xiv. apa arti keberadaan ku bagi kalian?

566 98 32
                                    

N A R A S I
Aku selalu berpikir, apakah
benar aku putra kalian?

N A R A S I Aku selalu berpikir, apakahbenar aku putra kalian?

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Kali pertama membuka mata, rasanya luar biasa sakit. Namun untuk tiga kali percobaan, akhirnya Halilintar mampu menangkap siluet buram di ujung kasurnya.

"... Ice?"  

Ice yang duduk menyender di kursi segera bangkit mendekati Halilintar. "Ada yang sakit, nggak?"

Jawabannya hanyalah gelengan. Manik merah itu menyisir seisi ruang rawat miliknya dan berubah lega saat tidak menemukan sosok Solar.

Jika Ayah sampai tahu dia bertemu Solar lagi, semua akan menjadi kacau.

"Kamu udah nggak minum obat yang di kasih Kaizo?"

"... Enggak."

"Seterusnya kamu harus rutin minum obatnya. Dokter bilang stress kamu nggak di manage. Makanya sampai separah ini."

Tiba-tiba si biru itu merunduk dan mengusak perlahan surai hitam Halilintar. Entah mengapa, suara Ice tidak lagi tenang seperti lautan mati──sekarang suaranya seperti lautan yang di guyur hujan badai berkepanjangan; kesedihan.

"Get well soon, my sweetheart."

•••

Ice pergi usai menemani berjam-jam lamanya. Ada urusan penting, katanya sambil menitipkan senyum dan lambaian tangan hangatnya.

Sialnya, Ibu ada di ruang rawatnya sekarang. Duduk di sisi kasurnya sembari menatap tajam──tidak biasanya Ibu marah sampai seperti ini.

"Mama tahu kamu ketemuan sama anak psikolog itu."

Desir darah Halilintar berhenti mengalir. Gugup. Takut. Darimana Ibu tahu hal seperti ini?

"Itu nggak di sengaja, Ma."

"Kamu juga temenan sama anak berandalan."

Bahkan Ibu tahu tentang Ice. Mengapa? Apakah Ibu memata-matai dirinya selama ini?

Halilintar menundukkan pandangannya sembari berkedip pelan. Dadanya sakit lagi. Ibu datang ke sini bukan untuk menanyakan tentang sakitnya dan malah menanyakan hal-hal tidak penting seperti itu.

Hal yang terkubur mendongkrak keluar. Pertanyaan yang selalu menjadi bayang ketakutannya selama bertahun-tahun silam.

Aku putra kalian, kan?

Semuanya menjadi buram. Pikirannya terkurung dalam badai tak berkesudahan. Bahkan suara Ibu yang memarahinya hanya tersisa sayup sayup.

Narasi: Stay With Me [ Halilintar ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang