sayang Aurora bukan termasuk dari gadis-gadis tersebut.

Gadis berambut pendek itu melempar tatapan sinis penuh ancaman, sampai membuat keduanya jadi merinding dan mau tak mau mengeluarkan semua uang jajan mereka hari ini.

Aurora tersenyum kali ini. Menerima semua uang mereka, lalu menulis di buku kas. "Masih ada tunggakan Lima hari lagi sama sekarang."

"Duit kita abis, Ra."

"Oke, besok lagi aja," katanya tanpa dosa. Lalu segera pergi ke meja lain untuk menagih uang kas perhari mereka.

"Kenapa harus dia sih yang jadi bendahara kita?" tanya Sam memelas. Tak bisa membayangkan istirahatnya nanti harus menahan lapar.

"Kayaknya dia adalah dewa yang diturunkan ke bumi untuk memberantas para penunggak uang kas."

KUPU TANPA SAYAPTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang