Wajah Azka memucat dan tubuhnya menggigil hebat saat mereka hendak kembali ke Jakarta. Entah mungkin karena syok atau kondisi Azka yang sudah benar-benar down. Tadi pagi Azka sempat mengeluhkan jika kepalanya berdenyut dan tenggorokannya sakit. Tapi ketika Zeeva menawarkan untuk menunda pertemuan, Azka malah berlagak seperti tidak terjadi apapun padanya dan menolak untuk beristirahat.
"Pak Azka ?" Zeeva menyadari kalau cara berjalan Azka mulai aneh. Terkadang miring ke kiri, terkadang ke kanan. Dan bahkan sesekali ia berhenti dan memijat keningnya.
"Zee ? Lo bisa nyetir kan ?" Zeeva menangkap kunci mobil yang dilempar Azka secara mendadak. Tubuh Azka mulai lemas. Dengan sigap, Zeeva menahan tubuh Azka sambil menuntunnya menuju mobil. Untung saja Zeeva sudah pernah tes berkendara.
"Sadar dulu Az. Jangan pingsan disini." Zeeva dengan cepat membuka pintu mobil dan mendudukkan Azka yang sudah mengerang kesakitan. Setelah memastikan jika sabuk pengamannya sudah kencang, Zeeva berputar lalu masuk ke bangku kemudi. Dengan cekatan, Zeeva mampu mengeluarkan mobil itu dari tempat parkir yang padat.
"Az, kita ke rumah sakit ya ?" Zeeva mencoba untuk tetap tenang karena Azka terus merengek kesakitan dan memegang kepalanya dengan kuat.
"GAK USAH ! BAWA GUE PULANG AJA ! ARGH...!" Zeeva mempercepat laju kendaraannya dan sesekali mengambil jalur tikus agar cepat sampai di jalan raya bebas hambatan .
"Lo minum dulu obat yang ada di tas gue. Gue ada obat sakit kepala." Karen tidak tahan menahan rasa nyeri, Azka segera menggeledah tas Zeeva dan menemukan sebuah botol berisi kapsul yang nampak seperti obat. Azka mengambil dua kapsul lalu segera menelannya setelah mengambil air.
"Lha ! Bukan yang itu Az !" Obat yang ditekan Azka adalah obat anti kecemasan alias obat penenang yang selalu Zeeva bawa kemanapun ia pergi.
"Lu tolol apa gimana sih ! Udah tau gue pusing kayak gini malah disuruh ambil obat sendiri !"
"Emangnya gue bisa ngambilin obat buat Lo dengan tangan yang masih pegang kemudi ?"
"SHIT !" kepala Azka semakin berdenyut dan erangannya semakin keras. Namun karena efek obat penenang itu, perlahan Azka mulai berhenti mengomel dan matanya juga mulai terpejam.
***
Azka baru saja tersadar dari tidurnya setelah Zeeva meletakkan kompresan di samping meja kecil. Matanya masih sensitif terhadap cahaya. Tubuhnya masih terbungkus selimut tebal. Ia melihat ke arah jendela, dan merasakan hari sudah mulai malam. Anggapan itu juga didukung dengan suara hewan-hewan malam yang menghiasi suasana gelap di malam itu.
"Jangan banyak gerak dulu." Zeeva menahan tubuh Azka yang hendak merubah posisinya untuk berdiri atau hanya sekedar duduk.
"Jam berapa ini ?" Azka mengusap wajah dan matanya dengan lembut.
"Udah jam sembilan malem." Zeeva memeras kembali handuk yang ia gunakan untuk mengompres Azka.
"Terus, Lo pulangnya gimana ?"
"Gampang. Nanti tinggal persen ojek online."
"Ojek online ?"
"Iya."
"Nggak-nggak, gue anterin aja."
"Eits, mau kemana ? Udah jelas-jelas Lo lagi sakit. Ntar gimana kalau pas nyetir terus gak sadar lagi ?"
"Kalau gitu jangan pulang."
"Hah ? Kok bisa gitu ?"
"Nginep aja udah. Bahaya kalau pulang malem. Apalagi sendirian."
"Terus nanti gimana kerjaan di kantor ?"
"Eh, Lo nginep bukan berarti berhenti kerja kan ? Besok biar dianter sama pak Supri. Gitu aja kok repot."
"Bukan gitu..." Zeeva menggantung kalimatnya setelah merasa ada seseorang yang masuk ke dalam kamar Azka.
"Azka sudah bangun ?" Bu Amira mendatangi putranya itu dengan wajah cemas. Dari awal Azka masuk rumah ia sudah panik saat melihat putranya sudah tidak sadarkan diri.
"Sudah Bu," Bu Amira mengelus kepala Azka dengan lembut.
"Kok bisa sampai drop gini sih ?"
"Ya bisalah, Ma. Azka kan juga manusia." Bu Amira mendengus pelan.
"Zeeva, kamu tolong jaga Azka dulu ya ? Saya mau ke kamar Keenan. Dia juga lagi meriang."
"Ma,"
"Kenapa Azka ?"
"Biarin Zeeva nginep sini ya ?"
"Ya memang harus itu. Perempuan jangan pulang sendirian waktu malam." Bu Amira menepuk pundak Zeeva dn melayangkan senyum ramah kepadanya.
"Tuh, dengerin."
Malam itu, Azka bis tidur dengan nyaman setelah kondisinya dirasa sudah membaik. Hampir jam sepuluh malam, Zeeva masih mendampingi Azka di samping tepat tidurnya. Biasanya setiap lima menit, Azka sudah mengerang sakit. Tapi kali ini sudah tidak. Itu tandanya Zeeva sudah bisa meninggalkan Azka sendirian.
"GWS ya bos," Zeeva mematikan lampu kamar dan menutup separuh pintu kamar Azka.
***
Sinar matahari sudah menyeruak masuk melalui celah kecil di jendela kamar Azka. Azka masih mengumpulkan seluruh kesadarannya setelah malam tadi ia kehilangan kesadaran penuhnya. Di sofa kamarnya, Zeeva tertidur dengan posisi yang terlihat tidak nyaman. Kepala Azka sudah tidak merasakan pusing dan ia kembali merasa segar.
Azka menyelimuti Zeeva dengan kain yang ada di lemarinya. Bagaimana bisa Zeeva sampai di kamarnya ? Apakah sakitnya separah itu ? Padahal terkahir kali ia memejamkan mata, kondisinya sudah lebih baik.
"Sudah bangun, bos ?" Zeeva ternyata masih tersadar. Hanya saja matanya belum terbuka.
"Oh, eh. Udah. Udh mendingan." Zeeva menarik kain yang diberikan Azka untuk selimut hingga ke bawah dagu.
"Lo kalau ngigo gausah lebay gitu deh, Az." Alis Azka Sling bertautan.
"Ngigo ?"
"Tadi malam Lo nge drop lagi. Suhu tubuh Lo juga naik sampai tiga puluh sembilan derajat. Ngigo terus." Zeeva menggeser tubuhnya dan kini kakinya bisa ia luruskan.
"Gitu ya ?" Azka menggaruk kepalanya yang tiba-tiba menjadi gatal. Mungkin sudah saatnya ia mandi.
"Kalau gitu cepetan Lo bangun, pindah ke kamar tamu." Zeeva membelalakkan matanya.
"Lah ! Udah pagi ?" Zeeva beranjak dari sofa kemudian menyibakkan gorden yang menutupi jendela kamar.
"Kenapa sih ?" Azka memperhatikan gerak-gerik Zeeva yang nampak kebingungan.
"Gimana sama kerjaan di kantor ?"
"Gausah pikirin yang di kantor. Atur ulang aja semua jadwal gue hari ini. Nanti siang Lo ikut gue." Zeeva berhenti berputar-putar di dekat jendela seperti orang panik.
"Kalau gitu, jadwal saya re schedule, tapi kan saya masih tetap ada tanggungan untuk ke kantor ? Gimana ceritanya kalau karyawan ikut bolos kerja ?"
"Eh, jangan pakai kata bolos. Hari ini Lo free. Itu gantinya buat kemarin. Gue anggep kemarin Lo udah kerja lembur dua hari."
"Serius bos ?"
"Nggak mau ?"
"Mau bos. Eh, tapi mau kemana bos ? Mau ketemu klien ?"
"Udah, ngikut aja."
"Tapi nanti jatah cuti gue berkurang dong ?"
"Jangan ngikut aturan kantor." Azka mengambil handuk yang tergantung di lemarinya dan bersiap untuk membersihkan dirinya di hari yang masih pagi itu.
"Nggak ngikut aturan gimana ? Kan gue sebagai karyawan di perusahaan,-"
"Lo bukan karyawan biasa," Azka meninggalkan Zeeva dengan ucapan anehnya yang baru saja dia katakan. Kata-kata itu berhasil membuat Zeeva terngiang-ngiang dan menebak apa maksud dari ucapan itu.
***
KAMU SEDANG MEMBACA
NICE TRY
General FictionKue kering yang isinya selai nanas itu apa namanya ? Nice Try bukan ? Gimana usahanya buat dapatin dia ? Masih aman ? Azka Pratama tidak memiliki nasib yang bagus di dunia asmara. Semua itu gara-gara kutukan dari seseorang yang pernah ia tolak. Ber...