xiii. penghiburan kecil dari sang sahabat

799 119 79
                                    

N A R A S I

"Kamu tahu aku di rumah sakit?"

"Aku tahu semuanya." Ice mengulas seringai. Dia menggoyang pelan kaleng alkoholnya, "Aku kan datang terus ke ruang rawat kamu. Setiap hari." Tambahnya.

"Kapan?"

"Tengah malam."

"Lewat mana?"

"Balkon."

"Manjat?"

"Iya."

Tepat setelahnya Halilintar bergidik ngeri. Sesuai naluri dia menjambak telak rambut sahabatnya hingga Ice mengaduh, menjerit, bahkan hampir meraung kesakitan. Beruntungnya kaleng alkohol Ice tidak tumpah ke lantai.

Halilintar terus mengumpat sembari melayangkan satu dua cekikan main-main. Hingga akhirnya Ice memilih merebahkan diri di sofa seraya merentangkan tangan.

"Apa!?" Halilintar menyalak ngeri kala melihat wajah tengil Ice. Dan si biru itu hanya memasang wajah: nggak peka banget, si monyet! Ya minta peluk lah! "Kamu bau alkohol. Aku nggak suka."

Tepat setelahnya Ice berdecak, dia mengulurkan tangan ke dalam selipan sofa dan mengeluarkan bungkusan permen Kiss. Permen itu di makan, lalu dia menjulurkan lidahnya sembari tersenyum, "Sekarang nggak bau alkohol. Bau cherry."

Ice dengan jahil menghembuskan nafasnya, membuat aroma alkohol dan manis permen cheery segera tercium.

"Kenapa sih minta peluk?" Tanya Halilintar dengan penuh interogasi. Matanya melirik ngeri pada Ice yang masih merentangkan tangan. "Biasanya juga nggak minta."

"Pelukan itu obat hati."

Tepat setelahnya Ice menarik tangan Halilintar, memaksanya masuk kedalam rengkuhan. Bagai pemilik yang menemukan kucing, Ice dengan gemas memeluk Halilintar erat-erat dan menggoyangkannya ke kanan dan kiri. Sesekali si biru itu menepuk belakang kepala Halilintar, beralih mengusak surai, atau bahkan menghirup aroma parfum sahabatnya yang sangat unik.

Seperti lautan. Segar dan dingin.

"Aw──" Ice mengaduh lagi ketika Halilintar mencubit kencang perutnya. "Heh! Tangan mu kalau nggak bisa diem ku patahin, ya!"

Tetapi Halilintar yang merebahkan kepalanya di bahu Ice segera menjulurkan lidah. "Aku mau liat seberapa kuat kamu sampai bisa matahin tangan ku."

Ice mengerjap, sebelum akhirnya tertawa dan makin di buat gemas. Dia menggesekkan pipinya pada kepala Halilintar, berulang kali hingga akhirnya hanya menyisakan pelukan biasa.

Hening.

Dua-duanya nyaman dalam pelukan satu sama lain.

"Alin,"

Narasi: Stay With Me [ Halilintar ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang