KEHIDUPAN AUSTRALIA (1)

12 6 0
                                    

"Kamu dari mana aja Azka ?" Barang-barang milik Azka sudah tersusun rapi di bagasi mobil saat Azka memarkirkan motornya di garasi.

"Namanya juga jalan-jalan." Azka menggaruk lehernya yang tidak gatal dan langsung menerima lemparan tas ransel terakhir dari ibunya.

"Buset ! Ini Azka kayak diusir beneran lho. Padahal kan cuma butuh beberapa barang doang."

"Semua barang ini nantinya akan kamu butuhkan."

"Yaelah, kan nanti Azka juga bakal pulang paling nggak beberapa bulan sekali lah." Azka menutup bagasi mobil yang sudah dipenuhi barang-barang.

"Ini Azka mandi boleh masih sempet gak ?" Ibunya melihat sekilas ke arloji yang dikenakannya kemudian mengangguk dan memberi isyarat agar Azka tidak lama-lama.

"Oke, lima menit !"

***
"Informasi untuk apartemen dan lain-lain nanti Papa yang akan jelasin ke kamu."

"Oke,"

"Bentar lagi pesawat kamu berangkat." Apa hanya Azka yang merasakan berat jika meninggalkan semuanya di sini ? Atau memang suasana sore menjelang malam ini memang mendukung sekali untuk momen saling merindu ?

"Ma,"

"Iya kenapa ?"

"Mama jaga kesehatan ya ?"

"Iya sayang," dengan lembut, ibunya mengusap kepala Azka yang tingginya melebihi ukuran tubuhnya sendiri sehingga ia perlu berjinjit agar bisa melakukannya.

Suara panggilan pemberitahuan sudah mulai terdengar. Inilah saatnya untuk berpisah.

"Ma,"

"Ada apa lagi ?" Suara lembut itu akan Azka rindukan sampai waktu yang belum diketahui.

"Azka boleh minta satu hal lagi gak ?"

"Apa ?" Azka bergerak mendekati ibunya dan mengalungkan kedua lengannya melingkari tubuh ibunya dan merendahkan tubuhnya supaya ia mendapat pelukan yang sama.

"Eh-eh ... Jangan kayak anak kecil,"

"Biarin,"

"Abang hati-hati ya di sana ?" Sebuah usapan tulus di pundaknya membuat air mata Azka sulit di bendung. Ia tidak pernah merasakan kehangatan seperti ini sebelumnya. Baru kali ini. Rasa bahagia Azka terpancar ke wajahnya.

"Azka ?" Suara berat ayahnya membuat Azka melepaskan pelukannya dan segera menenteng tasnya.

"Pa, Azka berangkat ya ?"

"Iya, hati-hati." Pundak Azka terasa lebih berat setelah sang Ayah menepukkan kedua tangannya seolah dia memberikan tanggung jawab serta sebuah kepercayaan kepada putranya.

"Keenan ? Abang duluan ya ?" Mata Keenan sudah sembab dari tadi. Azka berjongkok dan menyamakan tinggi badan adiknya itu untuk memberikan sebuah pelukan hangat untuk menenangkannya.

"Abang cepet pulang ya," baju Azka terlihat basah karena air mata Keenan yang tak berhenti mengalir.

"Oke,"

Azka menghapus air yang menetes dari kedua matanya lalu memaksakan sebuah senyum agar semua ikut tersenyum. "Azka pergi dulu ya," lambaian tangan mereka mengiringi langkah Azka menuju kehidupan baru yang akan sangat asing baginya.

***
Butuh waktu lama untuk merilekskan diri setelah menempuh perjalanan kurang lebih lima jam dari Jakarta ke Australia. Waktu menunjukkan pukul 03.17 dini hari ketika Azka tiba di apartemen yang telah dialamatkan ayahnya. Sebuah gedung bernuansa sederhana yang bertingkat tujuh, terpampang di depan Azka sambil memegang ponsel dan memastikan bahwa bangunan di depannya adalah tempat tinggal yang akan menjadi tempatnya bernaung selama di Australia.

NICE TRY Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang