Part 02

494 29 8
                                    

"Dia menusukmu dengan pisau, tetapi kau meminta maaf karena darah mengenai kakinya."-Samudra Atlanta.

-
-


Sorakan heboh dari teman-teman Samudra sontak memenuhi area mading sekolahan setelah melihat poster yang dipajang oleh anak-anak jurnalistik. Wajah kagum yang berseri-seri itu menandakan betapa bangganya mereka kepada Samudra yang selangkah lagi akan berhasil menerbitkan buku pertamanya.

Ini adalah sebuah pencapaian terbesar dalam hidup cowok itu setelah bertahun-tahun menulis secara diam-diam. Ya, mereka mengetahui fakta itu berdasarkan informasi yang sengaja diketik dengan huruf kecil di pojok poster yang terpajang di sana.

Lain halnya dengan beberapa temannya yang terlihat bahagia dan kagum, Sam justru menunjukkan ekspresi sebaliknya. Dia terlihat kesal setelah membaca selembar pengumuman yang tertempel di hadapannya. Tangannya mengepal erat dengan bibir yang terkatup rapat.

Tim jurnalistik tidak meminta izin terlebih dahulu darinya.

Dan... Samudra tidak suka jika orang-orang mengenalnya sebagai pemilik akun kepenulisan bernama Birunya Laut.

Samudra jelas berbeda. Dan dia tidak ingin orang-orang mengetahui bahwa oknum yang bersembunyi di balik nama Birunya laut adalah dirinya.

"Aksa...," geram Sam.

Sahabatnya yang tengik sekaligus mengjengkelkan itu telah merusak privasinya sebagai penulis sastra.

"Pembalap tengik," lanjut Sam lalu membelah padatnya kerumunan di sekitarnya untuk segera pulang menemui seseorang yang terus berputar di kepalanya.

---

Seorang cowok yang duduk di bangku taman belakang rumahnya itu terlihat sangat menikmati aktivitas melukisnya yang telah menjadi rutinitas sehari-hari. Angin yang berembus kencang membuat rambut hitamnya yang semula rapi kini terlihat berantakan. Namun, hal tersebut tidak sedikit pun mengurangi kadar ketampanannya, justru membuatnya terlihat semakin menawan. Ya... meskipun saat ini dia hanya mengenakan sehelai kemeja putihnya dengan celana abu-abu yang belum sempat dia ganti sejak pulang sekolah tadi.

Namun, ketenangannya itu mulai terusik saat telinganya tak sengaja mendengar suara langkah kaki tergesa yang mendekat ke arahnya. Aksa tentu tahu itu siapa. Bahkan bisa dikatakan kalau dia sudah muak dengan segala macam ciri khas yang begitu di kenali dari seseorang yang saat ini tengah berjalan ke arahnya.

Samudra.

"Lo-"

"Iya, gue," sambar Sam dengan nada datar tanpa membiarkan Aksa melanjutkan perkataan terlebih dahulu. "Kaget?" lanjutnya setelah sahabatnya itu berdiri di hadapannya-tepat di belakang kanvas lukisannya.

Sam memejamkan matanya sejenak. Menghela napas panjang beberapa kali. Dan mencoba meredam emosi yang sempat bergejolak di dadanya. "Gue benci lo," katanya. Nada bicaranya terdengar lebih santai seperti biasanya. Amarahnya sudah mereda sekarang. Namun, tatapannya masih menghunus tajam ke arah sang lawan.

Aksa mengedikkan bahunya. "I know," balasnya.

"Anggep itu konsekuensi karena lo nggak ngasih tau tentang mantan lo kemarin."

Sungguh, Samudra ingin sekali menonjok wajah Aksa yang masih duduk santai di hadapannya tanpa rasa bersalah sedikit pun. "What do you mean, Bro? Masalah sepele."

KUPU TANPA SAYAPTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang