3. 𝐒𝐞𝐦𝐢

160 34 1
                                    

Kok chap ini yang baca dikit banget. 😔

Besoknya, trial ekskul pun tiba. Iya, [Name] jadi menghadiri trial ekskul, walau rada takut membernya.

Jam tiga sore, [Name] sudah berandai-andai bagaimana nasibnya di ekskul tersebut."Maw, trial ekskul band jadwalnya kapan sih? Hari ini, kan?" tanya [Name] memastikan.

"Mana gw tau anjer, masa daftar ekskul kaga liat jadwal dulu. Hadeh." Mawar berkutik sambil mencari salinan lembar pendaftaran ekskul. "Tuh, bener. Ekskul Band, Tiap Rabu jam 4:30."

"Gw takut, Maw."
"Yaelah, kan ini baru trial. Kalo lu gasuka ya tinggal pindah." kata Mawar.
"Oiya, bener juga." [Name] pun cekikikan.
"Dongo."

Sekolah sudah selesai jam 4. [Name] dengan girang pun menuju ruang musik. Dia orang pertama yang masuk ke sana.

"Anak bandnya asik ga yah..." gumamnya sambil melihat-lihat alat musik. [Name] memiliki pengetahuan yang lumayan dalam musik, jadi-dia mengerti bagaimana caranya menyalakan ampli, mencolok gitar, dll. Di sana dia melihat sebuah gitar.

Sebuah Squier Sonic Telecaster H Esquire. Punya sekolah, kali. batinnya. Eh tapi kok bagus banget, anjir. Biasanya kan gitar sekolah butut terus senarnya karatan, ruwet dan berantakan cem alur hidup.

Setelah berhasil menyambungkan gitar tersebut ke amplinya, [Name] mulai memainkan beberapa riff yang sudah pernah dipelajarinya. Anjay.

Entah karena terlalu menghayati atau bagaimana, [Name] tidak sadar ada sesosok lelaki bersurai kelabu, mematung di depan pintu.

"Eh-" ucapnya tertahan saat [Name] berhenti bermain.

"Oh, Kak... Semi, ya?" [Name] mengingat namanya.

"Eh, iya..." ucapnya gugup. Sumpah, saat ini rasanya sangat awkward sekali. Mana lelaki itu menolak masuk, dia hanya berdiri di depan pintu seperti itu entah apa alasannya.

"Masuk aja, Kak." ucap [Name] santai. Ia juga bingung melihatnya hanya bengong di depan pintu.

"Kau kenal aku?" tanya lelaki itu. Dia duduk berhadapan dengan [Name]. "Eh, iya. Kakak yang kemaren sama Shirabu, kan?" Semi tidak mengenal [Name], karena kemarin namanya tidak disebutkan oleh Shirabu.
"Oh iya..." Semi terkekeh.

"Btw gitarnya enakeun nih, tumben gitar sekolah sebagus dan serapi ini." komentar [Name].

"Yah, sebenarnya itu punyaku sih." ucap Semi sambil tertawa ringan. "Hah?" [Name] langsung menyerahkan gitar itu kepada pemiliknya, mana dari tadi dia asal pegang saja seolah-olah itu miliknya.

"Eh, m-maaf Kak, harusnya aku izin dulu." [Name] tersenyum kikuk. Aduh, malu-maluin aja.

"Hehe, iya ngga papa. Kan kamu gatau." balasnya santai.

[Name] hanya tersenyum. Yah, kenapa jadi awkward begini. Di ruang musik itu hanya ada mereka berdua. Mereka hanya diam-diaman. [Name] memperhatikan jari lihai Semi yang memainkan sebuah scale.

"Pentatonic scale?" tanya [Name]. "Ya." balas Semi singkat.

Aduh, jawabannya singkat sekali. Kan niat [Name] mau memulai pembicaraan lagi. Akhirnya [Name] memilih memperhatikan kakak kelasnya itu bermain gitar.

Sepi rasanya. Setelah hampir lima menit melihat kakak kelasnya bermain gitar tipis-tipis, mulut [Name] kembali bersuara. "Anggota band yang lain siapa aja?" Semi yang mendengar itu pun langsung berhenti.

"Eh, maaf ganggu-"
"Gapapa."

"Ada kok anak-anak yang lain, tapi-pada engga masuk. Ada yang izin juga. Ada tiga orang lagi, mereka megang bass, keyboard, sama drum. Paling minggu depan masuk." jelasnya tanpa mengalihkan pandangannya dari senar gitarnya itu. [Name] hanya mengangguk.

Semi pun inisiatif bertanya. "Kamu sendiri mau ambil posisi apa? Kamu baru join, kan?"

"Hehe, itu..." [Name] sendiri belum memikirkan ingin mengambil posisi apa. Dia pun merasa panik.

Sebenernya dia ngincar posisi gitaris sih, tapi kan disini udah ada Kak Semi yang skillnya jago mampus.

Dia masuk band hanya karena dia bisa main gitar, skillnya juga bukan yang jago banget, rada pas-pasan memang.

"Kak Semi sendiri posisinya apa?" tanya [Name], berusaha menghindari pertanyaan. Bentar mikir dulu.

"Lead guitarist, vokalis."

"Kamu minat jadi gitaris? Tadi aku liat kamu mainnya lumayan juga." lanjut Semi.

"Tapi kan Kak Semi udah jadi gitaris." jawab [Name] ragu.

"Hehe, jadi gitaris kedua aja. Biar aku ngga cape-cape mixing lagi kalo ada gitaris keduanya." kata Semi dgn senyuman.
Duh maniez bgt km mas.

"Oke!" ucap [Name] yakin. Kak Semi tertawa halus.

"Mulai besok- maksudnya minggu depan, kamu jadi gitaris ya." ucapnya.
"Iya, Makasih ya, Kak Semi!" seru [Name]. Akhirnya keinginannya terwujud.
"Sama-sama... eh, siapa nama-"

TOK TOK TOK!

Belum sempat Kak Semi menyelesaikan kalimatnya, terdengar suara ketukan pintu yang cukup keras, memotong ucapan Kak Semi.

"Sudah jam segini, ruang musiknya nanti dikunci ya, Sem." ucap seseorang yang bersurai hijau tua itu. "Iya, entar gw kunci sendiri." balas Kak Semi.

"Pulang, ya. Udah sore, nih." ujar Semi.
"Eh, iya Kak." Semi membungkus gitarnya, lalu menggendongnya di bahunya.
[Name] pun mengambil tasnya lalu berjalan beriringan dengan Semi, menuju luar sekolah.
Di lapangan masih ada beberapa siswa yang bermain basket. Jadi ya, sebenarnya tidak terlalu sepi walau sudah jam enam lewat.

"Oh iya, siapa namamu?" tanya Semi, mengisi kekosongan saat mereka tengah menyusuri lorong.
"[Name]. Namaku [Name]." balas [Name]. Semi hanya membalas dengan anggukan.

"[Name], minta nomormu." ucapnya tiba-tiba.
"Hah?!" anjir, baru ketemu dimintain nomor? Sat-set banget nih orang.

Semi yang menyadari kesalahpahaman [Name] pun langsung berusaha meluruskan.
'Oh, engga- ini, mau masukkin kamu ke grup band." jelasnya sedikit tersipu.

"Kirain, heheh."balas [Name] sambil ketawa garing. Geer banget sumpah. Ah elah, udah dua kali lu malu-maluin, [Name].

Mereka pun saling bertukar nomor.

"Udah, ya. Aku duluan." Semi memasang helm sambil mengendarai motornya. "Eh, iya. Hati-hati." Semi hanya membalasnya dengan senyum sebelum ia tancap gas.

"Keknya asik orangnya." gumam [Name].

Jangan lupa votenya yh maniez 😘☝

Anak Band ★ Semi Eita x ReaderTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang