Saat istirahat telah tiba, Alana melangkah menuju perpustakaan. Ia memiliki tugas sejarah yang mengharuskannya mencari buku referensi untuk mengerjakannya. Saat melangkah di koridor ia tidak sengaja bertemu dengan Juna. Lelaki itu memilih mengikutinya karena ada buku yang hendak dipinjamnya. Alhasil keduanya pun melangkah bersama menuju perpustakaan.
Adrian yang memang telah berada di perpustakaan sejak lama melihat kedatangan dua insan tersebut. Pandangannya terus tertuju ke arah gadis itu sejak melangkah masuk. Gadis itu menghilang di balik rak buku yang menjulang. Tak beberapa lama, sosoknya kembali dalam pandangannya. Alana dan Juna mengambil tempat jauh di depannya. Lelaki itu terus mengamatinya dalam diam.
Alana fokus mengerjakan tugas yang dimilikinya, sementara Juna asyik membaca sebuah buku di hadapannya. Sesekali mereka tampak berdiskusi bersama. Walaupun Juna anak IPA, tapi untuk sejarah negaranya sendiri tentunya ia juga mengetahuinya. Saat bel masuk telah berbunyi, keduanya segera merapikan kembali buku yang diambil. Lalu berbalik ke runag kelas masing-masing.
Sepulang sekolah, Juna sudah menjemputnya di depan kelas. Jihan yang baru saja melangkah keluar kelas hanya melirik sekilas lelaki tersebut kemudian berlalu. Ia sedang tidak memiliki minat untuk membuat kegaduhan dengan siapa pun.
"Alana, ayo pulang," ajak Juna begitu ia menemukan gadis yang ditunggunya.
"Apakah kamu tidak berlatih basket?" tanya gadis itu.
"Aku ada latihan sejam lagi. Aku memiliki waktu untuk mengantarmu pulang lebih dulu," balas lelaki itu.
Saat tengah berbincang, Adrian yang hendak keluar dari kelas menginterupsi percakapan tersebut. "Apakah kalian bisa menyingkir? Jika ingin mengobrol, lebih baik lakukan di tempat lain. Menghalangi jalan saja," ucapnya dengan sikap dingin. Lelaki itu menerobos begitu saja celah di antara Alana dan Juna.
"Kamu tidak perlu mengantarku. Lagi pula aku masih memiliki jadwal bekerja sepulang dari sekolah," jelas gadis itu.
"Bekerja?"
Alana mengangguk. "Aku bekerja paruh waktu di sebuah kedai kue. Aku ingin membantu bapak untuk mendapatkan pemasukan setidaknya untuk kebutuhanku sendiri."
"Hei! Itu kabar yang bagus. Kalau begitu biarkan aku mengantar ke tempat kerjamu. Aku ingin mengetahui di mana kamu bekerja," ucap Juna merasa bangga dengan kegiatan gadis itu. Sebagai temannya sejak kecil, ia sangat mendukung segala hal yang dilakukan gadis itu. Selama hal yang dilakukannya positif dan tidak merugikan diri sendiri serta orang lain, mengapa tidak.
"Kalau begitu, baiklah," ujar Alana menyetujui.
***
Alana melangkah masuk ke dalam kedai setelah melihat Juna pergi. Baru ia melangkah masuk, seorang pelanggan yang duduk tak jauh dari pintu masuk menarik perhatiannya. Adrian duduk di sana sembari menikmati segelas ice americano dan croissant plain. Lelaki itu bahkan menunjukkan raut wajah datarnya saat menatap gadis itu yang terkejut dengan kehadirannya di sana.
"Hei! Apa yang kamu lakukan di sini?" Alana menegurnya dengan suara lirih. Ia tidak ingin rekan kerjanya mendengarnya.
"Tentu saja menikmati kopi. Apa lagi?" Adrian menjawabnya santai.
"Mengapa kamu tidak bilang jika ingin ke mari? Aku bisa saja tadi pergi bersamamu," ucap gadis itu.
"Bukankah kamu harus segera bersiap untuk bekerja?"
"Oh, iya!" Gadis itu berlalu meninggalkan Adrian yang tetap santai di tempatnya.
Selama jam bekerjanya berlangsung, Alana selalu mencuri pandang ke arah lelaki itu. Adrian masih belum beranjak dari tempatnya. Lelaki itu tampak sibuk bermain ponselnya tanpa menghiraukan keadaan sekitar. Jika diperhatikan dengan seksama, sepertinya lelaki itu akan menetap hingga kedai tutup.
KAMU SEDANG MEMBACA
BITTERSWEET ✔️ | END
Dla nastolatków[DALAM PROSES PENERBITAN] Dalam 17 tahun hidupnya, Alana tidak pernah memikirkan jika petualangan yang luar biasa akan dirasakannya. Semua yang ia rasa begitu kenal, rupanya sangat asing. Ia merasa jika kehidupan manis yang didambakannya hanyalah bu...