Sebuah bus yang melaju dari Jakarta menuju Yogyakarta telah berangkat sepuluh menit yang lalu. Langit cerah pagi itu tampak mendukung siswa-siswi SMAN Garuda Bangsa melaksanakan karya wisata. Suara riuh riang gembira melingkupi seluruh penjuru bus.
Alana yang duduk berdampingan dengan Juna pun tak kuasa menahan senyum senangnya. Perasaan gembira seolah membuncah di dalam hatinya. Ia menatap pemandangan yang tersaji di luar jendela. Perlahan bus mulai meninggalkan kota Jakarta yang padat.
Juna mengelurkan makanan ringan dan mengulurkannya kepada gadis itu. Mereka menikmati camilan yang dibawa sembari berbincang riang. Anak-anak lain ada yang menghabis kan waktu perjalanan dengan bermain game maupun bernyanyi bersama. Suasana karya wisata ini persis seperti yang dibayangkan gadis itu.
Di tengah keseruan yang tercipta, Adrian duduk seorang diri di salah satu kursi. Lelaki itu memasang headphone yang menyumpal kedua telinganya. Matanya terpejam sehingga menunjukkan bulu mata panjangnya yang cantik. Ia berusaha meredam kebisingan di sekelilinya. Banyak hal yang terjadi dan berkecamuk di dalam benaknya. Permasalahan di rumah mengusiknya tepat sebelum karya wisata ini dilangsungkan. Setidaknya ia sedikit lega karena dapat melangkah pergi sejenak dari rumah yang menurutnya seperti bukan sebuah rumah.
Senja telah menyapa saat bus mulai memasuki kota Yogyakarta. Pemandangan lampu-lampu yang menyala mulai menerangi jalanan. Juna menatap pemandangan di luar sana dengan takjub. Perhatiannya teralih tatkala gadis yang tengah tertidur dalam sandarannya itu sedikit menggeliat. Ia menyelipkan anak rambut yang menutupi wajah gadis itu.
Wajah empat orang yang tengah bercengkrama riang terlukis sangat indah. Jihan dan Abilla yang baru saja kembali dari kantin membawakan roti untuk Alana dan Adrian yang baru saja tiba di kelas. Mereka berbicang riang sebelum bel masuk berbunyi.
"Alana!"
Sosok Jihan yang begitu ceria menghampiri Alana yang sibuk bermain ponsel di mejanya. Gadis itu hanya mendongak menatap Jihan dengan tanda tanya.
"Adrian ga masuk hari ini?"
Gadis itu menoleh ke samping. Benar juga, sosok lelaki itu tidak ada di sana. "Kau benar. Ia tidak pernah terlambat sedikit pun," balasnya.
"Al! Kamu itu kekasihnya. Tunjukkan rasa pedulimu. Nanti kalau Adrian diambil orang, baru menyesal loh," ucap Jihan kembali.
"Memangnya dia barang?"
"Al, Adrian itu sangat mencintaimu. Aku berharap hubungan kalian akan berjalan dengan baik. Jika kau mencitainya, kau juga harus berjuang dalam hubungan ini. Jangan biarkan Adrian berjuang seorang diri. Suatu hubungan itu dijalani oleh dua orang," ucap Jihan. Gadis itu menepuk bahu teman dekatnya sebelum pergi untuk kembali ke bangkunya.
Kedua mata gadis itu terbuka perlahan. Perasaan yang berkecamuk terasa memenuhi dadanya. Apa yang sebenarnya baru saja dilihatnya? Potongan mimpi itu kini semakin jelas. Ia mulai dapat melihat wajah-wajah orang yang hadir dalam mimpinya. Tapi, rasanya mimpi itu sangat berbeda dengan kehidupan yang dijalaninya.
Aku dekat dengan Jihan dan Abilla? Aku bahkan menjalin hubungan dengan Adrian. Apa yang sebenarnya terjadi denganku? Apakah ada yang salah dengan diriku atau mungkin dengan kehidupan yang kujalani?
Gadis itu mengangkat kepalanya dari bahu Juna. Gerakannya membuat sepasang mata lelaki itu beralih menatapnya.
"Kamu sudah bangun?"
Alana menatap pasang mata yang begitu dekat dengannya itu. Ia menatap lekat seolah tengah tenggelam dalam manik mata hitam itu. Bukankah aku menuliskan perasaanku dalam buku harian jika menyukai lelaki ini?
KAMU SEDANG MEMBACA
BITTERSWEET ✔️ | END
Подростковая литература[DALAM PROSES PENERBITAN] Dalam 17 tahun hidupnya, Alana tidak pernah memikirkan jika petualangan yang luar biasa akan dirasakannya. Semua yang ia rasa begitu kenal, rupanya sangat asing. Ia merasa jika kehidupan manis yang didambakannya hanyalah bu...