Selamat membaca, sorry for typo.
Sejak permintaan Sakha padaku di Bandung beberapa hari yang lalu, aku masih belum menyinggung perihal itu lagi pada Sakha. Padahal kejadian itu adalah waktu yang pas bagi kami membicarakan masa depan kehidupan rumah tangga kami, tapi aku melewatkannya karena debaran hebat yang membuat pikiranku kosong sesaat.
Setidaknya sekarang aku tahu, Sakha juga menginginkan hubungan kami tetap bertahan dan bahagia, membentuk keluarga kecil yang kami ciptakan kebahagiaannya.
Sekarang aku tidak lagi merasa bergerak sendirian dalam hubungan ini, kami sudah berjalan beriringan. Ya walaupun aku masih belum tahu perasaan Sakha padaku, itu bukan lagi hal utama yang harus aku permasalahkan.
Namun sayangnya, sepulangnya kami di Jakarta. Sakha langsung sibuk dengan pekerjaannya, mungkin karena telah mengambil cuti yang membuat beberapa rapat di undur. Sehingga Sakha harus rela lembur untuk membayar liburan singkat kami.
Sudah lima hari ini Sakha pulang larut malam sekali, terkadang aku sampai ketiduran saat menunggunya pulang, paginya Sakha harus berangkat lebih pagi dari biasanya. Hal itu membuatku merasa kebersamaan kami berkurang.
Karena itu malam ini, aku berniat mengantar makanan ke kantor Sakha. Sebenarnya tadi siang pun aku sudah ingin pergi mengantar makan siang masakanku, tetapi ternyata Sakha menghubungiku jika dia sedang ada lunch meeting di salah satu hotel yang ada di daerah Menteng.
Malam ini juga Sakha lembur, setelah seharian mengunjungi berbagai tempat, malamnya Sakha harus tenggelam di ruang kerjanya untuk menandatangani berkas yang sudah di batas deadline.
Pertama kalinya aku datang ke perusahaan pusat Prama group di malam hari, gedung ini tidak terlihat seram meskipun sudah malam, karena semua lampu di setiap sudut menyala. Meskipun tidak seramai siang hari, aku masih bisa melihat segelintir orang yang juga sedang lembur ataupun baru saja hendak pulang setelah lembur.
Berbeda dengan lantai empat puluh, ruangan Sakha. Divisi sekretariat masih ramai orang yang sibuk dengan pekerjaannya, termasuk asisten dan sekretaris pribadi direktur utama yang penampilannya masih rapi tengah duduk menghadap komputer.
"Sore, Bu."
"Sore," aku membalas sapaan Tika yang masih tampak segar walau sudah overload bekerja.
"Ini ada cemilan sama kopi, kamu bisa bagiin ke semua orang di lantai ini," aku menyodorkan tiga kantung pelastik bening bertuliskan cafe yang terkenal dengan berbagai jenis kopi, menyerahkannya pada Tika untuk di bagikan ke satu timnya.
"Makasih banyak, Bu. Saya akan bagikan."
"Sakha di dalam kan?"
"Bapak ada di dalam, Ibu bisa langsung masuk."
Aku mengangguk, melangkah kearah pintu masuk ruangan direktur utama Prama group dan masuk ke dalam setelah mengetuk pintu dua kali.
"Sakha,"
KAMU SEDANG MEMBACA
Flawless Wife [End]
RomanceTentang Gempita yang menceritakan kisah kehidupan pernikahannya dengan seorang Sakha, cucu pewaris Pramadana. Tentang Gempita yang perlahan mulai merasakan cinta terhadap Sakha, bagi Gempita mencintai Sakha adalah sebuah kesalahan. Tapi, Gempita t...