Part 12

49 2 1
                                    

Sam punya kebiasaan yang cukup unik setiap malam. Jika cuaca sedang cerah dan langit tidak berawan, pemuda itu akan berdiam diri di balkon kamarnya sambil menghitung bintang.

Kebiasannya tersebut memang membuang waktu, bahkan meski sudah sampai ribuan bintang yang Sam hitung, esok malamnya ia akan lupa dimana dia berhenti menghitung terakhir kali. Meski begitu, Samudra selalu senang melakukannya, baginya kegiatan itu membantunya untuk menenangkan diri.

Seperti malam ini.

Rambut hitam legamnya tersibak tertiup angin malam. Malam ini langit cerah, tapi udaranya begitu dingin sampai menusuk kulit. Ia menarik kursi, menaruh coklat panas di meja kecil, lalu mendongak menatap bintang di langit. Katanya posisi bintang itu tak pernah berubah, mereka hanya seringkali menghilang, entah karena cahayanya yang semakin pudar, ataukah karena dia sudah menjadi bintang mati?

Samudra mulai menghitung. Lalu di hitungan seratus Sam berhenti. Tiba-tiba saja Sam teringat soal si Aurora kala itu.

Sejak dia mengungkapkan perasaanya, laki-laki itu tidak pernah lagi duduk dan mengobrol bersama Aurora. Entah kenapa ia menjadi tidak enak hati saat itu.

Faktanya, Samudra memang tidak terlalu tertarik untuk menjalin sebuah hubungan. Menurutnya semua gadis itu jahat padanya, tapi dimata nya Aurora berbeda dari gadis pada umumnya. Dan ia juga merupakan anak yang tidak dapat mengungkapkan perasaannya lewat sebuah kata, oleh sebab itu ia menjadi seorang penulis yang merangkai sebuah kata.

Seingatnya dia mulai menulis itu sejak SMP, dan ia menulis semua kegiatannya pada secarik kertas berwarna putih.

"Aurora sangat cantik," gumamnya.

🌊🌊🌊

Gara-gara sibuk menghitung bintang semalam, sekarang Samudra malah telat datang ke sekolah. Sebenarnya bisa saja Sam bolos, tak sekali dua kali dia melakukan itu- pengecualian di hari pelajaran Kimia yang guru pengajarnya adalah guru paling galak di sekolah.

Dan sialnya hari ini ada pelajaran Kimia di jam pertama.

Setelah memanjat tembok belakang sekolah, kini Sam sudah berada di dekat kelasnya. Ia mengendap di bawah jendela kelas, lalu perlahan mengintip ke kelas dimana sudah ada Pak Rudi si guru Kimia berkumis tebal.

"SAMUDRAA!"

Sam tersentak. Melotot lebar saat pandangan Pak Rudi menyorot ke arahnya. Jeli sekali mata bapak tua itu.

"Sini kamu!"

Nasib jadi siswa populer, bahkan hanya dari matanya saja sudah tertebak jika dia Samudea.

Pemuda itu terpaksa keluar dari persembunyian. Memasuki kelas dan berhadapan dengan Pak Rudi yang sudah siap menyemburkan omelannya.

Laki-laki itu menundukkan kepalanya, menghadap lantai keramik yang terasa dingin itu. "Iya pak, tadi motor saya mogok."

"Saya belum bertanya Samudra!"

Sam mengerjap. Benar juga. "Tapi bapak mau tanya itu, kan?"

"Gak usah nyengir. Kamu tau kan konsekuensi telat di pelajaran saya?" pak Rudi menarik telinga itu sekuat tenaga, membuat sang empu merasa kesakitan

"Enggak pak, saya hilang ingatan.'' Samudra mencoba menepis tangan pak Rudi yang membuat telinganya berwarna merah.

"Samudra Atlanta!" geram pria paruh baya itu.

KUPU TANPA SAYAPTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang