sembilan

44 11 0
                                    

SEMBILAN

Mati aku.

Nilai D adalah hal baru.

Bukan berarti aku tidak suka dengan hal baru, tapi aku sama sekali tidak mengharapkan ini...

"Penilaian ini juga sudah dikirim ke orang tua kalian seperti biasa. Masih ada magang terakhir di akhir semester ini, jadi berusahalah untuk meningkatkannya ya." Shota-sensei berbicara santai, melambai dan pergi dari kelas setelah satu dua kalimat.

Wajahku benar-benar pucat.

Kapan pemberitahuan nilai magang di kirimkan pada Ayah?

Apakah kemarin?

"(Name), kamu baik-baik saja?"

Aku menoleh menatap Hitoshi. "Ayahku akan membunuhku."

SEMBILAN
S

hinsou Hitoshi POV

Setelah Aizawa-sensei pergi, kelas kembali ramai. Berlomba-lomba memamerkan nilai mereka.

Aku memutuskan mendekat pada (Name), dia terlihat tidak baik. Aku menyentuh bahunya yang bergetar, jarinya meremas kertas berisi penilaian magangnya.

"(Name), kamu baik-baik saja?" Ucapku was-was, apa ada yang masih sakit?

Dia menoleh, matanya yang berwarna carbberian blue cantik itu bergetar. "Ayahku akan membunuhku." Ia bergumam panik.

Aku mengerjap, melirik nilainya yang terpampang. D. Padahal selalu A. Ini pasti karena dia tidak masuk magang karena pemulihan. (Name) tidak bisa sembarangan izin sakit tanpa surat keterangan dokter.

Aku meremat bahunya. "Tenang, (Name). Kita ada di kelas." Aku balas berbisik, berusaha menenangkannya.

Bahunya masih bergerak tidak nyaman, ia menggeleng panik.

"Dia tidak akan membunuhmu, aku janji."

Sepertinya dia tidak dengar.

"(Name)." Aku menelan ludah. Serangan panik? Sekarang?

Aku melirik kanan kiri memastikan tidak ada yang memperhatikan. Kembali memegang bahu (Name) lebih kuat, memaksanya menatapku.

"Lihat mataku, (Name)."

Ia menatapku, aku meringis, dia benar-benar pucat. Apa Ayahnya semengerikan itu?

"Katakan padaku apa warnanya?"

Nafasnya yang tak beraturan perlahan kembali normal, tapi ia masih menggigil. "Ungu..." Gumamnya tidak fokus.

Persetan.

Aku menarik (Name) keluar kelas, mengabaikan Iida yang mengingatkan jika pelajaran akan segera di mulai.

Persetan dengan semuanya.

Ruangan Aizawa-sensei tidak terkunci, aku masuk tanpa salam, mengabaikan Nedzu-sensei yang duduk sambil minum teh.

"Sensei, tolong ganti penilaian (Name) yang di kirim ke Ayahnya sekarang." Aku langsung menuju ke arah Aizawa-sensei.

"Apa ini, Hitoshi?" Ia menoleh pada (Name). "Apa yang terjadi---"

"Sensei!" Aku makin panik saat wajah (Name) semakin pucat.

"Tunggu---"

"(Name)!" Aku berbalik berusaha menahan tubuh (Name) yang pingsan supaya tidak membentur lantai terlalu keras.

Nedzu-sensei mendekat dan memeriksa (Name). "Dia pingsan. Serangan panik?" Ia menatapku ramah.

Aku menelan ludah, mengangguk. "Iya." Tapi melihat (Name) yang bahkan tidak pingsan saat luka berat menyelimuti tubuhnya pingsan hanya karena nilai membuatku juga ikut panik.

Cavendish (Name) - BNHA Alternative UniverseTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang