RECALL THE PAST

6 2 0
                                    

Siang ini, Azka mengajak Zeeva untuk pergi ke tempat khusus yang sering ia datangi ketika waktu SMP dulu. Azka ingin mengenang momen indahnya itu di tempat yang memberikannya pengalaman paling tak terlupakan.

"Taman ?" Zeeva sudah menebak kemana mereka akan berhenti saat mobil Azka berbelok menuju taman di dekat sekolah menengah pertama.

"Ngapain kesini ?"

"Nostalgia." 

Keduanya turun dari mobil dan bersama berjalan menuju tempat favorit mereka di masa itu. Ayunan berkarat itu masih ada dan masih sering digunakan. Azka sedikit cemas setelah melihat kondisi ayunan tua itu. Ia lebih memilih duduk di bangku taman yang terlihat baru dicat.

"Apa yang Lo rasain pas nyampe sini ?" Azka memperhatikan aktifitas yang ada di taman itu. Ada anak kecil yang menangis karena balonnya tersangkut di dahan pohon, tetapi orangtuanya terlihat acuh tak acuh dengan sikap anak itu.

"Banyak."

"Ya apa ?"

"Udah deh, jangan mengungkit kejadian itu." Zeeva membenarkan posisi hijabnya yang miring ke sebelah kanan bahunya.

"Tapi gue mau kembali ke masa itu."

***

Di tempat yang sama, dengan latar kejadian belasan tahun ke belakang, Azka dan Zeeva berada di ayunan. Keduanya baru saja menyelesaikan ujian akhir kelulusan mereka.

"Lega banget ya ujiannya udah selesai." Zeeva yang duduk di ayunan sebuah Azka juga menarik nafas lega. Akhirnya semua kesumpekan itu akan berakhir.

"Gue sih belum."

"Kenapa ?"

"Gue belum lega sebelum ranking gue ada di posisi paling atas."

"Ambil aja tuh ranking. Gue gak butuh."

"Ya iyalah nggak butuh, kalau Lo mau daftar ke sekolah unggulan juga pasti pakai jalur dalam."

"Diem Lo."

"Tapi, gue kayanya bakalan kangen waktu kita bersaing buat dapat ranking satu."

"Kayanya ? Yah gue jamin Lo bakalan kangen banget. Sampai-sampai setiap malam Lo bakalan ngimpi gue tiap hari."

Keduanya saling bertukar candaan dan menikmati masa-masa terakhir mereka di SMP. Semuanya telah terlewati dengan indah. Bahkan semua persaingan itu menumbuhkan rasa diantara keduanya. Atau lebih tepatnya, rasa itu lebih banyak tumbuh di dalam hati Zeeva.

"Prat, bentar lagi kan wisuda ya ?"

"Terus kenapa ?"

"Gue boleh ngomong sesuatu gitu ?" Azka memiringkan kepalanya dan menatap fokus kepada Zeeva.

"Ngomong aja sih."

"Lo cinta sama diri Lo sendiri nggak ?"

"Pertanyaan apa itu ?"

"Jawab aja." Zeeva mengamati setiap detail wajah Azka. Dan mencoba membaca pikiran melalui ekspresi wajahnya.

"Nggak. Gue gak cinta sama diri gue sendiri." Zeeva sempat mengurungkan niatnya untuk menyampaikan perasaannya kepada Azka sebelum mereka berpisah. Zeeva akan melanjutkan sekolah di Yogyakarta dan Azka masih berada di wilayah Jakarta.

"Kalau gitu, biar gue aja yang cinta sama lo." Azka dibuat melongo dengan kata-kata yang diucapkan Zeeva. Sangat, sat-set wat-wet kalau kata orang Jawa. Benar-benar tanpa disertai basa-basi seperti gombalan. Dan lebih anehnya ketika bisanya yang memulai hubungan adalah si cowok, untuk kasus mereka malah Zeeva duluan yang menembak Azka secara tidak langsung.

"Hah ? Gimana?"

"Gue suka sama Lo."

Azka menunjukkan reaksi yang tidak biasa. Azka beranjak dari ayunannya dan berdiri di depan Zeeva.

"Eh, dengerin ya. Kedekatan selama ini itu cuma sekedar temen aja. Nggk lebih. Jadi, gausah berharap kalau gue balas perasaan lo." Azka melangkah pergi meninggalkan Zeeva yang masih termenung di atas ayunannya.

"Kok Lo ngomongnya gitu, gue kan cuma mau jujur aja. Gue gak minta hubungan yang lebih dari itu."

"Akhirnya Lo sadar."

"Woi ! Azka Pratama !" Mendengar panggilan menggelegar itu, Azka langsung berhenti dan ingin tahu apa yang akan terjadi setelahnya.

"Gue doain Lo, semoga Lo ngerasain apa yang gue rasain ! Semoga Lo gak bakalan dapat jodoh yang sesuai sama kriteria Lo !!! Inget itu !!!" Azka berbalik arah dan menghampiri Zeeva dengan emosi yang tersulut.

"Heh ! Lo pikir Lo siapa bisa nyumpahin gue kayak gitu ?"

"Gue emang bukan siapa-siapa. Tapi gue pernah naruh rasa cinta yang tulus buat Lo, tapi dengan gampangnya Lo ngeruntuhin itu semua."

"Salah siapa Lo bisa suka sama gue ? Lo sendiri kan ? Jadi, yang nyakitin Lo itu, ekspektasi Lo sendiri."

"Lo jahat Az." Zeeva menahan agar air matanya tidak jatuh tepat di depan pria yang pernah ia suka beberapa menit yang lalu. Hatinya hancur saat mengetahui sikap Azka yang sangat kasar.

"Inget aja sumpah gue !" Zeeva mendorong tubuh Azka dengan kasar saat ia tak lagi bisa menahan diri untuk menumpahkan segala rasa kecewa yang menamparnya.

***

"Udah dibilang, jangan ngungkit masalah itu lagi." Zeeva memainkan sepatunya diatas rumput taman yang semakin menghijau.

"Tapi, gara-gara kutukan Lo, gue gagal nikah." Azka masih merasakan pahitnya ditinggal oleh calon istri yang sudah ia idam-idamkan dn telah ia perjuangkan selama satu tahun lebih.

"Mam ? Pus." Zeeva tertawa lepas saat melihat ekspresi Azka berubah menjadi datar.

"Gitu amat."

"Lagian Lo nyakitin orang yang salah. Udah jelas-jelas gue itu orangnya tulus, malah disakitin."

"Ya... Gue kan punya alasan sendiri."

"Gue udah gak peduli lagi sama itu, nyet."

"Kok Lo semakin jahat ya ? Atau jangan-jangan waktu Lo sekolah di Jogja, Lo ketemu sama Mak lampir terus Lo diajarin caranya jadi jahat ?"

"Sembarangan aja kalau ngomong."

"Eh, mau eskrim gak ?" Azka merubah topik mereka yang berhasil membuat keduanya bernostalgia dengan kejadian konyol semasa cinta monyet.

"Mau lah ! Di tempat biasanya kan ?" Zeeva melesat menuju tempat biasanya dahulu mereka berkumpul sepulang sekolah. Zeeva berlari mendahului Azka yang berjalan santai di belakanganya.

"Kalau boleh jujur, gue nyesel udah nolak Lo, Zee."

***

NICE TRY Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang