ix. narasinya belum selesai ternyata

637 128 186
                                    

N A R A S I
Aku terlelap hanya untuk
mengulang kisah lama yang
pahit.

N A R A S I Aku terlelap hanya untuk mengulang kisah lama yangpahit

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Mungkin Narasinya sudah berakhir──

Tetapi tidak lama kemudian, suara denyut jantung yang terpampang di layar monitor mulai meningkat drastis. Halilintar membuka matanya dengan nafas tersengal-sengal. Peluh dingin menetes, membasahi dahinya hingga rambutnya. Urat-urat lehernya timbul karena tegang. Rasa sakit mulai menyerang di bagian kepalanya.

"──ugh,"  

"Alin──" sepasang tangan dingin merangkul erat. Halilintar membelalakkan mata ketika mendapati aroma chamomile yang tidak asing. Ini aroma milik psikolognya, aroma Kaizo. Isakan tangis dari pria itu mulai berderai bersama rengkuhan yang mengerat. "Demi Tuhan... terima kasih, terima kasih..."

Semuanya terlalu mendadak. Ruangan putih penuh aroma obat, cahaya matahari yang menyilaukan, Kaizo yang menangis, dan sakit di sekujur tubuhnya membuat Halilintar bingung bukan main.

Halilintar masih hidup...

Setelah kejadian malam itu, Halilintar masih hidup.

Dan di sinilah Halilintar habiskan jam-jamnya di ruangan rumah sakit hanya untuk mencerna baik-baik semua peristiwa yang terjadi. Tanpa Ayah dan Ibu, tanpa Taufan dan Gempa. Hanya Kaizo, aneh, kan?

"Kamu koma selama dua minggu, percaya tidak?" Papar Kaizo dengan senyum miris. "Kamu hampir menyaingi putri tidur. Solar selama dua minggu ini terus ingin mencium mu seperti di buku dongeng." Bisik Kaizo lagi dengan dengusan geli. "Untung tidak benar-benar mencium..." Lirihnya lagi.

Kaizo, pria psikolog itu benar-benar menjaganya dengan baik. Membuat Halilintar berpikir, apa selama dua Minggu ini hanya Kaizo yang menemani di sini?

Rasa khawatir Halilintar membludak. Di mana keluarganya? Mengapa tidak menjenguk? Sudah hampir satu hari, tetapi siluet keluarganya tidak muncul sama sekali.

"Bapak,"

Sampai akhirnya Halilintar muak dan putuskan untuk bertanya. "Keluarga saya mana?"

Hening.

Sebuah keheningan yang tidak nyaman. Halilintar temukan guratan halus di antara celah alis sang psikolog. Sebuah tanya terluncur, "Kenapa nggak ada yang jenguk saya seharian ini?"

"Bapak, saya nanya Bapak, bukan angin." Ucap si merah lagi. Kali ini tangan yang tertancap infus itu menggenggam erat tangan Kaizo, berusaha menuntut jawaban. "Mereka ke mana, Pak?"

"Saya bisa diam kalau kamu tidak mau dengar hal buruk." Sahut Kaizo pelan. Senyum tipis di ulas. Genggaman tangan itu di balas dengan lembut.

"Saya mau denger, Pak. Sekarang." Pinta Halilintar dengan keras kepala. Padahal sudah tahu ini hal buruk, tetapi Halilintar tetap menyiapkan hatinya untuk itu.

Narasi: Stay With Me [ Halilintar ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang