vi. kalian mencuri semua yang ku punya

598 119 127
                                    

N A R A S I
Itu milikku. Bahkan jika
itu hanya selembar kertas, itu
masihlah milikku.

Miss Alena, guru les piano itu benar-benar datang ke rumah setiap tiga kali sehari untuk mengajari Gempa bermain piano

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Miss Alena, guru les piano itu benar-benar datang ke rumah setiap tiga kali sehari untuk mengajari Gempa bermain piano. Kadang-kadang suara tuts dari kamar seberang akan selalu terdengar di telinga, di barengi suara tepuk tangan serta tawa bangga dari Ayah atau Ibu.

Halilintar? Oh, jangan khawatir. Dia semakin di jauhi dari hari ke hari. Waktu yang berjalan seolah-olah berkontribusi besar dalam menghapuskan jejak keberadaannya di rumah.

Itu menyenangkan, tetapi juga menyakitkan.

Kadang-kadang Halilintar akan temui dirinya sendiri sering melamun. Menatap piano di tempat kursusnya tanpa ada alasan yang jelas. Dia kursus sendiri, mendaftar sendiri. Sedangkan Gempa langsung di datangkan guru les terbaik.

Padahal dulu Halilintar juga pernah berkata tentang impiannya yang ingin menjadi seorang pianis. Tetapi semua segera di tolak mentah-mentah oleh Ayah. Lalu sekarang kenapa? Kenapa Ayah langsung mengabulkan jika itu keinginan sang adik?

"Lin, untuk kesekian kalinya kamu menatap vas bunga saya. Fokus kamu makin kacau."

Eh?

Suara bariton dan sentilan di jidatnya langsung membuyarkan lamunan Halilintar. Dalam sekejap dia temukan ruangan putih gading──Ya Tuhan, Halilintar melamun lagi saat sesi konsultasi.

Ketika menatap wajah sang psikolog, pria itu sudah bersedekap dada dengan wajah melotot geram. Sontak Halilintar nyengir, "Saya bisa nyalahin vas bunga Bapak, nggak? Soalnya lucu. Motifnya kaya daster ibu-ibu."

"Alin!" Kaizo memanggil marah, terbukti dari jari telunjuknya yang mengarah ke wajah Halilintar. "No way. Kamu mencoba mengalihkan topik lagi. Vas bunganya tidak bermotif, Lin." Lirih sang psikolog lagi.

Tidak lama kemudian Halilintar di buat menganga. Matanya pasti salah. Tadi vas bunga putih polos itu penuh dengan motif macan tutul!

"Alin."

"Ya, Pak?"

"Sepertinya sesi konsultasi setiap Minggu tidak berefek banyak, ya?" Kini wajah pria itu berubah lembut. Hembusan nafas panjang terdengar. Lantas dengan tegas Halilintar menggeleng, "Ngefek, kok. Bapak jangan suudzon. Saya cuman... cuman..." Lalu Halilintar terdiam ketika tidak punya alibi lagi. Hilang di ujung lidah.

"Saya punya surprise kecil buat kamu." Tukas Kaizo santai. Perlahan-lahan jas putih di lepas, menyisakan kemeja biru gelap yang lengannya di singsing sampai ke siku. "Miss Alena, beliau panitia kompetisi piano cabang nasional tahun depan. Kamu tahu kan kalau mau mendaftar sebagai peserta itu sulit?" Halilintar segera mengangguk.

"Kamu sudah saya daftarkan."

DUAR! Seperti itulah suasana hati Halilintar. Jantungnya berdebar begitu kencang. Mulutnya terbuka seraya berkata, "Hah?"

Narasi: Stay With Me [ Halilintar ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang