Rose kesal. Merasa tidak adil untuk pertama kali dalam hidup. Lady bernama Ziela -- salah satu nama yang diwanti-wanti oleh Madam Lita baru saja ditarik menjauh sebelum Rose sempat balas menarik rambut wanita itu.
Dia diam tak bersuara. Tak bergeming ketika orang-orang menanyakan keadaannya. Inginnya saat ini hanyalah berlari menerjang Lady Ziela. Sayang keinginannya tak bisa terpenuhi karena wanita itu dibawa entah kemana oleh beberapa prajurit.
"Ya Dewaaaaa... aku baru meninggalkanmu selama beberapa jam dan lihat kondisimu!" Madam Lita yang entah datang dari mana langsung menyerbu heboh. Wajahnya merah ketika memerintah para pelayan untuk mengantar mereka menuju ruang istirahat.
Harga diri dan ego Rose yang tinggi benar-benar terluka. Bahkan ketika Madam Lita sudah selesai memperbaiki riasan rambutnya, Rose masih merasa berantakan. Rasa kesal itu memang harus segera dilampiaskan.
Ketika Rose berdiri, sudah bertekad mencari Lady bergaun merah tadi, pintu ruang istirahat itu terbuka. Lohan masuk kedalam ruangan dengan raut wajah tegang. Pria itu marah dan bahkan terlihat lebih marah daripada dirinya.
Rose kembali terdiam ketika beberapa orang lagi masuk kedalam ruangan. Itu wanita bergaun merah yang Rose cari, juga seorang pria tua yang tampak menunduk ketakutan.
"Anu..."
Rose melirik Lohan yang berdiri disampingnya. Mata pria itu menatap lurus sepasang anak dan ayah didepan mereka. Mengirimkan sinyal peringatan yang membuat siapapun gemetaran.
"Aku... maafkan perilaku tidak sopanku... Lady Rose." Wanita bernama Ziela itu membungkuk rendah. Diikuti oleh Sang Ayah yang juga mengucapkan kalimat serupa.
Tiba-tiba Rose merasa jengah. Bukan pembalasan seperti ini yang dia mau. Bukan permintaan maaf yang Rose butuhkan. Tapi Rose memilih diam sampai kedua orang itu pergi meninggalkan ruangan.
"Mari, pestanya belum selesai." Lohan mengulurkan tangan dan saat itulah Rose melihat bercak merah dibuku jari pria itu.
"Aku ingin membunuhnya," gumam Rose sembari menerima uluran tangan Lohan. Pria itu tertawa ketika mengeratkan genggamannya.
"Sayangnya mereka juga masuk kedalam orang-orang yang belum boleh kau bunuh."
Rose tidak bicara lagi karena mereka sudah sampai ditempat dilaksanakannya pesta. Kali ini bukan Aula istana, melainkan taman didekat danau. Ada banyak perahu dan orang-orang bergantian menaikinya. Sedangkan alunan musik berpadu dengan angin malam yang dingin.
Rose menatap keramaian itu. Mulai mengingat lagi apa yang sedang dia lakukan hingga berakhir ditempat seperti ini. Memakai gaun mewah dan ditemani oleh seorang pria.
"Setelah ini aku sudah boleh pergi?"
Lohan menoleh. Tidak langsung menjawab melainkan terus menatap wajah Rose dari samping. Saat wanita itu menoleh kearahnya, barulah Lohan buka suara.
"Jika kau menginginkannya." Jawaban yang sangat bukan Lohan.
Jika mengikuti apa yang kini dia pikirkan, Lohan pasti akan menghalangi Rose. Tapi, Lohan sudah berjanji dan dia tidak pernah mengingkari janjinya.
"Kalau kau lupa, kau masih punya dua kesempatan untuk membunuhku."
Pandangan Lohan terkunci. Dia tidak tahu jika Rose bisa tersenyum semanis ini. Perempuan itu menggelengkan kepala.
"Terimakasih, tapi aku tidak akan menggunakannya lagi. Bagaimanapun juga aku tetap tidak bisa mengalahkanmu."
"Kau yakin?"
Rose mengangguk. Maka malam itu menjadi malam terakhir mereka. Setelah ini Rose bebas dan Lohan akan kehilangan kucing liar peliharaannya.
"Wanita bernama Madam Olive itu, kau tahu jika aku mencarinya bukan?" Karena ketika Rose meminta izin, Lohan terlihat seperti tahu sesuatu.
KAMU SEDANG MEMBACA
POISON ROSE
RomantizmRose telah menjalani profesi ini lebih dari sepuluh tahun. Tanpa kesalahan, tanpa kekurangan, dia selalu menyelesaikan misi dengan sempurna. Hingga mereka memanggilnya Mawar Beracun. Simbol kecantikan yang mematikan. Indah namun tak bisa disentuh ru...