PROGRAM PVB (PRATAMA VILLAGE BANK)

3 2 0
                                    

"Jadi, program itu yang ingin kamu bicarakan ?" Sudah satu jam rapat dating itu berlangsung. Pak Bondan masih menimbang keputusan untuk menyetujui program yang diusulkan oleh putranya. Banyak hal yang harus dipersiapkan untuk program tersebut.

"Iya pak, nantinya program inilah yang akan menggantikan kebijakan lama yang dirasa merugikan." Dahi pak Bondan berkerut dengan tangan mengelus kumisnya yang tebal dengan bimbang.

"Apa nama program itu nantinya." Azka berpikir sejenak lalu berkata dengan mantap,

"Pratama Village Bank." Jawaban Azka membuat alis ayahnya naik sebelah lalu memberikan tepuk tangan apresiasi.

"Rencana kamu bagus, lalu langkah apa yang akan kamu lakukan ?"

Durasi rapat daring itu bertambah setengah jam untuk membahas langkah-langkah yang selanjutnya akan diambil untuk merealisasikan rencana tersebut. Pertemuan yang dihadiri oleh tiga orang termasuk pak Arya akhirnya membuahkan hasil.

Mulai hari itu mereka harus mengumpulkan para investor yang mau menyeponsori program mereka. Setelah itu mereka akan melakukan program mereka yang pertama di daerah Jawa Timur.

"Kalau begitu, papa akan kesana untuk membantu kamu dalam pelaksanaan program itu secara langsung."

"Serius pa ? Jangan lupa, mama sama Keenan juga diajak." Ayahnya mengacungkan jempol sebelum akhirnya ia memutuskan sambungan daring itu.

***

Pagi itu mereka sudah disibukkan dengan peresmian Pratama Village Bank yang pertama kali. Dua jam lagi mereka akan berangkat menuju lokasi yang telah disurvei sebelumnya. Daerah tersebut memiliki akses yang minim untuk urusan keuangan dan masih belum mengenal transaksi digital yang seharusnya sudah marak di Indonesia.

Tujuan mereka yang pertama untuk mengenalkan kepada masyarakat tentang keuangan digital. Sebuah outlet yang sudah menjalin kerjasama dengan perusahaan, menjadi pusat village bank yang diharapkan Azka. Nantinya setiap outlet akan dijaga lima hingga sepuluh orang dari perusahaan sekaligus untuk pemantauan.

Dari awal mobil perusahaan masuk, sudah banyak warga yang berkumpul di depan tempat peresmian Village Bank. Mereka sudah diberitahu sebelumnya kalau mereka akan mendapat pelayanan publik berupa program keuangan, dan niat baik itu membutuhkan warga sangat senang dan sangat mendukung berjalannya program tersebut.

"Lho pak, samean kate nyaleg tah ?" Salah seorang warga menyambut Azka dengan pertanyaan itu. Azka yang tidak mengerti langsung menoleh kepada pak Arya untuk minta terjemahan.

"Katanya, pak Azka mau nyaleg kah ?"

"Buset dah, keren-keren gini dibilang mau nyaleg." Gumam Azka.

"Tidak pak. Jadi, kedatangan saya beserta karyawan kesini adalah untuk membantu akses transaksi di era yang modern ini. Nanti programnya akan dijelaskan lebih lanjut setelah acara dimulai."

Bisa-bisanya mereka berpikir kalau Azka akan mencalonkan diri sebagai anggota legislatif. Atau masyarakat sudah berpikir kalau ada orang yang baik atau semacamnya itu pasti ada maunya, salah satunya untuk tujuan politik. Dari cerita yang Azka dengar, ternyata daerah tersebut sering terkena tipu daya politikus yang memberi iming-iming kemajuan desa namun tak pernah terlaksana.

Lucu.

Eh, oke kita kembali lagi pada program Pratama Village Bank....

Semua warga sudah antusias untuk mencoba salah satu program yang sudah dijabarkan oleh Azka di depan posko atau outlet village bank. Dan dalam satu hari itu, sudah banyak para nasabah yang membuka rekening di bank desa, banyak juga yang mencoba program asuransi dan program lain.

Bisa dikatakan program pertama mereka berjalan lancar.

Bank desa lain juga mulai bermunculan di berbagai daerah. Sehingga dalam jangka waktu setengah tahun, perusahaan finansial milik keluarganya mulai bangkit dan menunjukkan sinarnya ke permukaan perusahaan terkenal yang lain.

Karena program bank desa yang dipelopori Azka ini berjalan lancar, banyak dari para investor mulai menanamkan modalnya sehingga semakin berkembang.

Kemajuan pesat yang ditimbulkan oleh Azka membuat ayahnya semakin percaya kalau dia sudah pantas mengambil alih perusahaan pusat yang berada di Jakarta. Semua petinggi juga sudah membicarakan prestasi dan potensi yang dimiliki oleh Azka.

Dan di usia Azka yang menginjak angka 27 tahun, Azka dipindahkan ke perusahaan pusat di Jakarta. Namun sayang, karena pak Arya sudah berumur, beliau tidak bisa menemani Azka menjadi sekretarisnya lagi.

"Kok gitu pak ?" Azka memandang tidak suka kepada surat pengunduran diri pak Arya yang diletakkan di meja kerjanya.

"Surat ini dari pak Arya ?" Azka menyesap kopi yang dibuatkan oleh Bu Indah. Pak Arya masih memakai sarung dan kaos oblong yang membuatnya terlihat seperti orang yang sudah menua.

Jika dipikirkan, memang pak Arya sudah lama mengabdi kepada ayahnya dan bahkan dirinya. Mungkin sudah saatnya untuk beristirahat dari urusan kantor.

"Mas Azka juga tahu sendiri kalau saya mulai kerasa sakit-sakitan." Ungkapan tersebut juga didukung dengan banyaknya koyo yang menempel di dahi dan bahu pak Arya.

"Tapi kan,-"

"Mas Azka bisa mengambil tugas ini." Ucap pak Arya meyakinkan.

"Kalau gitu, bantuin Azka cari penggantinya pak Arya. Kalau belum ada yang gantiin, pak Arya nggak boleh keluar perusahaan dulu."

"Kalau begitu minggu depan saja, mas Azka. Sekalian nanti ada perekrutan karyawan di kantor pusat."

"Oke. Jadi berangkat ya kapan ini ?"

"Besok atau lusa juga tidak masalah."

"Bu Indah juga ikut ?" Azka menoleh kepada pasangan suami istri yang terlihat bahagia di usia senja nya. Terbesit pikiran apakah ia akan menikmati juga masa itu ?

"Nggak, mas Azka. Mau menemani Revan saja."

"Kalau begitu, saya izin untuk istirahat di kamar saya dahulu." Pak Arya berjalan dengan dituntun oleh istrinya. Langkah kakinya terlihat lelah. Apa Azka terlalu memaksa pak Arya untuk bekerja ya ? Bagaimana jika pak Arya ternyata tertekan dengan kepemimpinan Azka ?

"Kasihan juga pak Arya. Emang udah saatnya cari sekertaris yang baru buat gantiin pak Arya."

NICE TRY Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang