Altschmerz 16

4 0 0
                                    

Happy Reading
[08/04/2024]


Dalam lorong gelam Sheyra berlari tanpa arah. Ia melihat sekeliling hanya ada kegelapan. Ia terjebak.  Kakinya terjerat sesuatu yang sulit untuk dilepaskan. Cahaya itu berada di ujung, tapi sejauh apapun Sheyra berlari ia tidak pernah sampai. Kini kakinya terjerat, ia tidak bisa mengejar jalan keluar itu.

Sheyra berteriak tanpa mengeluarkan bunyi, air matanya seolah menguap dalam sekejap, "Sampai kapan, hah?! Sampai kapan Lo siksa gue, hah?!"

Kepala yang selalu tegak tiba-tiba tertunduk. Ia tidak bisa keluar. Sekeras apapun usahanya, itu hanya sia-sia. Sekilas ia menatap uluran tangan seseorang. Itu Nasywa.

"Sheyra ..." Suara itu menggema tapi Sheyra tidak bisa menatap wajahnya. Hingga Sheyra hendak meraihnya tapi Nasywa menghilangkan seolah bayangan yang ditinggal cahaya, "Gue benci lo!"

"Nggak! Nggak! Jangan!"

Sebanyak apapun Sheyra memohon, ia tidak akan bisa meraihnya. Itu hanya bayangan, tapi terasa nyata.

Mata Sheyra menatap cahaya itu. Jaraknya tiba-tiba begitu dekat. Sangat mudah meraihnya. Bahkan matanya melihat Ayah, ibu dan kedua kakaknya berdiri di sana. Mereka melambai sembari memanggil nama Sheyra. Entah mengapa tubuhnya bebas dan bisa berlari.

Sheyra merasa tubuhnya begitu ringan saat berjalan ke arah mereka. Namun bukannya memeluk mereka, Sheyra malah menebas kepala yang ada di depan matanya. Cairan pekat itu mengalir bak air sungai. Mata Sheyra terbelalak dengan perbuatannya.

"TIDAKK!!"

Sheyra terbangun dengan wajah pucat dan keringat bercucuran. Ia menarik napas, ternyata hanya mimpi. Sheyra melihat jam dinding menunjukkan pukul 5 pagi. Ia memegang kepala melampiaskan apa yang ia lihat dalam mimpinya.

"Kenapa? Kenapa selalu saja. Tuhan tidak pernah merestui kebahagiaan ku." Lirih Sheyra sembari memeluk kakinya.

Selama bertahun-tahun yang Sheyra lakukan hanya memandang foto itu tanpa pernah sekalipun menginjakkan bayangan pada kenangan itu. Dirinya terlalu takut hingga terbawa mimpi.

Satu hal, mimpi. Satu hal kecil itu menghancurkan semua yang ia punya. Bahkan dunia mimpi yang seharusnya menyenangkan berubah menjadi penjara abadi yang ia buat sendiri. Tempat itu hanya penyiksaan dibawah level realita.

Sheyra menatap langit-langit yang ia hiasi lampu bintang dan cahaya siluet biru merah. Pandangannya perlahan kabur dan abu-abu. Matanya berkedip-kedip tidak karuan. Bumi yang ia pijak seolah berputar tanpa arah hingga.

Brugh!!

🍂🍂Altschmerz🍂🍂

"Wahhh gila, Lo lunasin banyak tagihan selama kuliah di sini?" Heboh Laeli ketika melihat kwitansi pembayaran milik Laksa.

"Bohong, itu mah dia angsur-angsur ke kampus." Sela Alfi memandang Laksa dengan sorot mata aneh.

Laksa hanya menggaruk tekuknya yang tidak gatal, "Ya elah, nggak seneng betul Lo lihat gue bahagia." Ucapnya kesal.

"Bahagia kok ngapusi (berbohong)." Ketus Alfi kembali menikmati es coklat yang ia beli sebelum ke kampus.

Hari ini Sheyra, Puput, Alfi, Laeli dan Laksa membuat janji untuk berkumpul sebelum menghadapi sidang yudisium mereka yang diadakan besok. Mereka ingin berkumpul sebelum besok setelah yudisium mereka mungkin tidak bisa berkumpul seperti ini lagi.

Seperti biasa mereka berempat sudah datang lebih awal dan tinggal Sheyra yang belum datang. Padahal hari ini mereka berencana untuk membeli pakaian yudisium dan wisuda. Tapi dengan keterlambatan ini sepertinya rencana mereka hanya sekedar wacana.

Altschmerz🍂[Segera Terbit]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang